Dosen FH Universitas Brawijaya Beberkan 3 Dasar Hukum Narkotika dan Psikotropika
Terbaru

Dosen FH Universitas Brawijaya Beberkan 3 Dasar Hukum Narkotika dan Psikotropika

Selain narkotika dan psikotropika, juga berlaku KUHP Nasional yang bakal berlaku pada 2026 mendatang.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Dosen Hukum Pidana FH Universitas Brawijaya, Ladito Risang Bagaskoro dalam webinar bertema Tantangan dan Perbaikan Penegakan Hukum Tindak Pidana Narkotika di Indonesia, Sabtu (9/9/2023). Foto: ADY
Dosen Hukum Pidana FH Universitas Brawijaya, Ladito Risang Bagaskoro dalam webinar bertema Tantangan dan Perbaikan Penegakan Hukum Tindak Pidana Narkotika di Indonesia, Sabtu (9/9/2023). Foto: ADY

Kasus penyalahgunaan narkotika dan psikotropika merupakan salah satu pekerjaan rumah yang dihadapi pemerintah. Sekalipun telah dibentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) yang mengampu tugas khusus untuk pencegahan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkotika tapi dirasa belum cukup.

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya, Ladito Risang Bagaskoro mengatakan setidaknya ada 3 dasar hukum narkotika dan psikotropika. Pertama, UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kedua, UU No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Ketiga, UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP yang berlaku mulai tahun 2026.

“UU 1/2023 juga digunakan sebagai dasar hukum narkotika dan psikotropika karena memberi aturan yang jelas misalnya soal perbuatan pidana dan sanksi,” ujarnya dalam webinar bertema “Tantangan dan Perbaikan Penegakan Hukum Tindak Pidana Narkotika di Indonesia,” Sabtu (9/9/2023).

Ladito menjelaskan Pasal 1 angka 1 UU 35/2009 mendefinisikan narkotika sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman/bukan baik sintetis, semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan/perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Lampiran UU 35/2009 mengelompokkan jenis narkotika menjadi 3 golongan.

Baca juga:

Narkotika Golongan I hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, seperti heroin, kokain, dan ganja. Golongan II sebagai pilihan terakhir untuk kebutuhan terapi dan penggunaannya secara terbatas seperti morfin, dan petidin. Golongan III, penggunaannya luas tapi dibatasi dan efek ketergantungannya paling ringan dibanding 2 golongan sebelumnya. Misalnya, codein, yang digunakan sebagai obat keras dan penggunaannya butuh resep dokter.

Definisi psikotropika diatur Pasal 1 angka 1 UU 5/1997 yakni zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Ladito menjelaskan lampiran beleid itu juga menggolongkan beragam jenis psikotropika dari Golongan I-IV. Golongan I hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, tidak digunakan untuk terapi karena tingkat ketergantungannya tinggi seperti ecstasy, MDMA, dan LSD.

Tags:

Berita Terkait