DPR Desak BNN Tangani Kejahatan Narkoba dengan Extraordinary
Berita

DPR Desak BNN Tangani Kejahatan Narkoba dengan Extraordinary

Korban penyalahgunaan narkoba jangan lagi ‘dihadiahi’ penjara, tetapi rehabilitasi.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsy (tengah). Foto: SGP
Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsy (tengah). Foto: SGP
Korban penyalahgunaan narkoba mengalami peningkatan setiap tahun. Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga yang khusus penanganan kejahatan tindak pidana narkoba mesti menangani dengan cara yang luar biasa agar pengedar dan pengguna narkoba hilang dari Indonesia, setidaknya mengalami penurunan. Demikian intisari dalam rapat kerja Komisi III dengan BNN di Gedung DPR, Senin (2/1).

Anggota Komisi III Aboe Bakar Alhabsy berpandangan, peredaran narkoba kian menjadi. Korban pun berjatuhan akibat barang haram tersebut. Bahkan, meregang nyawa akibat menggunakan narkoba. Bandar narkoba pun tak saja mengendalikan dari luar Lapas, tetapi dari dalam Lapas pun dapat mengendalikan peredaran secara luas.

“Bandar narkoba ini cukup sakti bisa mengendalikan bisnis narkoba dari dalam Lapas Nusakambangan, Klaten, dan Tanjung Gusta,” ujarnya.

Anggota Komisi III lainnya, Masinton Pasaribu menambahkan, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla menyatakan negara dalam kondisi darurat narkoba. Makanya, penanganan berupa penindakan pun dengan cara yang tidak normal, alias luar biasa. Begitu pula dengan proses pencegahan dengan cara yang luar biasa pula.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu lebih jauh berpandangan target pemerintah agar 2015 bebas narkoba nampaknya tidak akan tercapai sepanjang penanganan dengan cara yang biasa. “Kenapa target 2015 pesimis tidak tercapai bersih dari narkoba, karena penanganannya biasa-biasa saja dengan situasi darurat. BNN tidak bisa menangani biasa-biasa saja, tapi luar biasa,” ujarnya.

Sarifuddin Sudding sependapat dengan Aboe dan Masinton. Menurutnya, Indonesia pada 2015 saat ini darurat narkoba bertentangan dengan target pemerintah akan bebas dari barang haram tersebut. Pasalnya pemerintah pada 2011 silam melalui BNN manargetkan bebas dari narkoba. Faktanya, penyalahgunaan narkoba kian meningkat. “40 hari meninggal setiap hari, ini kerja BNN tidak ada artinya,” ujar anggota Komisi III itu.

Politisi Partai Hanura itu lebih jauh berpendapat program pemerintah sedemikian banyak dalam penanggulangan narkoba. Bahkan anggaran dana yang dikucurkan dari APBN terbilang besar. Namun jika dilihat dari keberhasilan berdasarkan data peningkatan penyalahgunaan narkoba, Sudding menilai kontra. Padahal dari anggaran dan peraturan perundangan sudah cukup komprehensif.

Ia menilai BNN mesti membuat terobosan dalam penanganan narkoba. Setidaknya, BNN mesti lebih progresif dalam penanganan peredaran narkoba di seluruh wilayah Indonesia. Tak saja mencegah masuknya barang haram tersebut, tetapi memberikan ancaman hukuman berat sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.


“Saya bingung, Pak Jokowi bilang kita darurat narkoba. Program banyak dengan uang rakyat yang dikucurkan, tapi tidak berhasil,” ujarnya.

Menanggapi cecaran sejumlah anggota dewan, Kepala BNN Komisaris Jenderal (Komjen) Anang Iskandar mengatakan kejahatan narkoba bersifat spesifik. Apalagi bandar dan pebisnis narkoba bakal menempuh berbagai cara dengan uangnya agar upaya rehabilitasi tak berhasil. Oleh sebab itu, BNN bakal berupaya agar pengguna narkoba tidak lagi diberikan ‘hadiah’ penjara, tetapi rehabilitasi.

“Di Asean, masalah narkoba selesai 2015 dengan syarat korban penyalagunaan narkoba direhabilitasi, dan pengedarnya dihukum sangat berat,” ujarnya.

Jenderal polisi bintang tiga itu berpendapat, sebelum lahirnya UU No.35 Tahun 2009  tentang Narkotika korban penyalahgunaan narkoba diberikan sanksi mendekam di balik jeruji besi. Namun sejak terbitnya UU No.35 Tahun 2009, maka korban penyalahgunaan narkoba cukup direhabilitasi. Sayangnya, amanat UU agar dilakukan rehabilitas tidak berjalan mulus. Menurutnya, aparat penegak hukum masih menggunakan penjara sebagai ‘hadiah’ bagi korban penyalahgunaan narkoba, seperti pengguna.

“Dan penanganan masalah narkoba makin runyam. Tapi negara memberikan jaminan harus rehabilitasi. Meski ada UU No.35 Tahun 2009, kita malu-malu merehabilitasi hanya 2000 orang pertahun, dan tidak nyambung dengan jutaan yang terkena korban narkoba. Jadi ini membuktikan ada yang salah dalam penanganan kejahatan narkoba,” ujarnya.

Tersadar akan adanya persoalan penanganan narkoba, pemerintahan Jokowi memerintahkan agar BNN melakukan rehabilitasi sebanyak 400 ribu pengguna narkoba. Namun lantaran belum memiliki sarana dan prasarana rehabilitasi yang cukup, BNN menargetkan tahun 2015 mampu melakukan rehabilitasi pengguna narkoba sebanyak 100 ribu orang.

Dikatakan Anang, pihaknya akan menggandeng berbagai instansi dan balai rehablitasi milik masyarakat. “Ini keseriusan kami, dan sangat serius. Korban narkoba jangan lagi dihadiahi ‘penjara’. Kalau dihadiahi penjara, Lapas akan over kapasitas,” pungkas mantan Kadiv Humas Mabes Polri itu.
Tags:

Berita Terkait