Ketidakindependenan ini terlihat mencolok dengan dipilihnya mantan birokrat pemerintah dan para pensiunan TNI/Polri, serta masih direkrutnya beberapa anggota Komnas HAM lama yang selama ini dinilai tidak optimal kerjanya oleh Komisi II DPR-RI sendiri. Hal ini makin mempertegas penilain tersebut bahwa DPR tidak punya itikad baik secara politik untuk memperbaiki kinerja Komnas HAM.
Like and dislike
Nama-nama dan Komposisi anggota Komnas HAM baru
No. | Nama | Profesi/asal pekerjaan |
1. | Habib Chirzin | Ornop |
2. | Mohammad Farid | Ornop (hak-hak anak) |
3. | Zoemrotin K. Susilo | Ornop (Konsumen) |
4. | MM. Billah | Ornop |
5. | Mansour Faqih | Dosen (Pendidikan) |
6. | M. Said Nisar | Dosen (Hukum) |
7. | Hasto Atmojo Surojo | Dosen (Sosiologi) |
8. | Rusmiati Suryasaputra | Dosen (Manajemen) |
9. | Achmad Ali | Dosen (hukum) |
10. | Yuwaldi | Advokat |
11. | Abdul Hakim Garuda Nusantara | Advokat |
12. | Safroedin Bahar | Pensiunan TNI/Komnas HAM |
13. | Samsudin | Pensiunan TNI/Komnas HAM |
14. | Taheri Noor | Pensiunan TNI |
15. | Koeparmono Irsan | Pensiunan Polri/Komnas HAM |
16. | Djoko Soegianto | Pensiunan Hakim/ mantan Ketua Komnas HAM |
17. | Soelistyowati Soegondo | Pensiunan PNS/Komnas HAM |
18. | Enny Soeprapto | Pensiunan PNS |
19. | Amidhan | Ulama |
20. | Chandra Setiawan | Ulama/Dosen |
21. | Sholahudin Wahid | Politisi |
22. | Hasballah M. Saad | Politisi |
23. | M. Ashary Thayeb | Wartawan |
Sumber: pusat data hukumonline
Hasil dan komposisi anggota Komnas HAM baru ini juga cermin dari adanya dominasi kepentingan politik yang lebih besar ketimbang keadilan bagi para korban pelanggaran HAM. Hal ini terjadi karena proses rekrutmen yang sangat tidak transparan, baik mekanisme maupun kriteria yang dibuat oleh Komisi II DPR-RI. Meskipun, pelaksanaan fit and proper test dilakukan secara terbuka.
Proses rekrutmen terkesan hanya didasarkan pada like and dislike dari para anggota Dewan yang duduk di Komisi II DPR-RI ini saja. Buktinya, kriteria penilaian tidak memiliki parameter yang jelas dan tidak ada sistem nilai dalam proses fit and proper test ini.
Masing-masing anggota Dewan hanya disodorkan nomor dan daftar nama para calon. Dari situ mereka memilih dengan melingkari calon-calon yang mereka kehendaki. Ya, seperti 'bermain-main' karena cukup melingkari saja.
Kemudian lembar daftar nama calon itu, mereka kumpulan dalam satu kotak suara untuk dihitung berdasarkan pilihan-pilihan tersebut. Ini sangat jauh berbeda dengan pemilihan hakim agung yang pernah dilakukan Komisi II DPR-RI setahun sebelumnya. Dengam menggunakan metode penilaian yang lebih jelas, metode ini bisa meminimalisir adanya unsur like and dislike tersebut.
Impunitas
Like and dislike ini akhirnya terbukti, bahwa memang ada dominasi kepetingan politik di balik pemilihan anggota Komnas HAM tersebut. Pasalnya, masih dipertahankannya para mantan birokrat pemerintah, pensiunan TNI/Polri dan para anggota Komnas HAM lama yang selama ini mempunyai rapot jelek. Hal ini dapat menjadi indikasi kuat dominannya kepetingan politik para anggota Dewan tersebut.