DPR Minta Pemerintah Segera Sodorkan Draf Revisi UU Narkotika
Berita

DPR Minta Pemerintah Segera Sodorkan Draf Revisi UU Narkotika

UU No. 35 Tahun 2009 sebenarnya sudah mengatur banyak hal terkait mulai pencegahan hingga penindakan terhadap korban dan pelaku peredaran narkoba. Hanya saja, pemerintah belum memiliki strategi efektif penanganan masalah dari hulu hingga hilir.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pengguna narkotika. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pengguna narkotika. Ilustrator: BAS

Indonesia sepertinya masih menjadi “surga” bagi pemasok narkotika dari negara luar setelah beberapa pekan terakhir, Badan Narkotika Nasional mengamankan berton-ton barang haram itu. Beberapa penyelundupan narkotika itu menjadikan Indonesia sebagai negara darurat narkoba. Sementara peraturan perundang-undangan yang ada dinilai belum optimal memberi efek jera terhadap pelaku. Karena itu, muncul desakan agar UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Psikotropika segera direvisi.  

 

Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta Badan Legislasi (Baleg) agar mendorong pemerintah sebagai inisiator, dapat segera menyusun dan menyerahkan draf revisi UU No. 35 Tahun 2009 itu. Dia khawatir apabila UU Narkotika tidak segera direvisi semakin banyak terjadi penyelundupan narkotika dari negara luar. Teranyar, terjadi penyelundupan narkotika seberat 3 ton di perairan Batam, Kepulauan Riau pekan lalu.

 

Bahkan, kata Bambang, bila diperlukan setelah berkonsultasi dengan pemerintah, Baleg dapat memulai pembahasan revisi UU No. 35 Tahun 2009 sebagai usul inisiatif pemerintah. Baleg dapat mulai mengkaji beberapa ketentuan penting dalam UU No. 35 Tahun 2009 yang perlu direvisi. Misalnya, percepatan eksekusi mati bandar narkotika, ketentuan perlunya pengguna narkotika untuk direhabilitasi dan tidak dijadikan sebagai alat untuk memeras korban.

 

Meminta Badan Legislasi DPR mendorong Pemerintah segera menyusun draf revisi UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan usul inisiatif pemerintah,” ujarnya di Komplek Parlemen, Selasa (6/3/2018). Baca Juga: BNN Sita Aset Rp39 Miliar dari 2 Kasus TPPU Narkotika

 

Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas mengaku sudah meminta pemerintah agar bergerak cepat dalam menyusun dan mengajukan draf beserta naskah akademik revisi UU 35 Tahun 2009 ke Baleg. Seperti diketahui, Revisi UU 35 Tahun 2009 memang sudah masuk dalam daftar Prolegnas 2018. Revisi UU No. 35 Tahun 2009 masuk dalam daftar urut nomor 43 usul inisiatif pemerintah. “(Tetapi) Sampai hari ini, pemerintah belum mengajukan drafnya ke DPR,” kata dia.

 

Lantaran lamban, Baleg DPR sempat terpikir untuk mengambil alih penyusunan draf revisi UU tentang Narkotika dan Psikotropika, sehingga revisi UU 35 Tahun 2009 menjadi usul inisiatif DPR. Bila menjadi usul inisiatif DPR bakal lebih cepat diproses di Baleg. Bila pemerintah tak kunjung menyodorkan draf dan naskah akademik, maka Baleg bakal mengambil alih penyusunan draf dan naskah akademik.

 

“(Tentunya) dengan terlebih dahulu menggelar rapat dengan pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM untuk meminta pengambilalihan usul inisiatif revisi UU 35 Tahun 2009,” lanjutnya.  

 

Politisi Partai Gerindra itu mengungkapkan data yang masuk menunjukkan angka 6 juta orang terindikasi penyalahgunaan obat terlarang. Itu sebab revisi UU 35 Tahun 2009 amat mendesak dilakukan.

 

Anggota Komisi II DPR, Hendry Yosodiningrat meminta pemerintah sesegera mungkin mengirim perwakilannya untuk segera rapat dengan Baleg agar dapat menjelaskan alasan lambannya pengiriman draf beserta naskah akademik revisi UU 35 Tahun 2009. Sebaliknya, bila tak juga menyodorkan draf dan naskah akademik, Presiden Joko Widodo diminta menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

 

Baginya, daruratnya negara dari narkoba mengharuskan pemerintah bergerak cepat mengatasi peredaran narkoba. Wilayah pedesaan di Indonesia pun tak luput dari peredaran narkoba. Menurutnya, peredaran dan penyalahgunaan narkoba sudah semakin masif dan tak terbendung. “Setiap hari sedikitnya sebanyak 50 orang meninggal dunia dari penyalahgunaan narkoba,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

 

Pria yang juga menjabat Ketua Umum Gerakan Anti Narkotika (Granat) itu menambahkan terdapat jutaan warga Indonesia yang mengalami ketergantungan dan menyalahgunakan obat. Kondisi itu menunjukan Indonesia sudah dalam kondisi daruat narkoba. Terlebih, negara Tiongkok sudah menyuplai narkoba tak lagi dalam jumlah kilogram, namun ton-an.

 

Strategi hulu hilir

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan UU No. 35 Tahun 2009 sebenarnya sudah mengatur banyak hal terkait dengan pencegahan hingga penindakan terhadap pelaku peredaran narkoba. Hanya saja, pemerintah belum memiliki strategi efektif penanganan masalah dari hulu hingga hilir. “Kita itu tidak punya strategi (mengatasi peredaran narkoba) dari hulu ke hilir,” ujarnya.

 

Baginya, kekuatan kepemimpinan seorang kepala negara pun menjadi faktor penting. Dia mencontohkan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte memiliki kemauan keras memberantas peredaran narkoba di negaranya. “Indonesia semestinya dapat mencontoh Filipina. Ketiadaan strong leadership, maka peredaran narkoba bakal terus masuk.”

 

Dia menilai narkoba yang masuk dalam jumlah ton-an seperti halnya bom nuklir yang sedang menghantam rakyat Indonesia. Bagi Fahri, strategi sederhana yang dapat dilakukan pemerintah me-warning dan perang terhadap narkoba. “Karena ini serangannya kepada keluarga, kepada anak-anak yang dijajanin permen. Diracunin dari kecil. Sementara sense masyarakat kita untuk mengawasi kelakuan anaknya kan lemah,” kata dia.

 

Menurutnya, strategi memperkuat ketahanan keluarga menjadi awal dalam menangkal (mencegah) penggunaan dan penyalahgunaan narkoba. Bila tetap terjadi penyalahgunaan narkoba, maka penggunanya pun direhabilitasi ke rumah sakit dan diurus oleh keluarganya. Kemudian, terhadap pengedar narkoba mesti mendekam di balik jeruji besi. Sedangkan distributor dan produsen narkoba mesti diganjar hukuman mati.

 

“Hukum matinya harus kelihatan dihukum mati. Ini enggak, hukum mati, satu dua orang saja bisa nego. Hukum paling enggak kelihatan. Ini kelihatan satu ton, dua ton tiap hari, enggak ada yang dihukum mati,” sesalnya.

Tags:

Berita Terkait