DPR Tantang Keseriusan Pemerintah Revisi UU ITE
Berita

DPR Tantang Keseriusan Pemerintah Revisi UU ITE

Masyarakat pun jenuh sudah dengan banyaknya penggunaan pasal-pasal pencemaran nama baik dan penghinaan dalam UU ITE. Disarankan agar usul inisiatif Revisi UU ITE berasal dari pemerintah karena tim di pemerintah jauh lebih mumpuni ketimbang di DPR.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Anggota Badan Legislasi (Baleg) Almuzzammil Yusuf menilai, usulan presiden merevisi UU ITE amatlah tepat. Masyarakat pun diminta menunggu tindak lanjut keseriusan pemerintah terkait dengan perubahan UU ITE. Dia menyarankan agal usul inisiatif Revisi UU (RUU) ITE berasal dari pemerintah. Sebab, tim di pemerintah jauh lebih mumpuni ketimbang di DPR.

Dia membandingkan dengan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menggunakan metode omnibus law dengan materi muatan yang sedemikian berat mampu disusun pemerintah. Apalagi UU ITE yang hanya pasal per pasal, pemerintah jauh lebih cepat merumuskannya. Baginya, pihak Kepolisian dan Kejaksaan pun bakal membantu perumusan rumusan RUU Perubahan ITE. Sebab, Kepolisian dan Kejaksaan amat paham persoalan pasal karet dalam UU ITE yang selama ini kerap digunakan untuk mengancam kebebasan berpendapat terhadap masyarakat sipil.

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Saleh Partaonan Daulay menilai urgensi perubahan UU ITE amatlah dirasakan semua fraksi partai yang ada di DPR. Makanya, ketika usulan Presiden merevisi UU ITE bakal disambut positif oleh seluruh fraksi partai di DPR tentunya. Kendati demikian, setidaknya terdapat beberapa pon yang perlu diperhatikan.

Pertama, perubahan tersebut harus disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan teknologi informasi yang amat cepat, seperti perkembangan media sosial. “Namun, tetap hati-hati agar tidak ada pasal-pasal karet lain yang mudah menjerat seperti sebelumnya,” ujarnya.

Kedua, revisi UU ITE harus diarahkan pada pengaturan pengelolaan teknologi informasi, bukan penekanan pada upaya pemidanaan. Dia menilai berkenaan dengan aturan pidana, sebaiknya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan begitu, nantinya penerapan atau implementasi UU ITE menjadi lebih mudah dan tidak tumpang tindih.

Anggota Komisi I DPR yang membidangi komunikasi dan informasi, Christina Aryani menambahkan, banyaknya masukan dari publik terkait urgensi revisi pasal-pasal karet dalam UU ITE . Namun, bila terdapat pedoman resmi terkait interpretasi pasal UU ITE bagi kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan serta dapat mengeliminir tindakan saling lapor, revisi UU ITE belum diperlukan. “Tapi, jika ternyata implementasi di lapangan masih tidak sesuai dengan harapan, revisi UU ITE menjadi satu-satunya jalan keluar,” katanya.

Tags:

Berita Terkait