DPR Usul Pembentukan Lembaga Khusus di Bidang Pangan
Berita

DPR Usul Pembentukan Lembaga Khusus di Bidang Pangan

Sesuai dengan amanat UU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

FAT/RFQ
Bacaan 2 Menit
DPR Usul Pembentukan Lembaga Khusus di Bidang Pangan
Hukumonline

Komisi IV DPR mengusulkan agar pemerintah membentuk lembaga khusus yang terpusat di bidang pangan. Ketua Komisi IV M Romahurmuziy mengatakan, pembentukan lembaga itu bertujuan agar ketahanan, kemandirian dan kedaulatan di bidang pangan dapat tercapai.

“Lembaga ini nantinya bertanggungjawab langsung kepada presiden, dengan kewenangan koordinasi maupun eksekusi,” kata Sekjen DPP PPP ini di Kompleks Parlemen di Jakarta, Senin (9/9).

Romy -sapaan akrab Romahurmuziy- mengatakan, lembaga tersebut nantinya berfungsi sebagai pengolah, pengangkut hingga penyalur pangan. Selain itu, lembaga ini juga berfungsi sebagai stabilisator harga dan pengelola buffer stok pangan pokok. Ia yakin, keberadaan lembaga ini menjadi titik terang dari carut marutnya pengelolaan pangan pokok yang selama ini tumpang tindih.

“Pemerintah tinggal menjalankan saja UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani itu, bukan lagi membentuk Menko Pangan,” tutur Romy.

Sebagaimana diketahui, pada UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani menyebutkan beberapa lembaga baru yang khusus melindungi dan memberdayakan petani. Misalnya, pada Pasal 1 angka 9 yang menyebutkan bahwa kelembagaan petani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan petani.

Pada angka 13 UU yang sama menjelaskan mengenai dewan komoditas pertanian nasional yang merupakan suatu lembaga yang beranggotakan asosiasi komoditas pertanian untuk memperjuangkan kepentingan petani. Sedangkan pada angka 14 disebutkan mengenai kelembagaan ekonomi petani yang merupakan sebuah lembaga yang melaksanakan kegiatan usaha tani yang dibentuk oleh, dari dan untuk petani guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Anggota Komisi IV DPR Viva Yoga Maulana mengatakan, kenaikan harga komoditas pangan terutama kedelai lantaran banyaknya produk kedelai impor yang masuk ke dalam negeri. Harga barang impor tersebut dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar, volume produksi negara produsen, kebijakan ekonomi dan politik negara produsen itu sendiri.

“Dari sisi ini, Indonesia sudah masuk kategori negara yang tidak mandiri di bidang pangan. Ketergantungan pangan itu sangat dekat dengan terciptanya krisis pangan,” kata Viva.

Ia menilai selama ini pemerintah tidak serius dalam melakukan reformasi di sektor pertanian. Hal ini dibuktikan dari kecilnya anggaran Kementerian Pertanian di APBN, yakni sekitar 1,5 persen dari total nilai APBN. Menurutnya, anggaran yang kecil ini menghambat sejumlah program untuk membangkitkan gairah di bidang pertanian.

“Dana sekecil ini tidak bisa untuk melakukan gerakan swasembada, apalagi membangun kedaulatan pangan,” kata Viva.

Sejalan dengan itu, kata Viva, koordinasi antar kementerian harus diperkuat. Bukan hanya itu, kebijakan-kebijakan pemerintah yang terindikasi terjadinya praktik korupsi harus segera dihapus. “Hal ini jelas menyengsarakan petani dan masyarakat konsumen,” katanya.

Upaya setengah hati pemerintah juga terdapat dalam produksi kedelai. Misalnya saja, luas lahan kedelai pada tahun 1997 sebesar 1,5 juta hektar. Namun seiring perjalanannya, luas lahan tersebut menyusut menjadi 557 ribu hektar pada tahun 2012. Berkurangnya luas lahan kedelai ini memicu terjadinya penambahan nkuota pada impor kedelai.

“Upaya pemerintah untuk melindungi petani kedelai terkesan masih setengah hati. Penerapan patokan harga kedelai, harga beli atau jual kedelai masih di bawah harga pasar, dan itu dibanjiri oleh kedelai impor,” tutur Viva.

Atas dasar itu, ia menyarankan agar pemerintah segera serius dalam melaksanakan reformasi di bidang pertanian. Caranya dengan menambah dana APBN untuk sektor pertanian. Selain itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus memanggil seluruh pemerintah daerah dan menegaskan bahwa dilaksanakannya program pembangunan pertanian berkelanjutan agar swasembada pangan nasional dapat terwujud.

Sejalan dengan itu, kata Viva, pemerintah diharapkan membuat kebijakan yang melindungi dan memberdayakan petani. Bahkan, dugaan adanya kartel kedelai harus segera ditangani oleh aparat penegak hukum. “Saya mengusulkan agar pihak aparat berwajib melakukan investigasi terhadap praktik penimbunan karena melanggar UU,” pungkasnya.

Tags: