DPR Diharapkan Segera Rampungkan RUU Migas
Berita

DPR Diharapkan Segera Rampungkan RUU Migas

Pemerintah baru harus membuat kebijakan nasional yang komprehensif.

KAR
Bacaan 2 Menit
DPR Diharapkan Segera Rampungkan RUU Migas
Hukumonline
Pengamat migas yang juga anggota DPR, Kurtubi, berharap para anggota DPR yang baru terpilih dapat menyegerakan rampungnya RUU Migas. Pasalnya, menurut Kurtubi,Indonesia terancam krisis energi. Hal ini dikarenakanproduksi minyak dalam negeri setiap tahunterus menurun. Sementara energi lainnya seperti gas dan biofuel, tidak serius digarap.

“Hal ini terjadi akibat pemerintah tidak serius mengelola kekayaan minyak Indonesia. Makanya pemerintahan Jokowi-JK harus mengembalikan tata kelola migas secara konstitusi,” tandas Kurtubi di Jakarta, Selasa (21/10).

Lebih lanjut ia menjabarkan, tata kelola migas yang konstitusional misalnya adalah mendorong penyelesaian RUU Migas. Kurtubi yakin, jika Jokowi-JK bisa merevisi UU Migas maka akan ada penemuan cadangan migas baru. Selama ini, menurut Kurtubi,UU Migas No. 22 Tahun 2001 yang menyebabkan investasi pencarian cadangan baru anjlok.

“Sejak adanya UU Migas tersebut tidak ada ditemukan cadangan baru lapangan minyak baru yang siginfikan. Karena pengeboran anjlok, padahal potensi di perut bumi begitu besar, ini salah kelola, mestinya pengelolaannya diatur agar investasi eksplorasi meningkat,” tambahnya.

Di sisi lain, ia menegaskan agar pemerintah bisa mengurangi ketergantungan konsumsi bahan bakar minyak. Ia menyerukan agar pemerintah mendorong penggunaan energi alternatif dapat lebih optimal. Sebab, ia mengingatkan, bagaimanapun juga minyak bumi pasti akan habis.

“Untuk itu, pemerintah ke depan harus makin tegas, kalau memang serius ingin meninggalkan ketergantungan kepada energi tidak terbarukan ini. Yakni dengan membangun roadmap penggunaan energi pembangunan untuk 20-50 tahun kedepan. Tidak hanya itu, tapi juga harus tegas memperketat kebijakan dan perijinan dalam industri migas dan batubara," tuturnya. 

Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo,mendukung gagasan yang mendorong agar pemerintah baru mengurangi ketergantungan terhadap BBM. Susilo pun menuturkan bahwa pemerintah baru harus memperhatikan lima hal terkait kebijakan gas nasional. Menurutnya, pemerintah harus fokus pada masalah supply, demand, penyediaan infrastruktur, regulasi dan harga.

“Kelima poin penting tersebut menjadi salah satu pedoman bagi pemerintahan baru sekaligus menjadi warisan dari pemerintahan sebelumnya yang dituangkan dalam peta jalan kebijakan gas bumi nasional 2014-2030,” tuturnya.

Susilo memberikan catatan agar pemerintah baru memperhatikan bahwa kebutuhan BBM domestik makin lama, makin besar tumbuh sebesar 8%. Sedangkan produksi gas Indonesia makin lama bisa makin besar, tapi pemanfaatan domestik belum optimal.

"Cadangan strategis kita kira-kira 9 juta kilo liter. Untuk memenuhi itu semua diperlukan anggaran AS$40 miliar. Ini perlu dilakukan untuk kelangsungan strategis dan keamanan negara kita," tuturnya.

Pada kenyataannya, pemerintahan era Presiden SBY harus menyisihkan APBN untuk memberikan subsidi gas yang cukup besar, yaitu Rp 60 triliun per tahun untuk LPG 3 Kg pada program konversi minyak tanah ke gas. Hal ini lantaran pemerintah harus melakukan impor gas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tahun ini saja, volume yang telah disetujui Pemerintah dan DPR RI sebesar 60 juta ton untuk LPG 3 Kg.

Menurut Susilo, kebutuhan LPG tahun depan diperkirakan mencapai kira-kira 6,6 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya 1,3 juta ton, sehingga tahun depan itu harus impor kira-kira 5,3 juta ton LPG.

Oleh karena itu, untuk mengurangi subsidi tersebut, ia meminta agar pemerintah baru segera melanjutkan program pembangunan jaringan gas kota (jargas) yang sudah dilakukan pemerintah diberbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa diperlukan kebijakan gas nasional yang komprehensif. Dengan demikian, pemanfaatan gas bisa menjadi lebih optimal.

“Harus buat national gas policy yang baik sehingga apa yang terjadi sekarang, kekurangan infrastruktur dan alokasi gas yang yang ribet kesana kemari, kebijakan harga yang satu sama lainnya tidak terkontrol yang menyebabkan pemanfaatan gas tidak optimal, bisa dihapus,” katanya.
Tags:

Berita Terkait