Pemerintahan Joko Widodo diwakili Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengembalikan RUU KPK kepada DPR. Tujuannya, agar DPR menjadi pihak pengusul, tidak lagi pemerintah sebagai pihak pengusul. “RUU KPK, pemerintah meminta rencana RUU KPK menjadi usul insiatif DPR,” ujar Yasonna dalam rapat dengan Baleg di Gedung DPR, Jumat (27/11) sore.
Menurutnya, pemerintah telah memberikan persetujuan RUU KPK masuk dalam Prolegnas prioritas 2015. Padahal, sebelumnya Menkumham sempat gamang dengan pembahasan RUU KPK. Yasonna beberapa bulan lalu sempat memberikan persetujuan terhadap RUU KPK, dengan pemerintah sebagai pengusulnya.
Namun belakangan, masyarakat bersuara lantang melakukan penolakan. Sebab ditengarai muatan materi RUU KPK justru melemahkan kewenangan KPK. Padahal, pemberantasan korupsi sedang gencar-gencarnya. Mestinya, revisi UU KPK justru memberikan penguatan kewenangan lembaga antrasuah, bukan sebaliknya melemahkan kewenangannya.
Wakil Ketua Baleg Firman Subagyo mengatakan, pengembalian hak usul pemerintah kepada Baleg DPR akan ditindaklanjuti. Menurutnya, bila disepakati forum paripurna, maka pembahasan RUU KPK akan dikedepankan transparansi dengan mengundang berbagai pihak berkepentingan.
Terpenting, Baleg akan mengundang KPK sebagai pihak pengguna UU. Firman berpandangan pentingnya mengundang KPK agar meminta masukan atas pasal apa saja yang layak dilakukan revisi dengan catatan penguatan dalam rangka pemberantasan korupsi.
“Kami akan mengundang KPK, pasal mana yang akan diubah. Kami akan mengundang KPK terkait dengan draf yang akan direvisi, supaya tidak menimbulkan implikasi di kemudian hari,” imbuhnya.
Anggota Komisi IV itu mengatakan, mengundang KPK sebelum dilakukan pembahasan RUU sebagai upaya untuk menampik tudingan DPR bakal menggembosi lembaga antirasuah tersebut. Menurutnya, pra pembahasan RUU KPK, diperlukan masukan konstruktif dari pengguna UU. Yang pasti, kata Firman, Baleg telah mengantongi naskah akademik perubahan dari draf sebelumnya. Pasalnya, draf naskah akademik sebelumnya justru membatasi kewenangan KPK.
“Naskah akademik sudah ada, dan ada perubahan,” ujar politisi Golkar itu.
Anggota Baleg Almuzzamil Yusuf mengatakan, muatan RUU KPK teramat sensitif bagi masyarakat. Makanya supaya tidak menjadi kecurigaan masyarakat terhadap DPR, maka KPK perlu dimintakan masukan sebelum dilakukan pembahasan RUU tersebut. Ia menilai masukan dari KPK sebagai bentuk mengakomodir kepentingan lembaga antirasuah itu sebagai pengguna UU.
“Saya menyarankan pd pimpinan, undangan pertama kita minta pandangan KPK. Sehingga pembatasan efektif dan cepat,” ujarnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu berpandangan, proses transparansi dan melibatkan KPK sebagai cara untuk mencegah kecurigaan publik terhadap DPR. Terlebih, isu revisi KPK agar tidak menjadi liar. Menurutnya, merevisi UU KPK bertujuan baik, agar index pemberantasan korupsi menjadi lebih baik.
“Supaya tidak diposisikan DPR ingin memberangus kewenangannya. Tidak ada lembaga sempurna, termasuk KPK,” pungkasnya.