DPR Minta Presiden Bentuk Pengadilan HAM Adhoc
Berita

DPR Minta Presiden Bentuk Pengadilan HAM Adhoc

Selain pembentukan Pengadilan HAM adhoc, DPR juga meminta presiden dan seluruh institusi di bawahnya untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang masih hilang.

Fat
Bacaan 2 Menit

 

Hal serupa juga dikatakan Koordinator Kontras Usman Hamid. Menurutnya, pembentukan Pengadlan HAM adhoc, bisa dijadikan acuan bahwa penyidikan terhadap kasus penghilangan orang ini dapat segera dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Tapi sebelumnya presiden harus mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) terkait pembentukan pengadilan HAM adhoc tersebut, katanya.

 

Pasal 43, UU Pengadilan HAM

(1).Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.

(2).  Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.

(3).  Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada di lingkungan Peradilan Umum.

 

Selain itu, institusi di bawah presiden seperti Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Badan Intelijen Negara, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia diharapkan bisa membantu mencari korban yang masih hilang. Sementara, rehabilitasi dan pemberian kompensasi bagi keluarga korban bisa langsung dilakukan oleh presiden.

 

Model perbantuan seperti ini, bisa dilakukan presiden dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres). Sedangkan untuk ratifikasi konvensi Anti Penghilangan Paksa yang ditawarkan DPR dibentuk dengan undang-undang, ujarnya.

 

Salah satu orang tua yang anaknya menjadi korban hilang juga mengapresiasi rekomendasi dari DPR. Payan Siahaan misalnya, orang tua dari Ucok Munandar Siahaan yang dinyatakan hilang pada Mei 1998, optimis perkara yang menimpa anaknya akan selesai apabila Pengadilan HAM adhoc sudah terbentuk. kalau sudah meninggal dimana makamnya, tapi jika masih hidup dimana keberadaannya sekarang, ujarnya.

 

Payan mengenang kembali kejadian naas yang menimpa anaknya. Pada 13 Mei 1998 saat kerusuhan terjadi, Ucok dijemput oleh dua orang yang tidak dikenal di tempat kosnya di daerah Ciputat. 

 

Sehari sebelum dijemput, anak saya menelepon ke rumah dan diangkat oleh isteri saya untuk mengabarkan bahwa dirinya tidak pulang karena kondisi di Jakarta saat itu masih rusuh. Mudah-mudahan setelah adanya rekomendasi (DPR) ini memperjelas semua yang masih buram hingga kini, tutur Payan lirih.

Tags: