DPR dan LSM Punya Jago Berbeda
Seleksi Hakim Agung:

DPR dan LSM Punya Jago Berbeda

Koalisi LSM merekomendasikan tiga calon, Sunarto, Suhadi dan Rahmi Mulyati. Komisi III bela Gayus Lumbuun.

Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Gayus Lumbuun ditolak Koalisi Pemantau Peradilan karena dari kalangan parpol. Foto: Sgp
Gayus Lumbuun ditolak Koalisi Pemantau Peradilan karena dari kalangan parpol. Foto: Sgp

Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) meminta agar Komisi III DPR memilih calon hakim agung berdasarkan sistem kamar yang rencananya mulai diterapkan oleh Mahkamah Agung (MA) per 1 Oktober 2011. Bila mengacu sistem ini, maka DPR harus memprioritaskan hakim agung berlatarbelakang pidana dan perdata dari 18 calon yang ada. Pasalnya perkara pidana dan perdata merupakan kategori perkara yang menumpuk di MA.

 

Anggota KPP Astriyani Achmad juga meminta Komisi III tidak memilih para hakim agung yang terafiliasi dengan partai politik karena dikhawatirkan akan mengganggu independensi MA. Selain itu, calon-calon hakim agung yang berlatarbelakang agama dan tata usaha negara juga tidak perlu dipilih karena hakim-hakim agung berlatar dua bidang hukum itu sudah menumpuk di MA saat ini.

 

“Berdasarkan beban perkara yang masuk ke MA per 2010, hakim-hakim agung berlatarbelakang agama dan TUN sudah berlebih,” ujar peneliti senior Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) ini dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III di Gedung DPR, Senin (19/9).

 

KPP menilai ada tiga hakim berlatarbelakang pidana dan perdata yang perlu diperhatikan oleh Komisi III. Mereka pun tak segan-segan menyebut nama-nama calon yang dijagokan. “Berdasarkan catatan koalisi atas para calon. Maka calon-calon rekomendasi Koalisi adalah Suhadi, Sunarto, dan Rahmi Mulyati,” tutur Anggota KPP yang lain Dimas Prasidi.

 

Tak hanya itu, KPP juga secara khusus tidak merekomendasikan calon-calon yang tak sesuai dengan penilaian KPP dan sistem kamar yang akan digunakan oleh MA. Tiga calon yang tidak direkomendasikan itu adalah Gayus Lumbuun, Husnaini, dan Mohammad Yamin Awie.

 

“Gayus alasannya karena dia terafiliasi dengan partai politik (PDI Perjuangan), sedangkan Husnaini dan Yamin Awie berasal dari peradilan agama yang saat ini tidak dibutuhkan oleh MA,” jelas Astriyani lagi. Gayus saat ini juga masih tercatat sebagai anggota DPR dari PDIP.

 

Anggota Komisi III dari PKS Nasir Djamil mengatakan Komisi III tak bisa membatasi hak Gayus Lumbuun untuk berkiprah sebagai hakim agung, meski dia berasal dari Parpol. Lagipula, selama tidak ada larangan dalam UU MA sendiri, maka Komisi III tak bisa menghambat Gayus.

 

“Usulan bahwa calon dari parpol harus vakum selama lima tahun, itu tentu harus kita atur dalam revisi UU MA. Saat ini tak ada ketentuan seperti itu. Nanti kalau kita memaksakan bisa dibilang membatasi hak konstitusional orang,” ujar Nasir.  

 

Balik Menyerang

Ketua Komisi III Benny K Harman mempertanyakan apakah ada analisis dan komparasi yang kuat dari KPP untuk menyatakan calon yang terafiliasi dengan parpol tak layak menjadi hakim agung. “Kalau cuma asumsi atau imajinasi, maka kesimpulan ini tak bisa diterima. Kesimpulan itu dari sesuatu yang faktual,” ujarnya.

 

Benny mencontohkan tiga hakim konstitusi yang berlatar belakang sebagai orang parpol. Mereka adalah Mahfud MD (PKB), Akil Mochtar (Golkar) dan Hamdan Zoelva (PBB). “Kinerja mereka menurut saya baik. Mereka bahkan jadi angin pembaruan di MK dibandingkan yang lain. Ini menegasikan imajinasi anda. Buktinya hakim MK,” ujarnya.

 

Lebih lanjut, Benny justru ‘menyerang balik’ KPP yang menjagokan tiga calon yang berasal dari MA. “Kalian nanti bisa dituduh diperalat kelompok tertentu, kalau tak bisa menjelaskan ini semua. Jangan-jangan ini bagian dari kekuatan MA yang konservatif yang tak mau Gayus masuk memperbaharui MA,” ujarnya. Sebagai informasi, Suhadi saat ini menjabat sebagai Panitera MA dan Rahmi Mulyati menjabat sebagai Panitera Muda Perdata Khusus MA.

 

Anggota Komisi III dari PDIP Deddy Gumelar menuturkan karena Gayus telah lolos seleksi KY, seharusnya tak perlu lagi dipersoalkan latar belakangnya dari parpol. “Anda kan juga berpihak. Akan lebih elok, bila sifatnya menyebut kriteria, bukan menyebut nama calon. Sebut nama itu sangat subjektif,” ujarnya.

 

Sementara, Astriyani menegaskan bahwa independensi MA sebagai kekuasaan kehakiman mutlak sebagaimana dijamin oleh peraturan perudangan-undangan. “Calon hakim agung yang berasal dari parpol itu bisa merusak independensi MA,” pungkasnya.

Tags: