Setelah tim perumus pemerintah memperbaiki, menyempurnakan rumusan norma, dan penjelasan pasal per pasal, secara resmi draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akhirnya diserahkan pemerintah ke DPR. Selain menyerahkan Draf RKUHP versi 4 Juli 2022, pemerintah mengurai 14 isu krusial sebagaimana yang ditetapkan pemerintah sebelumnya dan memperjelas nasib RKUHP ke tahap lanjutan.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej dalam paparannya berpandangan, selain 14 krusial, tim melakukan sinkronisasi soal ancaman pidana dengan sejumlah ketentuan. Tim penyusun/perumus memasukkan rumusan norma soal tindak pidana penadahan, penerbitan, dan percetakan sebagaimana dalam draf RKUHP versi 2019.
“Padahal (aturan yang sama, red) pernah diatur dalam draf RKUHP veri 2015 dan terdapat 6 tindak pidana yang diatur dalam KUHP, tetapi belum diatur kembali dalam RKUHP,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (6/7/2022).
Baca Juga:
- Aliansi Nasional Reformasi KUHP Sampaikan 23 Isu Krusial RKUHP
- Begini Alasan Pemerintah Belum Membuka Draf RKUHP Terbaru
Dia melanjutkan tim pun mengharmonisasi RKUHP dengan UU di luar KUHP. Yakni UU No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan dan Gedung; UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang; UU No.8 Tahun 2016 tentang penyandang Disabilitas; dan UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Tak hanya itu, sinkronisasi pun dilakukan antara batang tubuh dengan penjelasan agar tidak terjadi multiinterpretasi.
Setidaknya ada 15 poin. Pertama, Pasal 25 terdapat empat ayat. Kedua, Pasal 91 terdapat 6 huruf. Ketiga, Pasal 105 terdapat 2 ayat. Keempat, Pasal 113 terdapat 3 ayat. Kelima, Pasal 132 terkait penegasan diversi. Keenam, Pasal 187 terkait konsistensi dengan penjelasan umum dan Pasal 602. Ketujuh, Pasal 443. Kedelapan, Pasal 456. Kesembilan, Pasal 457. Kesepuluh, Pasal 466. Kesebelas, Pasal 467. Kedua belas, Pasal 477. Ketiga belas, Pasal 487. Keempat belas, Pasal 524. Kelima belas, Pasal 534 dan Pasal 583.
Lebih lanjut, sinkronisasi dan batang tubuh dengan penjelasan ditambahkan penjelasan tentang kritik terkait pasal penyerangan harkat dan martabat presiden atau wakil presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 218 ayat (2) RKUHP. Kemudian adanya penambahan penjelasan mengenai “kepentingan umum” dalam Pasal 256 yang mengatur penyelenggaraan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi.