Dua Kementerian Setuju Ratifikasi Statuta Roma
Berita

Dua Kementerian Setuju Ratifikasi Statuta Roma

Menunggu narasi yang jelas agar diterima semua pihak.

Ady
Bacaan 2 Menit

“Suatu negara dapat mengakui yuridiksi pengadilan pidana Internasional dengan melakukan deklarasi sementara (ad hoc declaration). Bahkan bila negara itu bukan negara yang meratifikasi Statuta Roma,” kata Akil dalam seminar yang digelar Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) di Jakarta, Selasa (17/7).

Menurut Akil, lewat UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Indonesia dapat membentuk Pengadilan HAM Ad hoc. Sedangkan perkara pelanggaran HAM berat yang dapat diadili lewat mekanisme tersebut adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Atas dasar itu Akil berpendapat hal tersebut adalah peluang yang harus dimanfaatkan untuk mendorong diratifikasinya Statuta Roma. Dengan demikian ICC dapat digunakan sebagai pelengkap sistem hukum pidana nasional untuk menegakkan HAM.

Pada kesempatan yang sama ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim, mengatakan relevansi Statuta Roma dan penegakkan HAM sangat kuat. Pasalnya kejahatan yang menjadi yuridiksi dalam upaya perlindungan HAM. Misalnya mengadili kejahatan Genosida, berarti melindungi kelompok tertentu dalam masyarakat. “Kita merekomendasikan pemerintah untuk meratifikasi Statuta Roma,” tuturnya.

Upaya ratifikasi Statuta Roma menurut Ifdhal akan membawa kewajiban bagi pemangku kepentingan di Indonesia untuk membenahi sistem hukum nasional yang saat ini cenderung non imparsial. Walau ICC bersifat multilateral Ifdhal mengingatkan Statuta Roma tetap menekankan hukum nasional sebagai yang utama untuk menuntaskan berbagai macam kasus pelanggaran HAM berat. Dengan meratifikasi Statuta Roma, Ifdhal berpendapat Indonesia menjadi salah satu negara yang mendorong terwujudnya perdamaian dunia sebagaiamana amanat konstitusi.

Sementara anggota koalisi masyarakat sipil untuk Mahkamah Pidana Internasional, Bhatara Ibnu Reza, mengatakan dalam proses memperjuangkan agar Statuta Roma diratifikasi mendapatkan beberapa kendala dari pihak pemerintah. Di tahun 2008 misalnya, Bhatara merasa terdapat komponen di dalam pemerintahan yang menolak untuk meratifikasi Statuta Roma.

Sebelumnya, Bhatara merasa kesulitan untuk melihat lembaga mana yang mengurusi soal ratifikasi Statuta Roma, apakah Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), atau lainnya. “Sekarang Kemlu,” ujar Bhatara ketika menyebutkan instansi pemerintah yang memimpin proses ratifikasi Statuta Roma.

Tags: