DPR Diminta Luruskan Konsep UU Pokok Agraria
Berita

DPR Diminta Luruskan Konsep UU Pokok Agraria

Sejak 1960, pakar mengingatkan bila melihat isi undang-undang, seharusnya namanya UU Pertanahan, bukan UU Pokok Agraria.

Ali
Bacaan 2 Menit

 

Maria menjelaskan bila DPR memilih opsi pertama maka konsekuensinya adalah mengubah UU Pokok Agraria menjadi UU Pertanahan, lalu tinggal menyempurnakan hukum tanah nasional saja. UU ini menjadi setara kedudukannya dengan UU Sektoral yang lain. “Pertimbangannya politisnya, tarik ulur antar sektor relatif sedikit. Karena tinggal menyerahkan pengurusannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) saja,” ujarnya.

 

Bila DPR memilih opsi kedua, maka cukup mengatur prinsip-prinsip agraria (mencakup tanah, air dan ruang udara) di dalam UU Pokok Agraria itu. Namun, pilihan ini akan menimbulkan tarik ulur yang kuat antar sektor. Misalnya, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelauatan, Kementerian ESDM dan BPN sendiri. “Terserah bapak dan ibu mau pilih yang enteng-enteng saja yang sedikit berkelahinya atau pilih yang agak idealis tapi akan banyak berkelahi,” ujarnya.

 

Guru Besar Hukum Agraria Universitas Indonesia (UI) Arie Sukanti Sumantri (Hutagalung) berpendapat senada. Namun, ia lebih memilih bila UU Pokok Agraria tetap menjadi UU induk. Sehingga, UU yang bersifat sektoral yang lain kelak harus menyesuaikan isinya dengan UU Pokok Agraria itu. “Saya usulkan ada Menteri Koordinator yang kelak mengurus persoalan agraria ini,” jelasnya.

 

Pimpinan Rapat Wakil Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja menyambut baik masukan-masukan dari para profesor itu. Ia mengatakan revisi UU Pokok Agraria memang masih tahap awal. Sehingga, yang dibicarakan baru sebatas konsep global, bukan isinya secara detil. “Kami masih menggali prinsip-prinsipnya,” pungkas Hakam. 

Tags: