DPR Sesuaikan RUU Minuman Beralkohol dengan Investasi
Berita

DPR Sesuaikan RUU Minuman Beralkohol dengan Investasi

Sebagai sikap DPR terkait diterbitkannya paket kebijakan ekonomi yang menderegulasi sejumlah peraturan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi dampak minuman beralkohol. Foto: RES
Ilustrasi dampak minuman beralkohol. Foto: RES

[Versi Bahasa Inggris]

Presiden Joko Widodo telah menerbitkan paket kebijakan ekonomi, yang menderegulasi sejumlah peraturan. Menyikapi hal tersebut, DPR bakal melakukan berbagai penyesuaian. Antara lain terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengendalian Minuman beralkohol (Minol). Penyesuaian tersebut bertujuan untuk mempertahankan minat investasi dan keberlangsungan usaha di sektor tersebut.

“Yang jelas kami akan lakukan penyesuaian, karena regulasi itu harus dinamis. Jangan sampai ini memperburuk iklim investasi dan mematikan industri minuman di Tanah Air. Tidak bisa memaksakan pelarangan sepenuhnya,” ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Firman Subagyo di Gedung DPR, Kamis (17/9).

Dikatakan Firman, aturan terkait perdagangan Minol menjadi bagian aturan di sektor perdagangan yang masuk dalam paket deregulasi. DPR pun mesti melakukan penyesuaian. Sehingga, lanjutnya, RUU yang sedang digarap DPR tidak bertentangan dengan kebijakan ekonomi pemerintah.

Seperti diketahui, Permendag No.6/M-DAG/PER/1/2015 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Perizinan Minuman Beralkohol rencananya akan direvisi.

Anggota Komisi IV menuturkan jenis-jenis Minol yang dilarang dalam draf RUU. Antara lain, golongan A dengan kadar etanol lebih dari 1% hingga 5%, golongan B dengan kadar melebihi 5% hingga 20%. Sedangkan golongan C dengan kadar lebih dari 20% hingga 55%, minuman beralkohol tradisional dengan berbagai jenis nama, serta minuman beralkohol racikan.

Pasal 8 ayat 1 draf RUU tersebut menyebutkan, “Bahwa diatur pengecualian penggunaan minuman alkohol untuk kepentingan terbatas. Adapun kategori kepentingan terbatas akan diatur dalam peraturan pemerintah”.

Politisi Partai Golkar itu berpandangan, draf tersebut memang sangat merugikan industri. Selain itu, adanya regulasi yang melarang penuh produksi dan peredaran minuman beralkohol akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada akhirnya mengganggu iklim investasi.

“Investor akan ragu, dan risikonya akan ada krisis investasi karena ketidakpastian itu. Nanti akan bahas lebih lanjut bersama pemerintah,” katanya.

Anggota Komisi IX Okky Asokawati mengatakan, rencana peraturan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri tentang Juknis Pelaksanaan Pengendalian, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A harus dipastikan tidak bertentangan dengan aturan di atasnya. Yakni, Peraturan Menteri Perdagangan No. 6 Tahun 2015 terkait dengan perlindungan terhadap konsumen dan menjaga kesehatan dan keamanan masyarakat.

Ia berpandangan, rencana perubahan peraturan tersebut mesti ditolak sepanjang melonggarkan peredaran alkohol golongan A di daerah dengan menyerahkan kewenangan kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Menurutnya, penyerahan kewenangan ke Pemda terkait peredaran minuman beralkohol justru akan menghambat efektivitas pelaksanaan Pemendag 6/2015.

“Karena dalam praktiknya tidak sedikit Perda yang bertentangan dengan peraturan di atasnya,” ujarnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu lebih lanjut mengatakan, rencana relaksasi peraturan Dirjen tersebut masuk dalam daftar kebijakan dideregulasi sebagai implementasi paket kebijakan ekonomi pemerintah dipandang kurang tepat. Menurutnya, semangat pemulihan ekonomi semestinya tidak membuka potensi negatif terhadap masyarakat. 

“Banyak cara yang minim risiko ketimbang menderegulasi Perdirjen tersebut yang terkait dengan pengendalian minuman beralkohol,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait