DPR Nilai Polemik Utang ke IMF Sudah Clear
Berita

DPR Nilai Polemik Utang ke IMF Sudah Clear

Pernyataan Menteri Keuangan telah meluruskan silang pendapat ini. Persoalan tersebut muncul lantaran kurangnya pemahaman dalam membaca data mengenai special drawing right yang menjadi standar acuan IMF.

FAT
Bacaan 2 Menit
Anggota DPR M Misbakhun. Foto: Hol/SGP
Anggota DPR M Misbakhun. Foto: Hol/SGP
Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun menilai, pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai masih berhutangnya Indonesia ke Dana Moneter Internasional atau IMF sudah diluruskan oleh pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Menurutnya, polemik tersebut muncul lantaran kurangnya pemahaman dalam membaca data mengenai special drawing right (SDR) yang menjadi acuan IMF selama ini.

“Kalau menurut saya ini hanya masalah kekurangpahaman dalam membaca data soal SDR yang menjadi standar acuan oleh IMF,” kata politisi dari Partai Golkar ini, Rabu (29/4).

Menurutnya, SDR merupakan merupakan aset cadangan internasional dari negara-negara anggota IMF. Dana SDR ini bisa dimanfaatkan untuk memperkuat cadangan devisa suatu negara anggota iMF. SDR ini diciptakan IMF sejak lama, yakni sejak tahun 1969.

“Di mana tidak semua orang mengerti dan paham soal hal tersebut sehingga ketika ada komitmen soal tersebut dianggap sebagai utang,” katanya.

Ia mengatakan, Menteri Keuangan Bambang yang menyatakan bahwa dana tersebut bukan utang tapi dana SDR merupakan pernyataan yang benar. Atas dasar itu, polemik pernyataan Presiden Jokowi harusnya sudah tidak usah diributkan lagi. Bahkan, Presiden Jokowi tidak usah memberikan pernyataan lagi mengenai persoalan itu lantaran sudah diluruskan oleh Menteri Keuangan Bambang.

“Tidak perlu pernyataan presiden lagi untuk menjelaskan hal tersebut karena jawaban Menteri Keuangan sudah cukup jelas dan tuntas,” kata Misbakhun.

Anggota Komisi I DPR dari PDI Perjuangan TB Hasanudin prihatin dengan adanya polemik ini. Ia mengatakan, utang Indonesia kepada IMF tersebut sudah mulai dilunasi sejak zaman Megawati Soekarnoputri menjadi presiden. Dan akhirnya, pelunasan tersebut terjadi saat Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai presiden tahun 2006 lalu.

Ia menduga, pernyataan Presiden Jokowi itu disebabkan ada pihak yang salah memberi data. Khususnya dari orang-orang yang dekat dengan lingkaran Istana Negara. “Kasihan presiden berulang kali diberi data sampah yang menyesatkan rakyat,” kata TB Hasanudin.

Terkait penyesatan pemberian informasi ini, TB Hasanudin menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi apakah akan menghukum orang yang memberi data salah satau tidak. Hal tersebut dikarenakan Presiden Jokowi memiliki hak prerogatif dalam mengambil sikapnya.

“Soal tindakan yang harus diambil Presiden Jokowi, kita serahkan saja kepada Presiden yang punya hak prerogatif mau diapakan. Apakah hak itu mau dipakai atau sudah nyaman dengan situasi seperti sekarang ini,” tutur TB Hasanudin.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang mengatakan bahwa yang memiliki kewajiban ke IMF sebesar AS$2,8 miliar bukanlah pemerintah, melainkan Bank Indonesia (BI). Menurutnya, dana tersebut diperuntukkan untuk mengelola cadangan devisa yang berupa SDR.

Pinjaman tersebut bersifat standby loan, yang berarti sewaktu-waktu bisa digunakan. Namun, sejak memperoleh fasilitas itu tahun 2009 silam, hingga kini dana pinjaman tersbeut belum pernah digunakan oleh BI. Menurutnya, alokasi dana SDR ini berlaku untuk seluruh negara anggota IMF.
Tags:

Berita Terkait