DPR Kritik Pemerintah Soal Persediaan Gas Domestik
Berita

DPR Kritik Pemerintah Soal Persediaan Gas Domestik

Kebijakan ekspor gas besar-besaran oleh pemerintah dinilai tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Yoz
Bacaan 2 Menit
DPR Kritik Pemerintah Soal Persediaan Gas Domestik
Hukumonline

Setelah mengkritk Dahlan Iskan, Dirut PT Perusahaan Lsitrik Negara (PLN) Persero, terkait wacana listrik gratis untuk rakyat miskin, DPR kembali mengkritik pemerintah. Parlemen menyoroti keluhan dari pengusaha dalam negeri tentang kurangnya pasokan gas nasional. Pasokan gas yang minim membuat beberapa perusahaan lokal gulung tikar.

 

Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartanto menilai, ada yang salah dengan kebijakan energi yang dibuat pemerintah. Ia mempertanyakan kebijakan pemerintah yang memilih mengekspor gas secara besar-besaran tanpa memperhitungkan kebutuhan dalam negeri. “Gas sebagai bahan bakar yang paling murah diekspor, namun BBM yang harganya lebih mahal malah disubsidi,” katanya.

 

Kebijakan pemerintah itu, katanya, tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang menyatakan alokasi kewajiban pasok gas untuk domestik (domestic market obligation/DMO) ditetapkan maksimal 25 persen.

 

Selain itu, Airlangga mendesak pemerintah untuk merenegosiasi kontrak-kontrak gas yang dianggap merugikan negara. Ia memfokuskan pada alokasi penjualan gas dari Blok Coridor milik ConocoPhilips ke Singapura. “Dua puluh tahun Singapura tidak ada pemadaman listrik, padahal  gasnya dari Indonesia, sementara PLN kekurangan gas sehingga pemadaman listrik masih terus terjadi,” tuturnya.

 

Sebelumnya, kebijakan ekspor gas juga dikomentari Dewan Energi Nasional (DEN). Anggota DEN Mukhtasor dalam siaran persnya, meminta pemerintah mempertimbangkan opsi impor gas untuk mengganti penggunaan BBM oleh PLN dan industri yang mempunyai pembangkit listrik berbahan bakar gas.

 

Sedangkan cara lain yang bisa ditempuh pemerintah, kata Mukhtasor, yakni meniadakan atau meminimumkan penggunaan gas untuk ekspor kecuali untuk kontrak-kontrak jangka panjang yang sudah berjalan, yang bila dihentikan akan memiliki konsekuensi risiko yang lebih besar.

 

Namun, Menko Perekonomian Hatta Rajasa malah optimis pasokan gas nasional saat ini masih bisa memenuhi permintaan dalam negeri. Menurutnya, hal tersebut dapat terealisasi dengan catatan dilakukan usaha-usaha intensif, seperti mengeksploitasi lapangan baru.

 

Hatta meyakini jika permintaan kebutuhan gas tidak dikelola dan tidak ada upaya peningkatan produksi dari lapangan baru, maka pasokan gas nasional tidak dapat memenuhi permintaan. Akan tetapi, dengan melakukan manajemen permintaan dan peningkatan produksi dari lapangan gas baru, maka pasokan gas nasional dapat memenuhi permintaan domestik.

 

Terkait renegosiasi, Hatta mengatakan, pemutusan sepihak atas kontrak akan membuat Indonesia kalah dalam arbitrase. Namun, ia mengaku telah meminta agar membicarakan persoalan ini dengan sesama negara ASEAN secara baik-baik. Hal itu, lanjutnya, sebagai langkah awal pemerintah untuk jangka menengah.

 

“Setelah pembenahan ini, ke depan pemerintah memperhatikan kontrak-kontrak yang ada dan akan selalu memprioritaskan kebutuhan domestik,” janjinya.

 

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Darwin Z Saleh mengatakan, rencana negosiasi itu sebenarnya sudah menjadi prioritas pemerintah untuk memenuhi pasokan gas domestik. Menurutnya, pemerintah akan berhati-hati dalam mereview perjanjian awal bisnis. Soalnya, kondisi ini terkait kepentingan nasional dan juga investasi.

 

Menanggapi permintaan pemutusan kontrak dengan Singapura, Darwin mengatakan, Indonesia tidak bisa memutuskan kontrak secara sepihak karena kalau sampai itu terjadi maka Indonesia bisa kalah dari sisi legalitasnya. Namun, ia berjanji akan melakukan pendekatan secara G to G (Goverment to Goverment).

 

“Jika kontrak diputuskan mentah-mentah, kita akan kalah dengan Singapura. Tapi, kami coba minta dengan pendekatan G to G,” ujar Darwin. 

Tags: