Dorong Belanja Modal, Kebijakan dan Administratif Diharapkan Tak Bisa Dipidana
Berita

Dorong Belanja Modal, Kebijakan dan Administratif Diharapkan Tak Bisa Dipidana

Takut dipidana jadi penyebab rendahnya penyerapan belanja modal di daerah-daerah.

RED
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES

Sepanjang hari Senin (24/8), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan para Gubernur, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), para pengusaha, dan sejumlah menteri di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat. Sebagaimana dirilis dari laman resmi Sekretariat Kabinet (Setkab), pertemuan dilakukan untuk menyambut nilai rupiah yang terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, pertemuan merupakan bagian dari langkah-langkah Presiden Jokowi yang ingin menangani pelemahan nilai rupiah, yang hari ini sudah mencapai angka Rp14 ribu per dolar AS. Sebanyak 40 persen persoalan, terdapat dari dalam negeri, dan sisanya 60 persen ada di luar negeri.

“Tujuannya agar serapan anggaran itu bisa menjadi tinggi, karena serapan anggaran kita masih rendah yaitu sampai saat ini untuk belanja modal baru 20 persen walaupun secara keseluruhan sudah di atas 50 persen, belanja modal masih sangat kecil,” terang Pramono.

Penyerapan belanja modal yang masih rendah ini lantaran adanya ketakutan dari para kepala daerah, Bupati dan Gubernur bisa dikriminalisasi atau tersangkut masalah hukum. Atas dasar itu, pertemuan antara Presiden Jokowi dengan sejumlah pihak ini bertujuan mencari jalan keluar dari ketakutan tersebut.

Secara prinsip, lanjut Pramono, Presiden Jokowi berharap kebijakan atau policy jangan dipidanakan. Yang kedua, yang bersifat adminiatratif juga jangan dipidanakan. “Jadi kalau kesalahan pada administratif ada UU Nomor 30 Tahun 2014 (Administrasi Pemerintahan) yang mengatur itu, maka UU itu yang digunakan. Jadi secara perdata,” kata Pramono.

Menurut Pramono, Salah satu faktor kenapa penyerapan rendah, karena memang berdasarkan masukan dari berbagai daerah, kepala daerah ini takut dalam menggunakan anggaran. Sehingga terdapat pola pikir bahwa lebih baik disimpan di bank daerah. “Bahkan terjadi peningkatan dari sebelumnya di bulan April baru Rp253 triliun, kemarin sudah menjadi Rp273 triliun, ada Rp20 triliun naik,” terangnya.

Intinya, uang negara dan BUMN di daerah ada, tapi tak digunakan karena takut bisa dipidana. Atas dasar itu, pemerintah berharap agar anggaran tersebut dapat digunakan. “Nah, hari ini presiden ingin mendengarkan masukan dari beberapa para pelaku dunia usaha dan diundang 20 besar top  BUMN dan 20 besar top para pelaku pasar di pasar modal yang sudah perusahaan listed,” pungkas Pramono.

Melalui akun twitternya, Presiden Jokowi menilai, nilai tukar rupiah yang menembus angka Rp14 ribu per dolar AS sudah di luar kebiasaan. Atas dasar itu, Jokowi mengundang sejumlah pengusaha untuk melakukan terobosan. “Pelemahan rupiah sudah di luar kebiasaan. Kemarin saya ajak dunia usaha bersama pemerintah lakukan terobosan,” tulis Jokowi melalui akun twitternya @Jokowi yang diunggahnya Selasa (25/8).

Terkait dengan pelemahan nilai tukar rupiah itu, Presiden Jokowi mengajak semua lapisan masyarakat untuk bahu membahasi mengatasinya. “Ayo bahu membahu atasi pelemahan rupiah dengan cara beli produk lokal,” tulis Jokowi dalam akun twitternya.

Sebelumnya, seusai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Jokowi yang dihadiri oleh sekitar 25 pengusaha nasional terkemuka, Menko Perekonomian Darmin Nasution memberi saran dalam menghadapi gejolak pelemahan rupiah. “Sebetulnya, satu-satunya jawaban yang jitu adalah jangan ikuti iramanya tapi ambil posisi lawannya,” kata Darmin.

Menurut Darmin, yang pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan pengeluaran pemerintah terutama belanja modal, karena belanja modal masih 20-an persen sampai hari ini. Yang kedua, lanjut mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu, adalah mendorong investasi.

Dalam rangka mendorong investasi itu, menurut Darmin, bukan hanya mengundang investor dalam dan luar negeri, Presiden juga menyampaikan akan melakukan deregulasi besar-besaran di setiap departemen. Hal ini dilakukan agar investasi bisa lebih lancar dan ekonomi bisa bergerak, tidak sekadar hanyut mengikuti perlambatan ekonomi.

Tags:

Berita Terkait