DPR Tak Boleh Abaikan Penyelesaian RUU Prolegnas
Berita

DPR Tak Boleh Abaikan Penyelesaian RUU Prolegnas

Jangan larut dengan isu hukum yang menjerat Setya Novanto. DPR mesti berjuang keras di tahun berikutnya dalam menyelesaikan Prolegnas prioritas tahunan demi menjaga citra lembaga.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES

Kasus yang menimpa Ketua DPR Setya Novanto diharapkan tidak mengganggu kinerja legislasi DPR. Hal itu diungkapkan oleh Anggota Komisi I DPR, Ida Fauziyah. Menurut Ida, cara mengembalikan citra baik lembaga DPR adalah dengan meningkatkan kinerja legislasi lembaga tersebut dengan menyelesaikan pembahasan RUU yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

 

“Kita harus menyelesaikan Program Legislasi Nasional kita. Tugas-tugas DPR kita selesaikan dengan baik,” katanya di Komplek Parlemen, Selasa (21/11).

 

Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) itu berharap adanya proses lanjutan pergantian posisi Setya Novanto di pimpinan DPR. Pergantian jabatan ini harus dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Alasannya agar pengambilan keputusan di tingkat pimpinan dapat dilakukan secara kolektif kolegial.

 

“Selebihnya harus diproses sesuai dengan aturan Mahkamah Kehormatan Dewan,” ujar Ida.

 

Sebagai catatan, DPR masih menyisakan sejumlah RUU dalam daftar Prolegnas Prioritas 2017. Misalnya 7 RUU yang masuk tahap pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan. Yakni, RUU tentang Perubahan atas UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, RUU tentang Perubahan atas UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, RUU tentang Perkelapasawitan, RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, RUU tentang Perubahan atas UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, RUU tentang Kebidanan, dan RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat.

 

Sementara RUU yang sudah masuk dalam tahap pembahasan diharapkan dapat segera rampung. Antara lain, Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol dan RUU tentang Perubahan atas UU No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

 

Baca Juga:

(Baca juga: DPR Bakal Kebut Pembahasan RUU Prioritas Prolegnas 2017)

(Baca juga: Begini Kendala Pembahasan RUU Prolegnas 2017)

(Baca juga: Baleg Sepakati 49 RUU Prolegnas 2017, Ini Daftarnya)

 

Terpisah, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius mengatakan, desakan agar Setya Novanto segera diberhentikan melalui mekanisme Mahkamah Kehormatan Dewan dapat segera dipercepat. Sebab kasus yang menimpa Ketua Umum Partai Golkar itu dapat berpengaruh terhadap kinerja DPR di bidang legislasi. 

 

Lucius menilai, dalam kurun waktu tiga tahun masa kerja yang sudah dilalui DPR, rencana legislasi terlalu berlebihan. Alasannya karena target Prolegnas prioritas tahunan tak pernah tercapai. “Mereka selalu gagal membuktikan hasil yang dicapai mendekati target yang direncanakan,” ujarnya.

 

Tahun pertama DPR, lanjut Lucius, dewan hanya mampu menyelesaikan tiga RUU prioritas. Ketiganya adalah RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (rampung pada 5 Desember 2014), RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU (rampung pada 17 Februari 2015),  dan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU (rampung pada 17 Februari 2015).

 

Sedangkan di tahun kedua hanya mampu menyelesaikan 11 RUU prioritas menjadi UU.  Yakni, RUU tentang Penjaminan, RUU tentang Tapera, RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, RUU tentang Penyandang Disabilitas (disahkan pada 17 Maret 2016), RUU tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.

 

Kemudian, RUU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, RUU tentang Pengampunan Pajak, RUU tentang Paten, RUU tentang Perubahan atas  UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), RUU tentang Merek dan Indikasi Geografis, dan  RUU tentang Jasa Konstruksi.

 

Sedangkan di tahun ke tiga hingga November 2017 hanya mampu menyelesaikan empat RUU hingga disahkan menjadi UU. Keempat RUU tersebut adalah RUU Perbukuan, RUU tentang Pemajuan Kebudayaan, RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu dan RUU tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

 

Tiga tahun pertama kinerja legislasi DPR:

Tahun I

  1. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (rampung pada 5 Desember 2014)
  2. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU (rampung pada 17 Februari 2015)
  3. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU (rampung pada 17 Februari 2015).

Tahun II

  1. RUU tentang Penjaminan
  2. RUU tentang Tapera
  3. RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam
  4. RUU tentang Penyandang Disabilitas (disahkan pada 17 Maret 2016)
  5. RUU tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
  6. RUU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
  7. RUU tentang Pengampunan Pajak
  8. RUU tentang Paten
  9. RUU tentang Perubahan atas  UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
  10. RUU tentang Merek dan Indikasi Geografis
  11. RUU tentang Jasa Konstruksi.

Tahun III

  1. RUU Perbukuan
  2. RUU tentang Pemajuan Kebudayaan
  3. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu
  4. RUU tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI)

 

Ia berharap, DPR berjuang keras di tahun berikutnya dalam menyelesaikan Prolegnas prioritas tahunan. Selain itu, DPR juga dituntut fokus dengan kerja-kerja legislasi demi memastikan citra DPR menjadi lebih baik bagi periode 2014-2019. Lucius mengingatkan, jangan sampai kasus yang dialami salah satu anggota dewan malah merusak fungsi legislasi DPR secara keseluruhan.

 

“Kasus yang dialami Novanto sudah bukan baru kali ini mampu mengacaukan fokus kerja DPR dari pelaksanaan fungsi utama mereka khususnya di bidang legislasi. Dalam 3 tahun perjalanan DPR 2014-2019, dominasi isu yang paling menyedot perhatian dewan justru hal-hal terkait Setya Novanto dan sepak terjangnya,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait