Sengkarut pengendalian harga minyak goreng terus berpolemik, bahkan memanas antara DPR dan pemerintah. Persoalan kian runyam saat Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. Pemerintah melepas kendali harga dengan menyerahkan ke pasar. Kebijakan ini dinilai DPR bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha, bukan rakyat.
“Pencabutan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 itu menunjukkan keberpihakan Menteri Perdagangan kepada pengusaha, bukan kepada rakyat,” kritik Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad kepada wartawan, Jumat (19/3/2022).
Dasco menilai langkah Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi mencabut Permendag 6/2022 tidaklah tepat. Dalam beleid itu, pemerintah mengatur harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter; kemasan sederhana Rp13.500 per liter; dan kemasan premium Rp14.000 per liter.
Sementara dalam aturan pengganti yang tertuang dalam Permendag Nomor 11 tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Curah, HET minta goreng curah menjadi Rp14.000 per liter. Sedangkan harga kemasan premium diserahkan kepada mekanisme pasar. Sejak awal DPR mengingatkan agar Permendag 6/2022 tak menjadi kebijakan sebatas macan di atas kertas.
“Tapi faktanya kebijakan ini hanya jadi macan kertas. Kebijakan ini tidak bisa menyelesaikan persoalan (kelangkaan, red) minyak goreng,” ujarnya.
Baca:
- Jamin Ketersediaan Minyak Goreng, Pemerintah Lakukan Akselerasi Kebijakan
- Ini Penyebab Naiknya Harga Minyak Goreng
Dasco melihat kebijakan yang diterbitkan Mendag garang di atas kertas. Sedangkan di lapangan tak berdaya. Dia menyinggung klaim Kemendag soal surplus pasokan minyak goreng di hampir seluruh wilayah di Sumatera. Kemendag mengklaim di Sumatera Utara pada periode 14 Februari hingga 16 Maret 2022, misalnya pasokan minyak goreng mencapai 60 juta liter.