DPR Ngotot Lanjutkan Bahas RUU P2H
Berita

DPR Ngotot Lanjutkan Bahas RUU P2H

Komnas HAM tak menyetujui pembahasan dilanjutkan.

RFQ
Bacaan 2 Menit

Panja, kata Rosyid memberikan waktu dua hari ke depan. Pasalnya, Rabu (10/4) Panja akan melakukan pembahasan secara komprehensif dengan pemerintah.

Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Darori Wonodipura menegaskan lemahnya UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan berdampak pada pelaku kejahatan pengrusakan hutan kerap lolos dari jeratan hukum. Karena itu, dengan RUU P2H justru memberikan hukuman cukup tinggi terhadap pelaku kejahatan pengrusakan hutan. Ia menyerahkan kepada DPR untuk segera melanjutkan RUU tersebut.

Soal kekhawatiran KPK akan sulit masuk jika terdapat kasus korupsi dalam kejahatan hutan, Darori menampiknya. Menurutnya, jika terdapat kasus korupsi, maka akan diserahkan ke KPK.

Koordinator Program Pembaharuan Hukum dan Resolusi Konflik HuMa, Siti Rakhma Mary menyadari pemberantasan pengrusakan hutan menjadi hal penting untuk menjaga kelestarian hutan. Jika alasannya UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tak maksimal, solusinya merevisi regulasi tersebut. “Bukan sebaliknya membuat RUU P2H.”

Rakhma lalu mencontohkan salah satu kelemahan dalam RUU P2H. Tentang kata ‘terorgainisir’ dalam RUU P2H dapat dijadikan multitafsir. Misalnya, ketika dua orang atau lebih masyarakat adat bepergian ke hutan untuk mengambil kayu berdiameter 10 cm bisa dikategorikan kejahatan terorganisir. “Sehingga RUU ini rawan mengkriminalisasi masyarakat adat.”

Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga menambahkan, RUU P2H sejatinya menjadi instrumen pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin hak asasi dan memberikan rasa amanpada rakyat. Komnas HAM merekomendasikan agar rumusan rancangan regulasi itu menganut prinsip pemajuan dan penegakan hak asasi dari masyarakat yang hidup dalam kawasan hutan. Karena pertimbangan itu, Komnas HAM meminta DPR menunda pengesahan RUU P2H hingga adanya perbaikan terhadap naskah RUU P2H secara menyeluruh.

“Komnas HAM meminta DPR untuk mempertimbangkan pembaruan tata kelola hutan di Indonesia secara menyeluruh dengan pendekatan yang komprehensif termasuk pemberantasan hutan melalui penyempurnaan UU kehutanan,” ujarnya.

Anggota Panja RUU P2H, Ian Siagian mengamini pendapat Rakhma dan Sandra. Menurutnya, koalisi menginginkan penyempurnaan RUU P2H agar tak gugur jika dilakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta agar Panja mempertimbangkan keinginan koalisi. Namun begitu, ia meminta koalisi memberikan masukan secara tertulis secara komprehensif. “Apa salahnya kita akomodir,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai batas waktu dua hari agar masyarakat segera memberikan masukan ke Panja atau ke sejumlah fraksi hal yang tak masuk akal. Menurutnya, DPR memaksakan kehendaknya tanpa melihat dampak dari isi RUU yang dianggap bermasalah pada sejumlah pasal.

Koalisi Masyarakat Sipil, tegas Emerson tetap menolak RUU P2H. Namun jika DPR tetap bersikukuh melanjutkan pembahasan hingga pengesahan, Koalisi Masyarakat Sipil akan menempuh jalur hukum dengan mengajukan uji materi ke MK. “Kalau tetap diketok, sampai ketemu di MK. Teman-teman DPR ini berpikir sesat kalau dua hari harus memberikan masukan,” ujarnya kesal usai pertemuan.

Tags:

Berita Terkait