DPR Siap Revisi UU Perbankan
Berita

DPR Siap Revisi UU Perbankan

Agar bank lokal bisa setara dengan bank asing.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Komisi XI DPR menyatakan siap merevisi Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Foto: SGP
Komisi XI DPR menyatakan siap merevisi Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Foto: SGP

Komisi XI DPR menyatakan siap merevisi Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan terkait keinginan pemerintah agar bank-bank lokal bisa mendapatkan perlakuan yang setara dengan bank asing (resiprokal). Pemerintah diminta membentuk tim khusus untuk mewujudkan keinginan tersebut.

 

Anggota Komisi XI Maruarar Sirait meminta pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan industri perbankan nasional untuk duduk bersama guna membahas azas resiprokal. Dia berharap, dari pertemuan tersebut terbentuk tim khusus untuk menyiapkan strategi bagi perbankan nasional untuk bertarung dengan bank-bank asing. “Tim khusus itu terdiri dari DPR, perbankan, lawyer, dan BI,” katanya, Kamis (6/10).

 

Manurut Maruarar, sikap BI selama ini tidak tegas. Hal itu menunjukkan bank sentral tidak bisa memperjuangkan aspirasi bank-bank lokal. Apalagi, tuntutan adanya kesetaraan antara bank lokal dengan bank asing telah berlangsung sejak lama. Bila kuncinya adalah mengubah Peraturan Bank Indonesia (PBI) atau Undang-undang tentang Perbankan, ia menyatakan Komisi XI siap membantu.

 

“PBI soal resiprokal harus dibentuk, jika pemerintah perlu revisi UU Perbankan ya dilakukan,” ujarnya.

 

Seperti diketahui, wacana pembatasan kepemilikan asing kembali mencuat setelah para bankir lokal mengeluhkan sulitnya membuka cabang di luar negeri akibat ketiadaan azas kesetaraan dengan bank asing yang membuka cabang di Indonesia. Ketua Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) Gatot M Suwondo sempat meminta DPR dan BI menerbitkan aturan yang bersifat resiprokal antara bank asing yang ingin beroperasi di Indonesia dengan bank Indonesia yang ingin ekspansi ke luar negeri.

 

Keluhan itu sampai ke telinga Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Dia juga meminta BI dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mendorong perbankan agar mengurangi kepemilikan asing. Menurutnya, posisi industri perbankan nasional berbanding terbalik dengan keadaan di negara tetangga.

 

Dikatakan Agus, industri perbankan Indonesia cukup terbuka bila dibanding negara-negara Asia lainnya. Selain membuka cabang, asing juga bisa dengan bebas membeli saham bank-bank di dalam negeri. Ironisnya, ada beberapa aturan yang harus dipatuhi bank nasional jika ingin membuka cabang di luar negeri. Salah satunya, sistem multiple licenses atau tidak langsung menjadi lisensi penuh dan larangan membuka cabang selain di ibukota negara.

 

Untuk melindungi industri perbankan dalam negeri, Menkeu menilai kepemilikan saham harus didorong lebih kepada publik agar mudah diawasi. “Di Indonesia, begitu mereka masuk langsung bisa buka di Jakarta, Medan, Surabaya, dan dimana saja. Tapi di negara mereka, bank asal Indonesia kesulitan untuk membuka cabangnya,” tutur mantan Dirut Bank Mandiri ini.

 

Bank Indonesia sendiri masih melakukan kajian mengenai pembatasan kepemilikan asing di bank-bank Indonesia. Gubernur BI Darmin Nasution menegaskan, pembatasan saham mayoritas bank akan diarahkan untuk jangka panjang. Bank sentral meyakini kebijakan tersebut tidak menimbulkan ketidakpastian bagi investor asing yang akan mengakuisisi bank lokal.

 

Menurut Darmin, dibutuhkan kebijakan jangka panjang mengenai pembatasan kepemilikan asing di bank lokal. Hal ini, katanya, agar tidak menimbulkan ketidakpastian bagi para investor asing yang ingin menanamkan modalnya di bank nasional. Artinya, BI tetap akan memberikan izin bagi bank-bank asing yang akan melakukan akuisisi bank lokal pada tahun ini.

 

Kepemilikan mayoritas investor asing di perbankan domestik diatur dalam UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengizinkan kepemilikan asing pada bank lokal hingga 99 persen. Hal ini diperjelas dalam Pasal 3 PP No 29 Tahun 2009 tentang Pembelian Saham Bank Umum. Kebijakan ini lahir saat Indonesia terjebak krisis akibat kesepakatan letter of intent (LoI) dengan Lembaga Moneter Internasional (IMF).

 

Sementara itu, Direktur Utama BNI Gatot Suwondo mengapresiasi saran Komisi XI yang diutarakan Maruarar. Menurutnya, azas resiprokal perlu didukung. "Kita itu kesusahan buka cabang di luar negeri. Kita minta agar bank lokal diperlakukan seadil-adilnya,” tandasnya.

Tags: