Dua Isu Perlunya Perbaikan Pendidikan Hukum di Indonesia
Terbaru

Dua Isu Perlunya Perbaikan Pendidikan Hukum di Indonesia

Tujuan pendidikan semata-mata untuk membentuk manusia seutuhnya, dalam artian mampu mengembangkan potensi individu secara harmonis, berimbang, dan terintegrasi. Jika tujuan ini terlaksana dengan baik, maka harapan-harapan baik akan terwujud.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Pendidikan merupakan proses sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan segala komitmen manusia sebagai individu, makhluk sosial dan sebagai makhluk Tuhan.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, bagi masyarakat, dan, bagi negara.

Tujuan pendidikan semata-mata untuk membentuk manusia seutuhnya, dalam artian mampu mengembangkan potensi individu secara harmonis, berimbang, dan terintegrasi. Jika tujuan ini terlaksana dengan baik, maka harapan-harapan baik akan terwujud.

Baca Juga:

Salah satu pendidikan yang dekat dan erat kaitannya dengan masyarakat adalah mengenai pengaturan norma dan hukum. Indonesia menetapkan diri sebagai negara hukum yang bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik.

Baca juga artikel terkait seputar mahasiswa hukum dan profesi, silakan klik artikel Klinik berikut ini: Cara Mengurus Pengesahan Anak Luar Kawin

Oleh karena itu, di Indonesia banyak ditemukan sekolah-sekolah hukum yang melahirkan ribuan lulusan hukum setiap tahunnya yang siap untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dibidang hukum.

Namun, kini pendidikan hukum di Indonesia kurang kompetitif bagi mahasiswa hukum, karena pendidikan hukum hanya dinilai sebagai hafalan tanpa makna dan tanpa mengetahui aspek filosofis, sosiologis, teleologis, yuridis dan hanya berfokus pada aspek yuridis-normatif saja.

Hal ini seperti disampaikan oleh Rahmat Dwi Putranto, Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM kepada Hukumonline saat sesi sharing pada, Rabu (10/8), yang mengungkapkan bahwa ada dua isu pendidikan hukum yang perlu diperbaiki.

“Dalam pendidikan hukum, ada dua isu yang perlu menjadi perhatian bagi pemerintah yaitu substansi kuliah dan akses pendidikan,” ujarnya.

Ia menjelaskan kurikulum pendidikan hukum di Indonesia saat ini masih belum mampu mengikuti perkembangan zaman yang menjadi tantangan di kehidupan nyata saat ini.

“Kurikulum pendidikan hukum di Indonesia sebenarnya sudah bagus secara substansi, namun masih banyak kurikulum kita yang belum mengikuti perkembangan zaman dan tantangan realita saat ini,” katanya.

Ia melanjutkan, banyak lulusan hukum saat ini yang tidak mampu bekerja di kantor hukum dengan baik karena banyak teori dan praktikal selama kuliah yang tidak sama dengan apa yang ada di lapangan.

“Banyak anak hukum yang tidak relate dengan keadaan di lapangan. Tapi lewat program magang merdeka yang diadakan oleh pemerintah menjadikan mahasiswa memiliki kesempatan magang untuk mengembangkan bakat lebih dalam,” jelasnya.

Rahmat juga menyayangkan, masih banyak kurikulum konvensional yang masih digunakan oleh kampus-kampus besar. Kampus-kampus besar ini dianggap mampu untuk mengembangkan proses belajar dengan kurikulum yang berbeda sebagai bentuk peningkatan pendidikan hukum di Indonesia.

“Kurikulum ini perlu disesuaikan dengan tuntutan zaman dan perlu kerja sama kita semua agar menghasilkan lulusan hukum yang dibutuhkan oleh lingkungan masyarakat,” ucapnya.

Kurikulum yang digunakan pada saat ini lebih menitikberatkan proses pembelajaran pada mahasiswa hukum dengan metode textbook. Cara textbook dianggap tidak lagi relevan dan kurang mengasah berpikir kritis mahasiswa.

Salah satu cara yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran adalah dengan cara memberikan case study dalam mengkaji pasal dan fenomena hukum dengan berargumen dan diskusi di kelas.

Isu kedua dalam pendidikan hukum Indonesia yang memerlukan perhatian adalah akses pendidikan. Rahmat menilai, masih banyak yang tidak mampu mengakses pendidikan tinggi hukum di Indonesia.

“Akses pendidikan tinggi hukum masih kurang peminatnya, artinya dari jenjang SMA ke jenjang sarjana yang mampu hanya sekitar 50% lulusan SMA, dari jenjang S1 ke jenjang S2 lebih sedikit lagi sekitar 30% nya, apalagi yang melanjutkan dari jenjang S2 ke jenjang S3,” katanya.

“Kita harus perluas akses masyarakat terhadap pendidikan tinggi hukum di Indonesia. Salah satunya adalah dengan membuat kebijakan bagi kampus-kampus hukum yang bagus untuk membuka cabang di daerah tertinggal yang memang ada ketimpangan pendidikan disana. Adanya inovasi teknologi saat ini dapat melakukan proses pembelajaran secara hybrid sehingga dapat memperluas akses pendidikan,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait