DPR Minta BPJS Kesehatan Tetap Layani Masyarakat Sesuai Standar
Putusan MA:

DPR Minta BPJS Kesehatan Tetap Layani Masyarakat Sesuai Standar

Pasca putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran ini, BPJS Kesehatan harus meningkatkan kedisiplinan dan efisiensi dalam penggunaan anggaran.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: RES

Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah melaksanakan Putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dalam Pasal 34 Perpres No. 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya aturan kenaikan iuran BPJS yang mencapai 100 persen per 1 Januari 2020.

 

“Meminta pemerintah untuk segera melaksanakan putusan itu, karena itu amanat putusan MA yang merupakan salah satu pilar demokrasi,” ujar anggota Komisi IX Saleh Partaonan Daulay di Jakarta, Selasa (10/3/2020). Baca Juga: DPR Awasi Pelaksanaan Putusan MA Terkait Iuran BPJS Kesehatan

 

Dia menilai putusan MA sudah tepat sesuai apa yang sudah diperjuangkan semua koleganya di Komisi IX DPR. Komisi IX beberapa kali sempat “bersitegang” dengan pemerintah soal keputusan menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk pelayanan Kelas III. Meski implikasi putusan MA ini kembali ke tarif iuran sebelumnya, pihaknya meminta pemerintah dan BPJS Kesehatan agar tetap memberikan pelayanan sesuai standar sebagaimana mestinya.

 

“Meskipun kenaikan ini dibatalkan oleh MA, kita berharap nanti pemerintah bersama DPR dan seluruh komponen masyarakat lain dapat mencari solusi terbaik terkait masalah defisit dan kekurangan pembiayaan bagi penyelenggaraan BPJS kesehatan,” kata dia.

 

Menurutnya, perlu mengevaluasi sejumlah peraturan perundang-undangan terkait sistem jaminan sosial yang berlaku agar menemukan jalan keluar terbaik mengatasi sejumlah masalah membelit BPJS Kesehatan. Pemerintah pun diminta tak mencari “cara” lain untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan dan konsisten menjalani putusan MA.

 

Dia menyarankan agar MA segera memberi salinan putusan ke Presiden, Kemenkes, Kemensos, BPJS Kesehatan, dan pihak terkait. Dengan begitu, tak ada alasan bagi pemerintah dan operator menaikan kembali iuran BPJS Kesehatan. “Kadang-kadang, kalau terlambat salinannya disampaikan, pemerintah punya alasan tetap menaikkan karena belum terima putusan. Untuk menghindari itu, salinannya harus segera diberikan,” katanya.

 

Anggota Komisi IX DPR Anas Thahir menilai Putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah sesuai keinginan masyarakat. Dia memperkirakan dibatalkannya kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini jumlah peserta mandiri semakin banyak dan kedisiplinan/kesadaran membayar iuran pun meningkat. Dengan sendirinya tata kelola dan pelayanan BPJS semakin baik.

 

“BPJS Kesehatan harus meningkatkan kedisiplinan dan efisiensi dalam penggunaan anggaran,” kata Anas.

 

Dia mengingatkan pemerintah agar mencari sumber anggaran lain agar tidak lagi menaikkan iuran bagi peserta BPJS Kesehatan dengan mencari terobosan yang tidak menyalahi aturan yang berlaku.

 

Saleh Partaonan Daulay juga menyadari akibat Putusan MA ini anggaran BPJS Kesehatan dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat bakal semakin defisit. Karena itu, Pemerintah dan BPJS Kesehatan segera mencari solusinya. Misalnya, pembangunan sumber daya manusia harus menjadi prioritas pemerintah dan mengevaluasi peraturan perundangan tentang penyelenggaraan jaminan sosial kesehatan.

 

Jangan lagi kelabui masyarakat

Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Samosir selaku Pemohon, menilai putusan MA yang membatalkan Perpres No.75 Tahun 2019 merupakan angin segar di tengah proses hukum di negeri ini yang kerap mengalahkan rakyat kecil. Menurutnya, pemerintah wajib melaksanakan putusan MA agar dapat meringankan beban biaya pengeluaran masyarakat kelas bawah setiap bulannya.

 

Dia meminta pemerintah maupun BPJS Kesehatan tak lagi membuat kebijakan yang mengakali atau mengelabui masyarakat. “Jalankan putusan MA dengan sebaik-baiknya. Toh ini yang menang rakyat Indonesia,” tegasnya.

 

Sebelumnya, Majelis MA mengabulkan uji materi Perpres No. 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya aturan kenaikan iuran BPJS yang mencapai 100 persen per 1 Januari 2020. Dalam putusannya, MA membatalkan aturan kenaikan iuran BPJS seperti tercantum dalam Pasal 34 ayat (1), (2) Perpres No. 75 Tahun 2019 itu.

 

"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pencuci Darah Indonesia dan menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres No. 75 Tahun 2019 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menolak permohonan pemohon untuk selebihnya," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi Hukumonline, Senin (9/3/2020) malam.   

 

Permohonan bernomor 7P/HUM/2020 ini diputuskan oleh Majelis Hakim yang diketuai Hakim Agung Supandi beranggotakan Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi. Intinya, menurut Majelis, Pasal 34 ayat (1) dan (2) PP 75/2019 bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28H, dan Pasal 34 UUD 1945.

 

Selain itu, bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat (3) UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN); Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (UU BPJS); dan Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 171 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

 

Dengan dibatalkannya aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, berarti kembali ke tarif iuran sebelumnya seperti diatur Pasal 34 Perpres No. 82 Tahun 2018.   

 

Berikut besaran iuran peserta BPJS mandiri kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP):

Pasal 34 Perpres 75/2019

Pasal 34 Perpres 82/2018

Rp42.000,00 untuk pelayanan Kelas III

Rp25.500,00 untuk pelayanan Kelas III

RpRp110.000,00 untuk pelayanan Kelas II

Rp51.000,00 untuk pelayanan Kelas II

Rp160.000,00 untuk pelayanan Kelas I

Rp80.000,00 untuk pelayanan Kelas I

Tags:

Berita Terkait