Dosen Unri Penyuap Gubernur Riau Dituntut 4,5 Tahun Penjara
Berita

Dosen Unri Penyuap Gubernur Riau Dituntut 4,5 Tahun Penjara

Selaku dosen Universitas Negeri Riau, Gulat dianggap tdak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.

NOV
Bacaan 2 Menit
Gulat Medali Emas Manurung. Foto: RES
Gulat Medali Emas Manurung. Foto: RES

Penyuap Gubernur Riau non aktif, Gulat Medali Emas Manurung yang juga merupakan Dosen Universitas Negeri Riau (Unri) dituntut 4,5 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidair enam bulan kurungan.

"Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair," kata penuntut umum KPK Kresno Anto Wibowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (5/2).

Kresno menyatakan Gulat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No.20 Tahun 2001. Namun, sebelum menjatuhkan tuntutan, penuntut umum mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.

Salah satu hal yang memberatkan adalah Gulat selaku tenaga pendidik atau dosen Universitas Negeri Riau maupun Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Provinsi Riau telah memberikan contoh yang tidak baik kepada masyarakat. Gulat juga dianggap tidak mengakui terus terang seluruh perbuatannya.

Kresno menguraikan, peristiwa ini bermula ketika Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan memberikan kesempatan kepada pemerintah Provinsi Riau untuk mengajukan revisi usulan perubahan kawasan hutan menjadi bukan hutan. Gulat yang memiliki kedekatan dengan Gubernur Riau Annas Maamun mengetahui rencana revisi tersebut.

Gulat meminta bantuan Annas agar area kebun sawit yang ia dan teman-temannya kelola dapat dimasukan dalam usulan revisi yang akan diajukan Provinsi Riau ke Kemenhut. Menindaklanjuti permintaan itu, Annas mengarahkan Gulat berkoordinasi dengan Cecep Iskandar yang sedang berada di rumah Annas.

Lalu, Kresno melanjutkan, Gulat meminta agar areal kebun sawit yang ia dan teman-temannya kelola di Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektar dan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 hektar dimasukan ke dalam usulan revisi yang akan diajukan pemerintah Provinsi Riau ke Kementerian Kehutanan (Kemenhut).

Kemudian, Cecep meminta Gulat menyiapkan gambar peta lokasi areal perkebunan sawit yang akan direvisi. Selanjutnya, Gulat memerintahkan Riyadi Mustofa alias Bowo yang pernah melakukan pemetaan untuk memberikan gambar peta kepada Cecep untuk ditelaah bersama Ardesianto.

Dari hasil penelaahan, menurut Kresno, ada beberapa kawasan yang secara teknis tidak bisa dimasukan ke dalam usulan revisi karena bukan termasuk area hasil rekomendasai Tim Terpadu. Namun, Gulat meminta agar area-area tersebut tetap diusulkan dalam revisi yang akan diajukan pemerintah Provinsi Riau.

Alhasil, Cecep memenuhi permintaan Gulat dengan memasukan areal hutan di Kuantan Singingi, Rokan Hilir, dan area kebun sawit PT Duta Palma ke dalam usulan revisi. Hal itu dilakukan Cecep karena Annas selaku Gubernur Riau memerintahkan Cecep berkoordinasi dengan Gulat.

Akhirnya, pada 17 September 2014, Annas menandatangani Surat Gubernur Riau Nomor: 050/BAPPEDA/8516 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan dengan melampirkan peta usulan sebagaimana permintaan Gulat.

Setelah penerbitan surat itu, pada 22 September 2014, Annas menghubungi Gulat dan meminta uang Rp2,9 miliar. Namun, Gulat hanya mampu meyiapkan AS$166,1 ribu yang diperoleh dari Edison Marudut Marsadauli sebesar AS$125 ribu atau setara Rp1,5 miliar dan AS$41,1 ribu atau setara Rp500 juta dari kocek pribadinya.

"Uang AS$166,1 ribu diserahkan kepada Annas yang tengah berada di Jakarta pada 24 September 2014 melalui ajudan Gubernur Riau, Triyanto. Mengetahui uang dalam bentuk dollar Amerika Serikat, Annas meminta Gulat menukarkan uang itu dalam bentuk mata uang dollar Singapura," ujar Kresno.

Keesokan harinya, setelah uang ditukarkan dalam bentuk Sing$156 ribu, Gulat diantarkan sopir bernama Lili Sanusi menunju rumah Annas di Perumahan Citra Grand Blok RC 3 No.2 Cibubur. Usai penyerahan uang, Annas memberikan sebagian uang yang diterimanya sejumlah Rp60 juta kepada Gulat.

Tidak lama, datang petugas KPK melakukan penangkapan terhadap Annas dan Gulat. Dari hasil penggeledahan, KPK menemukan uang sejumlah Sing$156 ribu dan Rp400 juta di rumah Annas. Selain itu, KPK juga menemukan uang sebesar Rp60 juta dari dalam tas Gulat.

Peran Aktif Pihak Lain

Kresno mengungkapkan, sebagaimana fakta-fakta di persidangan, Gulat sangat berkepentingan terhadap usulan revisi yang diajukan pemerintah Provinsi Riau, baik terhadap area perkebunan sawit yang dikelola Gulat dan teman-temannya maupun area kebun sawit PT Duta Palma.

Adapun bantahan Gulat dan Edison yang menyatakan uang AS$125 ribu merupakan uang pinjaman, menurut Kresno, sudah semestinya ditolak karena tidak rasional. Kresno berpendapat Edison turut berperan aktif dalam membantu Gulat menyiapkan dan menukarkan uang.

Terlebih lagi, Gulat terbukti menelepon karyawannya, Hendra Pangondian Siahaan saat berada di tahanan KPK. Gulat memerintahkan Hendra membuat kwitansi peminjaman uang Rp1,5 miliar bertanggal mundur agar seolah-olah telah terjadi pinjam-meminjam antara Gulat dan Edison pada 23 September 2014.

Dengan demikian, Kresno menyatakan Gulat terbukti dengan sengaja memberikan sesuatu atau janji kepada Annas. Sesuatu atau janji itu diberikan Gulat dengan maksud agar Annas melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan kewajiban Annas selaku Gubernur Riau.  

Menanggapi tuntutan Kresno, Gulat sempat berurai air mata. Ia mangatakan akan menggunakan haknya untuk mengajukan nota pembelaan (pledoi). Gulat juga mengatakan dirinya tidak pernah menyuap Annas. "Saya tidak pernah menyuap Annas. Untuk apa saya menyuap Annas?" tuturnya.

Tags:

Berita Terkait