DPR Bakal Kebut Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Berita

DPR Bakal Kebut Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

DPR dan Pemerintah harus fokus pada perlindungan dan pemenuhan hak korban.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak masih marak terjadi. Apalagi belakangan terakhir juga dialami Baiq Nuril Maqnun, seorang pegawai honorer di SMAN 7 Mataram yang divonis bersalah, padahal dia justru sebagai korban pelecehan seksual. Karenanya, DPR segera menyelesaikan pembahasan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual agar bisa menjadi landasan hukum membela korban kekerasan seksual.

 

“Setelah masa reses dan memasuki masa sidang berikutnya pada Rabu (21/11) mendatang, DPR bersama pemerintah bakal ngebut menyelesaikan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo di Komplek Parlemen, Senin (19/11/2018). Baca Juga: Nasib RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ‘Menggantung’

 

Baginya, setelah kasus terakhir dialami Baiq Nuril, keberadaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi penting. “DPR bersama pemerintah akan mengebut penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Setelah mendapat banyak masukan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Panita Kerja (Panja) RUU Penghapusan Kekerasan Seksual akan memformulasikan dalam pasal-pasal,” lanjutnya.

 

Menurut Bamsoet, RUU ini hanya mengatur hukuman terhadap pelakunya, tetapi juga memberi perlindungan optimal bagi korban tindak pidana kekerasan seksual termasuk juga fokus terhadap tindakan preventif atau pencegahan. Saat pembahasan tingkat Panja, telah meminta masukan berbagai pemangku kepentingan. Mulai Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Komnas Perempuan, Aliansi Cinta Keluarga Indonesia, dan pakar hukum pidana.

 

“Pelibatan organisasi keagamaan dimaksudkan agar RUU tersebut bisa kuat secara aspek moral dan agama. Dengan demikian akan memperkuat ‘ruh’ dalam implementasi di lapangan,” katanya.

 

Terpisah, Ketua Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Marwan Dasopang mengatakan banyaknya kasus pelecehan seksual yang terakhir dialami Nuril semakin meyakinkan DPR bakal segera merampungkannya. Menurutnya, kasus pelecehan seksual mesti dilihat dari hulu hingga hilir. Belum lagi, masih terdapat berbagai tafsir dari penegak hukum dalam penanganan kasus kekerasan seksual ini.

 

“Misalnya, penegak hukum kerap menanyakan korban pelecehan perihal apakah dilakukan ‘suka sama suka’. Nah pertanyaan seperti ini menjadikan korban mengalami kekerasan seksual dua, atau tiga kali,” kata dia.  

 

Dia menambahkan definisi tindak pidana ‘kekerasan seksual’ dalam RUU ini mesti dijelaskan sedemikian rupa. Sebab, dalam rapat Panja sebelumnya, masih menuai perdebatan bila dilakukan tanpa kekerasan tidak masuk kategori tindak pidana. Bahkan soal membuktikan  tindak pidana kekerasan, polisi tidak menanyakan soal ‘dilakukan paksa atau suka sama suka’. “Makanya, Panja masih meminta masukan berbagai stakeholders termasuk para ahli hukum pidana.”

 

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju berpandangan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual mesti mendapat prioritas dengan memperhatikan ketentuan pemidanaan yang dapat menjangkau kriminalisiasi terhadap pelaku kekerasan seksual yang menutup celah di berbagai UU saat ini. “DPR dan Pemerintah harus fokus pada perlindungan dan pemenuhan hak korban,” tegasnya..

 

Belum membahas pasal

Marwan yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi VIII itu mengaku belum melakukan pembahasan dengan pemerintah terkait RUU tersebut. Pembahasan di tingkat Panja saja, perumusan definisi ‘kekerasaan seksual’ belum ada titik temu. Yang pasti, Panja masih meminta masukan dari ahli hukum pidana menyoal soal definisi ‘kekerasan seksual’.

 

Marwan juga mengakui Panja belum membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Namun pihaknya sudah mengetahui DIM yang sudah dibuat pemerintah. Bahkan sudah mulai dibaca dan ditandai satu per satu oleh tim Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. “Tapi DIM-nya sudah kita ketahui, dan kita coret-coret pasal per pasal. Tapi belum masuk pembahasan, karena hulu itu yang jadi persoalan kita. Yang pasti kita akan bahas dengan pemerintah. Kita pandang ini penting karena berbagai kasus di hilirnya,” lanjutnya.

 

Lebih lanjut, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan nantinya setelah rampung merumuskan definisi ‘kekerasan seksual’ dan merangkum berbagai masukan pemangku kepentingan, Panja bakal membuat beberapa kategori. Pertama, soal mekanisme pencegahan dan rumusannya.

 

Kedua, menyoal sanksi hukuman pidana terhadap palaku tindak pidana kekerasan seksual. Ketiga, soal pendampingan. Menurutnya, tahap pendampingan perlu diatur karenakorban dalam mengalami kasusnya diperlukan pendampingan yang benar-benar memahami soal tindak pidana kekerasan seksual.

 

Keempat, rehabilitasi. Menurutnya tahap rehabilitas dilakukan tak hanya terhadap korban, namun pelaku pun memerlukan pelayanan tersebut. Sebab, kata Marwan, bila ditelusuri mendalam, tak sedikit pelaku pernah mengalami peristiwa pelecehan semasa kecil. Kelima, keterlibatan masyarakat. “Nah lima poin ini yang sebetulnya akan bisa merangkum semua isi RUU ini. Jadi keterlibatan masyarakat juga kita butuhkan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait