DPR Usulkan Delapan Materi Penyempurnaan UU Kejaksaan
Berita

DPR Usulkan Delapan Materi Penyempurnaan UU Kejaksaan

Menjadi usul Komisi III DPR. Mulai penyempurnaan kewenangan, hingga penegasan peran Kejaksaan dalam menjaga keutuhan serta kedaulatan negara dan bangsa saat negara dalam keadaan bahaya, darurat sipil dan militer, dan keadaan perang.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Keempat, pengaturan fungsi advokat general bagi jaksa agung. Pada dasarnya, kata Pangeran, jaksa agung memiliki kewenangan advokat general sebagaimana yang disebutkan Pasal 44 ayat (2) UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang intinya, jaksa agung dapat meengajukan pendapat teknis hukum dalam perkara kepada MA terkait permohonan kasasi.

Kelima, penguatan sumber daya manusia (SDM) Kejaksaan melalui pengembangan pendidikan di bidang profesi akademik, keahlian dan kedinasan. Keenam, pengaturan kewenangan kerja sama Kejaksaan dengan lembaga penegak hukum dari negara lain dan lembaga atau organisasi internasional.

Ketujuh, pengaturan kewenangan Kejaksaan lain. Seperti memberi pertimbangan/ keterangan sebagai bahan informasi dan verifikasi tentang ada atau tidaknya dugaan pelanggaran hukum yang sedang atau telah diproses dalam perkara pidana untuk menduduki jabatan publik atau menerima gelar tanda jasa, dan tanda kehormatan. Kedelapan, penegasan peran Kejaksaan dalam menjaga keutuhan serta kedaulatan negara dan bangsa, saat negara dalam keadaan bahaya, darurat sipil dan militer, dan keadaan perang.

“Demikian, agar RUU ini dapat dilakukan harmonisasi,” katanya.

Tidak diatur dalam konstitusi

Ketua Baleg Supratman Andi Agtas merespon positif. Menurutnya, agar dapat mempercepat pembahasan, diusulkan segera membentu Pantia Kerja (Panja). Sebab, Baleg hanya bersifat mengharmonisasi dengan aturan lain. “Saya sarankan bentuk Panja saja dan di Panja nanti kita dalami,” ujarnya.

Anggota Baleg DPR Buchori Yusuf mendukung pembentukan Panja RUU Kejaksaan. Namun demikian, dia menilai ada hal mendasar selain integritas penegak hukum yang berujung ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang dilakukan aparatur yakni status Kejaksaan yang tidak diatur dalam konstitusi.

Karenanya, ‘jenis kelamin’ Kejaksaan perlu didudukan secara lebih jelas dalam konstitusi agar korps adhiyaksa tidak menjadi alat kekuasaan rezim penguasa. “Sehingga perlu diatur kelembagaan dan kepegawaiannya dan seterusnya,” usul politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Tags:

Berita Terkait