DPR Minta Pembahasan RUU Pertanahan Libatkan Kementerian Terkait
Berita

DPR Minta Pembahasan RUU Pertanahan Libatkan Kementerian Terkait

Karena beragam persoalan pertanahan terkait kewenangan kementerian atau lembaga lain.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Anggota Komisi II DPR RI Firman Subagyo mengusulkan revisi Surat Presiden (Surpres) RI terkait pembahasan RUU Pertanahan sebagai tindak lanjut dari upaya penyelesaian pembahasan RUU Pertahanan yang menimbulkan pro-kontra. Sebab, dalam Supres RUU Pertanahan itu persoalan pertanahan hanya dibebankan pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN).

 

“Padahal melihat secara luas permasalahan pertanahan tak hanya menjadi yuridiksi Kementerian ATR/BPN,” ujar Firman saat dihubungi, Jum’at (23/8/2019).

 

Dia meminta agar pembahasan RUU Pertanahan sebaiknya melibatkan banyak kementerian atau lembaga terkait, sehingga pembahasannya melibatkan seluruh pemangku kepentingan. “Surpres tentang RUU Pertanahan sudah ada (di DPR, red), tetapi tidak melibatkan lintas kementerian terkait. Kita berharap perwakilan dari lintas kementerian ini ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo,” kata Firman.

 

Firman sepakat dengan pemikiran Presiden RI Joko Widodo untuk melibatkan semua kementerian dan lembaga terkait pada pembahasan RUU Pertanahan. Menurutnya, RUU Pertanahan juga menjadi ranah Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLKH), Kementerian Energi Sumber Daya Mineal (ESDM), Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) serta lembaga terkait.

 

“Kami setuju dengan langkah Presiden untuk melibatkan kementerian dan lembaga terkait. Kami memohon Presiden dapat mengirimkan Surpres baru yang merevisi Surpres sebelumnya," kata dia.

 

Dia khawatir bila pembahasan RUU Pertanahan dari pemerintah hanya diwakili hanya satu kementerian akan menimbulkan banyak masalah di kemudian hari. “Nanti dalam prosesnya, banyak masalah yang tidak terakomodir dan malah membuat regulasinya tumpah tindih,” ujarnya. Baca Juga: Sejumlah Catatan Kritis atas RUU Pertanahan

 

Baginya, semestinya dalam Surpres jelas menyebut nama-nama kementerian yang ditunjuk untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU Pertanahan dengan Panja RUU di DPR. “Ini agar cepat selesai dan sesuai harapan presiden agar investasi berjalan dan tidak ada hambatan lagi.”

 

Mantan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) ini menambahkan RUU Pertanahan harus menjamin kepastian hukum bagi semua pihak dalam hal pelayanan terbaik bagi masyarakat. “Menyoal keinginan beberapa pihak mendesak agar dapat disahkan sebelum masa berakhir DPR periode 2014-2019 perlu melihat situasinya,” lanjutnya.

 

Senada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyarankan Presiden untuk merevisi Surpres sesegera mungkin. Sebab, bila Presiden hanya menugaskan satu kementerian bakal menimbulkan banyak persoalan dalam pembahasan. Pemerintah semestinya melihat persoalan pertanahan dari ruang lingkup yang lebih luas.

 

“Karena faktanya konflik agraria sering terjadi di kawasan kehutanan, perkebunan, pertanian, konflik aset negara dan BUMN,” kata dia.

 

Menurutnya, UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria tidak memisahkan antara tanah di luar kawasan hutan dan tanah kawasan hutan, sehingga UU 5/1960 tidak bersifat sektoral. Namun, RUU Pertanahan cenderung mengatur otoritas Kementerian ATR/BPN. “Menjadi masalah bila hanya Kementerian ATR/BPN yang sering diajak konsultasi dan dimintakan masukan dalam pembuatan RUU Pertanahan.”

 

Dewi menilai dalam bab reforma agraria dalam RUU Pertanahan tidak mengatur otoritas/kewenangan kementerian lain. Misalnya, bagaimana sumber tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan. Persoalan tersebut, bagi Dewi, semestinya ada koordinasi dengan KLKH.

 

Demikian pula, konflik agraria pertanian, antara masyarakat dengan perusahaan yang mengantongi izin hak guna (usaha) lahan perkebunan oleh perusahaan swasta. Persoalan ini terkait Kementerian Pertanian. Menurutnya, pilihan merevisi Surpres menjadi keharusan dengan menunjuk Kementerian ATR/BPN menjadi leading sector dengan melibatkan kementerian atau lembaga terkait. Surpres revisinya harus menyebutkan lembaga lain yang dilibatkan dalam pembahasan dengan Panja DPR.

 

“Jadi koordinasi dengan kementerian terkait. Karena masalah pertanahan sudah sangat kronis,” katanya.

 

Minta satu suara

Anggota Komisi II DPR RI Sutriyono meminta pemerintah atau kementerian terkait dengan pembahasan RUU Pertanahan harus satu suara, sehingga pembahasan RUU tersebut dapat berjalan lancar dan segera selesai. "Pembahasan RUU Pertanahan tingkat II antara pemerintah dan DPR RI, ternyata ada kementerian lain yang keberatan karena merasa tidak dilibatkan. Kami kaget juga," kata Sutriyono seperti dikutip Antara.

 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan pembahasan RUU Pertanahan ini awalnya dibahas oleh DPR bersama tiga kementerian yang mewakili pemerintah yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

 

Menurut Sutriyono, ketiga kementerian itu mewakili pemerintah sesuai amanah Surpres Joko Widodo untuk membahas RUU Pertanahan. Dalam pembahasannya, RUU Pertanahan itu ternyata berkaitan kementerian lain yakni Kementerian Energi dan Sumber Data Mineral (ESDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

 

"Saya mendapat informasi, kementerian-kementerian terkait pada pembahasan RUU Pertanahan melakukan pertemuan untuk membahas pembahasan RUU Pertanahan. Saya harapkan dari pertemuan ini ada titik temu dan kesepakatan satu suara yakni suara pemerintah," ujarnya.

 

Dia menegaskan, DPR menaruh harapan pemerintah satu suara untuk menghasilkan UU Pertanahan berkualitas, karena RUU Pertanahan ini merupakan revisi dari UU Pokok Agraria tahun 1960. "RUU Pertanahan ini merupakan inisiatif DPR. Jadi kalau bisa selesai pada periode ini, akan menjadi legacy bagi DPR," katanya.

 

Sebelumnya, pada Selasa (20/8) malam, Wakil Presiden Jusuf Kalla melakukan rapat dengan menteri-menteri terkait untuk membicarakan RUU Pertanahan, yakni Mendagri Tjahjo Kumolo, Menteri ATR/BPN Sofyan Jalil, Menhan Ryamizard Ryacudu, Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri LHK Siti Nurbaya, dan Menteri KKP Susi Pudjiastuti.

 

Pada pertemuan itu Wapres Jusuf Kalla meminta setiap kementerian untuk menyusun tugasnya yang terkait dengan tanah dan lahan sambil meneliti RUU dan menjelaskan tugasnya dan kaitannya dengan pasal-pasal dalam draft RUU Pertanahan. Jusuf Kalla juga meminta Menko Perekonomian untuk mengkoordinasikan dan mensinkronkan tugas-tugas antar-kementerian dan lembaga. (ANT)

Tags:

Berita Terkait