DPR Kedepankan Obyektivitas dalam Menilai Penerbitan Perppu Cipta Kerja
Utama

DPR Kedepankan Obyektivitas dalam Menilai Penerbitan Perppu Cipta Kerja

Dimulai dengan menilai pemenuhan parameter sebagai kegentingan memaksa yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan Perppu hingga subtansi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kanan) saat pidato pembukaan masa sidang 2022-2023 di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (10/1/2023). Foto: RES
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kanan) saat pidato pembukaan masa sidang 2022-2023 di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (10/1/2023). Foto: RES

Mengawali masuknya masa sidang 2022-2023, anggota dewan di parlemen bakal memulai membahas Peraturan Pemerintan Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Terutama membahas parameter ihwal kegentingan memaksa menjadi awal persoalan yang dipermasalahan publik. DPR perlu melihat secara jernih dan objektif sebelum mengambil keputusan menerima atau tidaknya Perppu 2/2022 tersebut.

Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel mengatakan pemerintah menilai Perppu 2/2022 sebagai pelaksanaan atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 sebagaimana termuat dalam konsideran Perppu Cipta Kerja. Sebab, putusan MK tersebut mengamanatkan agar dilakukan perbaikan terhadap UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinilai inkonstitusional bersyarat.

Selanjutnya, DPR bakal menilai pemenuhan tolak ukur syarat hal ihwal kegentingan memaksa yang dijadikan landasan Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu 2/2022 ketimbang mentaati perintah putusan MK dengan memperbaiki UU 11/2020. Memang, penerbitan Perppu menjadi kewenangan presiden sebagai langkah darurat.

“DPR sesuai dengan fungsi konstitusionalnya akan menilai pemenuhan parameter sebagai kegentingan memaksa yang memberikan kewenangan kepada presiden untuk menetapkan Perppu,” ujarnya dalam pidato pembukaan masa sidang 2022-2023 di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (10/1/2023) kemarin.

Baca Juga:

Selain itu, DPR bakal menilai substansi yang memberikan landasan hukum bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk mengambil kebijakan dan langkah berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan cipta kerja. Namun demikian, lagi-lagi asas objektivitas mesti dikedepankan dalam menilai penerbitan Perppu agar DPR tak hanya menjadi stempel pemerintah.

Soroti klaster ketenagakerjaan

Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago mengatakan komisi tempatnya bernaung bakal memanggil Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) untuk membahas Perppu Cipta Kerja. Ada sejumlah persoalan yang semestinya menjadi penekanan dalam UU 11/2020 yang sudah menjadi Perppu. Pasalnya, dalam Perppu 2/2022 yang diteken Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022 ini tidak menjelaskan secara detil poin mana saja yang menjadi konsen publik termasuk buruh.

“Kalau kita liat semangat dalam Perppu Cipta Kerja yang dikeluarkan Presiden Jokowi ini kan semangat untuk perubahan meskipun itu semua tidak tertulis di Perppu,” ujarnya.

Menurutnya, dalam rapat dengan Kemnaker yang bakal digelar pada Rabu (11/1/2023) ini, Komisi IX bakal meminta penegasan dari Kemnaker soal sejumlah poin krusial yang menjadi sorotan publik dalam Perppu. Pertama, outsourcing. Pemerintah telah memiliki program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dan Aparatus Sipil Negara (ASN). Tapi, masih ada yang tidak masuk dalam program tersebut dikarenakan masih adanya outsourcing.

Sebab, mekanisme outsourcing dalam UU Cipta disebutkan dibolehkan di semua bidang. Tapi, kalangan buruh berpendapat tidak boleh, harus ada pembatasan jenis pekerjaan. Untuk itu, hal ini harus diinventarisir lagi posisi atau bidang/jenis pekerjaan apa saja yang boleh di-outsourcing atau sebaliknya. “Ini harus di-clear-kan di Peraturan Menteri (Permen) karena di Perppu itu kan tidak bisa ditulis secara detail,” ujarnya.

Kedua, soal libur kerja. Bagi Irma, tak ada persoalan atau perubahan di Kemnaker melalui laman website soal libur. Dalam peraturannya, misalnya pekerja 40 jam maka mendapatkan libur 1 hari. Sementara pekerja yang bekerja 8 jam/hari mendapatkan libur 2 hari. Menurutnya, terdapat klausul yang disodorkan Kemnaker.

“Ini mungkin ada narasi salah tafsir oleh kalangan buruh dalam Perppu Cipta Kerja. Makanya, poin ini harus disinkronkan dan didetilkan serta kita minta penjelasan dari pemerintah,” lanjutnya.

Terhadap beberapa poin tersebut yang bakal dibahas bersama pemerintah, politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu meminta buruh agar tidak menggelar aksi demonstrasi terlebih dulu terkait Perppu 2/2022. Sebab, Komisi IX bakal mulai membahas substansi bersama dengan pemerintah.

Menurutnya, kalaupun Perppu 2/2022 tersebut diterima pun harus dengan catatan. Sebab, masih terdapat sejumlah pasal yang ditolak para serikat buruh. Karenanya, pelaksanaan Perppu harus diatur ulang dan dilengkapi secara detil dalam Permen sebagai turunan dari UU. Sebab DPR, kata Irma, dalam kapasitasnya hanya dapat merekomendasikan Perppu diterima atau ditolak

“Maka yang bisa dikawal oleh Komisi IX terkait Perppu Cipta Kerja adalah mengawal peraturan turunannya yaitu peraturan menterinya jika Perppu diterima. Jika ditolak maka ya harus kembali ke putusan MK,” katanya.

Tags:

Berita Terkait