Dosen UI Dkk Minta Kayu Sitaan Bisa Dimanfaatkan untuk Pendidikan
Berita

Dosen UI Dkk Minta Kayu Sitaan Bisa Dimanfaatkan untuk Pendidikan

Minta agar Pasal 44 ayat (1) UU P3H ditafsirkan secara bersyarat yang dimaknai termasuk untuk kepentingan sosial dan pendidikan.

ASH
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kayu dari hutan adat di Indonesia. Foto: Hol
Ilustrasi kayu dari hutan adat di Indonesia. Foto: Hol
Akademisi yang juga sosiolog Universitas Indonesia Imam B Prasodjo bersama Andy F. Noya dan Rulany Sigar melayangkan uji materi UU No. 18 Tahun 2013  tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). Mereka mempersoalkan aturan pemusnahan barang bukti kayu hasil pembalakan liar atau izin pemanfaatan kayu illegal seperti diatur Pasal 44 ayat (1) UU P3H.

“Adanya ketentuan tersebut menyebabkan Para Pemohon tidak mendapatkan izin pemanfaatan kayu temuan dan sitaan untuk keperluan pembangunan fasilitas pendidikan,” demikian dalih Para Pemohon seperti dikutip materi permohonannya. Para Pemohon dalam permohonannya memberi kuasa kepada advokat senior Todung Mulya Lubis dan kawan-kawan yang sidang perdananya digelar pada Rabu (14/9) besok.

Pasal 44 ayat (1) UU P3H menyebutkan “Barang bukti kayu hasil pembalakan liar dan/atau hasil dari penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi dimusnahkan, kecuali untuk kepentingan pembuktian perkara dan penelitian.”

Para Pemohon menilai apabila izin pemanfaatan kayu illegal itu hanya terbatas pada kepentingan pembuktian perkara dan penelitian negara akan dirugikan. Sebab, faktanya banyak biaya yang dikeluarkan negara untuk menangani kayu temuan dan sitaan tersebut baik berupa penyimpanan, pengamanan dan pemusnahan.

“Seharusnya ini sekaligus bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lebih besar dan mendesak berupa pembangunan fasilitas sosial dan pendidikan,” dalihnya. Apalagi, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat”.

Menurut pemohon, penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan, dan berkelanjutan. Sumber daya hutan yang merupakan bagian kekayaan negara mempunyai peranan penting dalam penyediaan fasilitas sosial dan pendidikan.

Lebih lanjut pemohon menyebutkan gagasan melegalkan barang sitaan dipakai untuk kepentingan pendidikan sejalan dengan Putusan MK No. 95/PUU-XII/2014 yang menyebut Pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan konstitusional mengamanatkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “Maka, penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan, dan berkelanjutan.”

Para Pemohon meminta Majelis Mahkamah agar Pasal 44 ayat (1) UU P3H ditafsirkan secara bersyarat yang dimaknai termasuk untuk kepentingan sosial dan pendidikan. “Menyatakan Pasal 44 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bila tidak dimaknai ‘Barang bukti kayu hasil pembalakan liar dan/atau hasil dari penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi dimusnahkan, kecuali untuk kepentingan pembuktian perkara dan penelitian serta kepentingan sosial dan pendidikan’,” demikian bunyi petitum permohonannya.
Tags:

Berita Terkait