DPR Ingatkan Pemerintah Soal Nasib RUU Perlindungan Data Pribadi
Berita

DPR Ingatkan Pemerintah Soal Nasib RUU Perlindungan Data Pribadi

Komisi I DPR mempertanyakan alasan pemerintah yang tak kunjung mengirimkan draf RUU Perlindungan Data Pribadi beserta naskah akademiknya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Masa bhakti DPR periode 2014-2019 tinggal beberapa bulan lagi. Pembahasan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2019 tak mengalami kemajuan berarti. Salah satunya, RUU Perlindungan Data Pribadi yang merupakan usul inisiatif pemerintah. Soalnya, hingga kini pemerintah tak juga kunjung mengirimkan draf RUU tersebut ke DPR.

 

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) semestinya dapat segera memberikan draf RUU tentang Perlindungan Data Pribadi beserta naskah akademiknya agar dapat ditindaklanjuti dengan pembuatan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh Komisi I DPR.

 

Bambang berharap draft RUU Perlindungan Data Pribadi bisa segera diterima komisi I DPR agar dapat dikaji secara mendalam terkait berbagai persoalan perlindungan/keamanan data pribadi dan jaringan. Terlebih, RUU ini bakal menjadi payung hukum untuk menindak para pelaku penyalahgunaan data pribadi. Sebab, selama ini banyak pengunaan data pribadi yang tidak seharusnya atau ilegal dalam bidang teknologi informasi finansial terhadap kerahasiaan milik pribadi seseorang.

 

“Mendorong Kominfo untuk segera menyampaikan draf RUU Perlindungan Data Pribadi beserta naskah akademik kepada DPR untuk segera dibahas bersama,” harap Bambang di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (3/7/2019). Baca Juga: Perlindungan Data Pribadi Tersebar di 32 UU, Indonesia Perlu Regulasi Khusus

 

Anggota Komisi I DPR, Supiadin Aries Saputra mengaku belum menerima draf RUU Perlindungan Data Pribadi dan naskah akademiknya. Padahal, Komisi I DPR sudah menunggu agar RUU ini segera dibahas. Dan di internal Komisi I, RUU ini telah lama menjadi bahan diskusi. Mengingat betapa pentingnya pengaturan perlindungan data pribadi yang bersifat khusus seiring kemajuan dan perkembangan teknologi komunikasi terutama media sosial.

 

“Kita melihat banyak hal yang kita alami yang mengganggu, salah satu contoh setiap hari ada SMS, pinjamanlah, judi online-lah, tawaran obat-obatlah, segala macam ada. Yang menjadi pertanyaan kita, dari mana mereka tahu nomor kontak kita? Kebocoran data pribadi kerap dialami masyarakat tanpa disadari.

 

Menurutnya, nomor telepon selular menjadi hal pokok dalam bertransaksi di sektor perbankan. Mulai menggunakan mobile banking atau e-banking yang registernya menyerahkan nomor telepon selular termasuk nomor Kartu Tanda Penduduk (e-KTP). Bila penggunaan data pribadi seseorang dilakukan tanpa adanya pengawasan yang ketat, maka terbuka peluang terjadinya kejahatan di bidang perbankan melalui teknologi.

 

Politisi Nasional Demokrat (Nasdem) itu menegaskan RUU Perlindungan Data Pribadi sangat dibutuhkan masyarakat. “RUU ini saya katakan penting bagi perlindungan data pribadi kita masing-masing. Kita semua pasti punya kepentingan pribadi yang tidak ingin diketahui rahasia itu oleh orang lain terutama berkaitan dengan masalah perbankan,” katanya.

 

Anggota Komisi I DPR Sukamta punya pandangan serupa. Dia mempertanyakan alasan pemerintah yang tak kunjung mengirimkan draf RUU Perlindungan Data Pribadi beserta naskah akademik kepada DPR. Padahal, RUU Perlindungan Data Pribadi telah masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas sejak tahun 2016. Artinya, bila pemerintah serius semestinya RUU tersebut sudah dapat diberikan ke DPR.

 

“Yang kita dengar penjelasan berkali-kali, tim pemerintah sendiri pembahasan belum disepakati. Pada 2016, DPR dan pemerintah dalam hal ini Kominfo sudah sepakat ini insiatif pemerintah. Tapi ini sudah 3 tahun dan hampir habis masa periode ini, belum juga muncul (draf RUU dan naskah akademik),” kata dia.

 

Belum disepakati

Berdasarkan keterangan pemerintah, kata Sukamta, terdapat persoalan RUU di internal yang belum disepakati. Seperti definisi data pribadi dan data publik yang tidak pribadi. Berdasarkan kajian di komisinya, seperti nomor induk kependudukan (NIK) merupakan data pribadi. Namun pemerintah menilai sebagai data publik yang diperbolehkan diberikan negara kepada pihak ketiga.

 

Bagi Sukamta, data pribadi terkait kepemilikan data informasi pribadi. Selain dibutuhkan payung hukum yang bersifat lex spesialis, kesadaran masyarakat dalam melindungi data pribadinya menjadi kunci utama. “Ada yang jauh lebih penting yang harus kita tangani urusan dunia digital, salah satu fondasinya perlindungan data pribadi,” lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

 

Hingga berita ini diturunkan, upaya Hukumonline menghubungi pelaksana tugas Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Kemenkominfo Ferdinandus Setu belum berhasil. Upaya menghubungi Ferdinandus melalui telepon genggamnya tidak membuahkan hasil.

Tags:

Berita Terkait