DPR Tolak Stop Plesiran
Berita

DPR Tolak Stop Plesiran

Meski dikritik dari dalam dan luar negeri, DPR bergeming.

Ali/Lay
Bacaan 2 Menit
Ketua DPR Marzuki Alie tegaskan DPR masih perlu kunjungan<br> kerja ke luar negeri. Foto: Sgp
Ketua DPR Marzuki Alie tegaskan DPR masih perlu kunjungan<br> kerja ke luar negeri. Foto: Sgp

 

Sejatinya, DPR adalah pejabat negeri yang bekerja atas nama rakyat. Makanya, apapun yang mereka lakukan seharusnya sejalan dengan aspirasi rakyat. Namun, teori ideal itu sepertinya tidak berlaku dalam hal kegiatan kunjungan kerja (kunker) ke luar negeri. Seberapa deras pun kritik yang mengalir, DPR bersikukuh akan tetap mempertahankan kegiatan plesiran tersebut.

 

Sikap DPR ini bahkan diungkapkan sendiri oleh Orang Nomor Satu di DPR, Marzuki Alie. Dalam pidato pembukaan Masa Persidangan IV, Senin (10/5), Marzuki menegaskan bahwa kegiatan kunker ke luar negeri tetap dipandang perlu dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi DPR. Khususnya terkait fungsi legislasi. Manfaat dimaksud, lanjutnya, antara lain dalam rangka mendapatkan masukan untuk pembahasan RUU. Kunker biasanya dilakukan sepanjang DPR masa reses.

 

“Pimpinan berpendapat bahwa kunker ini masih dibenarkan, tapi harus sesuai dengan urgensi dan kemanfaatan, dengan terlebih dahulu memenuhi berbagai persyaratan dan disosialisasikan kepada publik,” paparnya.

 

Diakui Marzuki, kunker ke luar negeri memang kerap dikritik masyarakat, kalangan LSM, dan beberapa pihak, termasuk Djoko Susilo, Duta Besar Indonesia untuk Swiss yang juga mantan anggota Dewan. DPR, katanya, menghargai segala kritikan selama itu dilakukan secara proporsional dan didasarkan pada argumentasi yang jelas.

 

Anggota DPR Akbar Faisal mengakui kunker ke luar negeri memang ada yang bermanfaat, tetapi ada pula yang tidak. Menceritakan pengalaman pribadinya, Akbar mengaku baru saja pulang dari India untuk studi banding tentang kartu identitas elektronik. Selama di sana, politisi Partai Hanura ini mengaku memiliki agenda yang padat.

 

“Kami kerja lima hari. setidaknya ada empat pertemuan dalam sehari. Tanya ke Dubes Andi Ghalib. Saya ingin kasih oleh-oleh untuk rakyat bahwa India sangat serius mengurusi kebijakan publik,” ujar Akbar. “Ini bukti bahwa kunker ada manfaatnya, walau ada juga yang nggak ada manfaat.”

 

Pernyataan Marzuki Alie dan Akbar Faisal seolah-olah menegaskan bahwa DPR menolak gagasan sebagian LSM tentang moratorium kunker luar negeri. Sekitar setahun lalu, kalangan LSM telah menyuarakan ide moratorium kunker ke luar negeri. Kegiatan itu dinilai tidak efektif dan hanya pemborosan uang negara.

 

Agenda perbaikan

Dengan tuntutan yang kurang lebih sama, dalam siaran persnya, tiga LSM yakni Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Indonesia Corruption Watch, dan Indonesia Budget Center mempersoalkan intensitas DPR melakukan plesiran. Bayangkan, berdasarkan catatan ketiga PSHK dkk, DPR telah melakukan 58 kunker terhitung sejak Oktober 2009 hingga Mei 2011.

 

Dari semua alat kelengkapan DPR, Komisi I yang membidangi Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi menjadi yang paling aktif mengadakan studi banding selama masa reses. Lima negara yakni Amerika Serikat, Rusia, Turki, Perancis, dan Italia telah dikunjungi Komisi yang diketuai Mahfudz Siddiq itu.

 

Dari 58 kali studi banding dimaksud atau dari 143 kali kunjungan ke luar negeri yang dilakukan oleh alat kelengkapan (tidak termasuk Badan Kerja Sama Antar Parlemen/BKSAP) pada keanggotaan DPR periode 2004-2009, kami menemukan beragam fakta yang sangat mempertaruhkan resiko keefektifitasan studi banding,” tulis PSHK dkk dalam siaran pers yang diperoleh hukumonline.

 

Berdasarkan pantauan PSHK, dari 143 kali kunjungan ke luar negeri tersebut, hanya tiga laporan yang dipublikasikan oleh Komisi III. Namun, isinya ternyata masih minim baik itu dari segi format ataupun materi laporan. Belum lagi, beberapa laporan studi banding ternyata memiliki kemiripan dengan laporan lainnya.

 

Temuan studi banding juga ternyata tidak diolah dan didesain untuk mampu menjawab kebutuhan data dan informasi terkait pembahasan suatu RUU,” kritik PSHK dkk, masih dalam siaran pers.

 

Atas kelemahan-kelemahan itu, PSHK dkk merekomendasikan moratorium kegagalan studi banding. Atau dengan kata lain mengurangi secara signifikan resiko ketidakefektifan studi banding. Menurut PSHK dkk, kunker ataupun studi banding perlu didasari dengan perencanaan serta pertanggungjawaban yang jelas. Terkait perencanaan, misalnya, PSHK dkk menyoroti kebiasaan DPR melakukan kunker ke luar negeri justru di saat pembahasan RUU mendekati akhir, bukan di awal atau setidaknya saat penyusunan naskah akademis.

 

Kami mendesak agar aspek perencanaan dan pertanggungjawaban menjadi agenda prioritas, bukan sekedar memangkas anggaran studi banding,” usul PSHK dkk dalam siaran pers.

 

Aliran kritik tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri, walaupun masih warga negara Indonesia. Para pelajar Indonesia di luar negeri yang tergabung dalam organisasi Persatuan Pelajar Indonesia (PPI), mengkritik aspek perencanaan studi banding DPR ke luar negeri. Menurut pengamatan PPI, kunker DPR seringkali tidak tepat sasaran, baik itu dari segi negara tujuan atau segi waktu.

 

Tags: