DPR Usul Lapas Khusus Napi Teroris
Berita

DPR Usul Lapas Khusus Napi Teroris

Lapas tak bisa membedakan napi yang diputus dengan UU Terorisme dan undang-undang lain.

RFQ/INU
Bacaan 2 Menit
Plh Dirjen Pemasyarakatan Bambang Krisbanu (kanan) berjabat tangan dengan Wakil Ketua Komisi III Al Muzzammil Yusuf. Foto: SGP
Plh Dirjen Pemasyarakatan Bambang Krisbanu (kanan) berjabat tangan dengan Wakil Ketua Komisi III Al Muzzammil Yusuf. Foto: SGP

Wakil ketua Komisi III Aziz Syamsuddin mengusulkan pembentukan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) khusus narapidana kasus tindak pidana teroris. Tempat khusus itu dimaksudkan agar narapidana teroris tidak dicampur dengan narapidana kasus lainnya. Dikhawatirkan pemahaman ideologi napi teroris dapat mempengaruhi narapidana lain.

“Penanganan teroris memang khusus. Sehingga tidak bercampur dengan narapidana narkotika, koruptor, maling ayam dan lain-lain,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rabu (28/8) di Gedung DPR.

Azizmenyadari usulan itu tidak mudah mendapat persetujuan dari berbagai pihak. Karena itu pembahasan usulan ini perlu dilakukan bersama.

Dalam rapat antara Komisi III  dengan Plh Dirjen Pemasyarakatan Bambang Krisbanu dan sejumlah Kalapas beberapa hari lalu, pihak lapas menyatakan tak memiliki kemampuan memberikan pembinaan kepada para napi teroris. “Karena mereka bersikap ekslusif, sehingga enggan bergaul dengan narapidana lainnya,” tutur Azis.

Anggota Komisi III Eva Kusuma Sundari menambahkan lapas khusus dimaksudkan untuk menghambat menularkan pemahaman radikal ke narapidana lain. Menurutdia, narapidana teroris bahkan ada yang membuat buku di dalam lapas, kemudian dicetak di luar. Semestinya, para narapidana teroris menjadi target program deradikalisasi BNPT.

Lebih jauh Eva berpandangan penanggulangan teroris oleh BNPT menjadi persoalan. Pasalnya program deradikalisasi dinilai tak jelas sasaran dan pelaksanaannya. Kini, lanjutnya sudah ada 200 narapidana teroris akan bebas. “Namun pembinaan terhadap narapidana teroris di lapas tak jelas.”

Sekretaris Utama BNPT, Abdul Rachman Kadir member komentar pernyataan Aziz dan Eva. Ia mengakui BNPT sulit masuk ke dalam lapas untuk memberikan program deradikalisasi. Karena pihak lapas tak dapat membedakan antara narapidana yang diputus dengan UU No.15 Tahun 2003 dengan narapidana yang diputus berdasarkan undang-undang lain.

Semisal kasus perampokan Bank CIMB di Medan beberapa waktu lalu. Menurutnya, dari sejumlah pelaku ada yang diputus dengan UU 15 Tahun 2003 dan pelaku dalam persitiwa serupa diputus terbukti dengan KUHP. “Orang lapas tidak bisa membedakan, sehingga diperlakukan sebagai tahanan biasa,” ujarnya.

Dia uraikan untuk program deradikalisasi, BNPT menggunakan ‘tangan’ lain di dalam lapas. BNPT menggandeng organisasi kemasyarakatan, ulama dan pihak lain untuk memberikan pemahaman kepada narapidana teroris.

Itu dikarenakan narapidana teroris menolak jika yang memberikan program deradikalisasi adalah BNPT. “Mereka sudah tahu, bahwa BNPT yang menangani teroris dan tidak mungkin mau terima kita,” ujarnya.

Terkait pembentukan lapas khusus teroris, Abdul Rachman Kadir menyerahkan kepada pemerintah dan DPR. Yang pasti, BNPT kini tengah membangun pusat pelatihan di bilangan Sentul, Jawa Barat. Ia menargetkan, pada Desember 2013 akan rampung. Pembangunan kini sudah 35 persen. Menurutnya, tempat pendidikan di Sentul itu diperuntukan narapidana teroris.

“Di sana bukan kegiatan terhadap narapidana teroris saja, tetapi banyak kegiatan lain yang dilakukan berkaitan dengan kegiatan deradikalisasi,” ujarnya.

Terpisah, Wamenkumham Denny Indrayana membenarkan pernyataan pihak BNPT. Dia memaparkan pembangunan di Sentul adalah hasil kerja sama Kemekumham dengan BNPT.

“Anggaran juga bekerjasama dengan BNPT, untuk program deradikalisasi,” tutur Denny tanpa mau menyebut nilai dan bagaimana program yang akan diterapkan nanti.

Namun demikian, dia menyatakan lapas khusus akan dibangun secara bertahap guna mendukung PP No.99 Tahun 2012.

Tags:

Berita Terkait