DPR Kritisi Mekanisme Pengangkatan Penyidik KPK
Berita

DPR Kritisi Mekanisme Pengangkatan Penyidik KPK

Namun, KPK yakin pengangkatan penyelidik dan penyidik yang dilakukan KPK tetap sah karena sudah sesuai UU KPK.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua KPK lain saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senin (1/7). Foto: RES
Ketua KPK Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua KPK lain saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senin (1/7). Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggelar rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (1/7/2019) kemarin. Dalam rapat ini, Komisi III DPR mengkritisi metode pengangkatan atau pengalihan dari penyelidik menjadi penyidik dari kalangan internal KPK.   

 

Anggota Komisi III Nasir Djamil mengatakan gejolak konflik internal di KPK, seringkali dikaitkan keberadaan dualisme penyelidik dan penyidik di KPK dan Polri. Sebab, di KPK terdapat penyidik yang sudah berstatus pegawai KPK dan penyidik yang berasal dari institusi Polri.

 

“KPK semestinya dapat menyelesaikan persoalan ini menyangkut status penyidik dan penyelidik di KPK yang kerap memicu konflik internal,” kata Nasir Djamil, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (1/7) kemarin di Komplek Gedung Parlemen.

 

Bagi Nasir, bila pimpinan KPK tidak menjelaskan persoalan ini kepada mitra kerjanya (DPR), masalah ini bisa menjadi liar. Bahkan, publik bisa menilai konflik yang terjadi sedemikian tajam antara penyidik dari korps bhayangkara dengan penyidik internal KPK. Dia meminta pimpinan KPK bisa menjelaskan agar publik dapat mengetahui persoalan ini secara utuh.

 

“Kami berharap pimpinan KPK memberi penjelasan yang terang benderang. Bagaimana upaya yang sudah dilakukan KPK dalam konsolidasi internal itu,” ujarnya. Baca Juga: Ketua KPK: Ada Dua Kasus Berbeda dalam OTT Oknum Jasa

 

Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan mengatakan rotasi pegawai di tubuh KPK perlu dijelaskan secara gamblang, seperti peralihan penyelidik menjadi penyidik. Dalam praktiknya peralihan dari penyelidik menjadi penyidik dilakukan dengan mekanisme dan proses yang ketat. Menurut KUHAP penyidik merupakan polisi dan definisi penyidik dan penyelidik berbeda.

 

Arteria berpandangan mengalihkan jabatan penyelidik menjadi penyidik melalui instrumen rotasi pegawai dinilai tidak tepat. Menurutnya, seseorang yang diangkat menjadi penyidik harus sesuai ketentuan dalam KUHAP. Pasal 1 angka 1 KUHAP menyebutkan, “Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.”

 

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu melanjutkan untuk menjadi penyidik dibutuhkan seleksi khusus dan mekanisme mengalihkan penyelidik menjadi penyidik tidak bisa sembarangan. Terlebih, penyidik di tubuh KPK terdapat tingkatan eselon dan besaran gaji yang didapat.

 

“Mengangkat penyelidik menjadi penyidik tanpa adanya seleksi menjadi tidak sah. Atas dasar itu, untuk menjawab kebutuhkan tenaga penyidik, KPK harus menggelar seleksi untuk merekrut tenaga penyidik termasuk merekrut dari internal pegawai KPK,” sarannya.

 

Menanggapi persoalan ini, Ketua KPK Agus Rahardjo mengakui idealnya penyidik dari institusi penegak hukum lain (kepolisian/kejaksaan) dan diberhentikan sementara statusnya di instansi asal. Jadi, ketika menjadi penyidik KPK beralih statusnya menjadi pegawai KPK. Namun, Agus khawatir bila hal ini diterapkan, penyidik yang berasal dari lembaga lain bakal kembali ke lembaga asal.

 

Agus melanjutkan penyidik yang bekerja di KPK masih terikat dengan institusi asalnya. Misalnya penyidik Polri yang ditempatkan di KPK, namun statusnya masih menjadi anggota korps bhayangkara. Ini membuat loyalitas terhadap satu lembaga sulit diwujudkan. Bahkan, dalam menjalankan tugasnya bisa terjadi disharmoni yang berujung konflik.

 

“Makanya, apakah harus ada aturan baru (bagi penyidik). Karena mereka tidak mau berhenti sementara (dari institusi asal tempatnya bernaung),” keluhnya

 

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menambahkan, dalam UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK jelas memberi kewenangan bagi KPK untuk mengangkat penyelidik dan penyidik. Laoede merujuk pada Pasal 45 ayat (1) UU KPK yang menyebutkan, Penyidik adalah Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.”

 

Menurut Laode, sesuai UU KPK, KPKP diperbolehkan mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri. Dalam melakukan pengangkatan penyelidik dan penyidik, KPK telah membuat tata cara pengangkatan yang diatur dalam peraturan KPK dan peraturan pimpinan KPK. Laode yakin pengangkatan penyelidik dan penyidik yang dilakukan KPK tetap sah karena sudah sesuai UU KPK.

Tags:

Berita Terkait