DKI Jakarta Lanjutkan Aturan Sistem Berkendara Ganjil-Genap
Berita

DKI Jakarta Lanjutkan Aturan Sistem Berkendara Ganjil-Genap

Namun, kebijakan ini dibarengi dengan pembatasan usia kendaraan roda empat guna mengatasi/mengurai kemacetan di ibukota.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi sistem berkendara ganjil genap di Jakarta. Foto: RES
Ilustrasi sistem berkendara ganjil genap di Jakarta. Foto: RES

Pembatasan kendaraan roda empat yang melintasi sejumlah ruas jalan tertentu melalui sistem ganjil-genap kembali diterapkan atau berlanjut di wilayah Provinsi DKI Jakarta lewat Pergub DKI Jakarta No. 155 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap pada 31 Desember 2018. Sebab, kebijakan ini relatif dapat dilaksanakan ketimbang membatasi jumlah pertumbuhan kendaraan di ibu kota.

 

Melalui akun instagram pribadi @aniesbaswedan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meluncurkan kebijakan sistem ganjil-genap ini terhadap warganya sejak Senin (2/1/2019) hingga 3 bulan ke depan. Khususnya, bagi kendaraan roda empat di beberapa titik ruas jalan. Pemprov DKI sebelumnya sudah menerbitkan Pergub No.106 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap hanya berlakukan sejak 15 Oktober 2018 hingga 31 Desember 2018.

 

Menurutnya, memasuki liburan natal dan tahun baru 2019 diprediksi mencapai 234 kendaraan yang keluar Jakarta. Anies berpendapat Pemprov DKI tak dapat melarang ratusan ribu tersebut kembali ke Jakarta. “Tapi kami bisa membatasi jumlah kendaraan yang lalu lalang di ibu kota, melalui sistem ganjil,” ujarnya, Rabu (2/1/2019). Baca Juga: Keppres Penyelenggaraan Asian Games Terbit, Sistem Ganjil Genap Berlanjut

 

Baginya, Pergub 155/2018 menjadi dasar dan landasan hukum bagi aparat penegak hukum melaksanakan sistem ganjil-genap ini. Warga Jakarta diharapkan dapat melaksanakan kebijakan tersebut, khususnya di beberapa lokasi yang ditetapkan dalam Pergub tersebut. “Semoga menjadi kebijakan yang dapat dilaksanakan semua pihak dan bermanfaat baik ke depannya,” ujarnya.

 

Hukumonline.com

Sumber: akun instagram Anies Baswedan

 

Terpisah, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menilai Pergub sistem ganjil-genap ini sebagai upaya membatasi jumlah kendaraan yang melintasi jalan tertentu pada jam-jam tertentu. “Pembatasan lalu lintas melalui sistem ganjil-genap ini tidak bersifat permanen,” kata dia.

 

Kalaupun diberlakukan permanen, kata Bestari, Pemprov DKI semestinya memberi jalan keluar terhadap persoalan pembatasan hak pengguna jalan dengan mempersiapkan moda transportasi seperti jejaring laba-laba. “Dari mana, ke mana pun bisa. Nah ini yang patut dipikirkan ke depan agar pembatasan tersebut tidak membatasi orang mengakses jalan-jalan tersebut,” ujarnya melalui sambungan telepon kepada Hukumonline.

 

Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) di DPRD DKI Jakarta itu menilai kebijakan Gubernur Anies yang memperbaharui aturan pembatasan lalu lintas melalui sistem ganjil-genap sebagai upaya yang mesti didukung. Namun, kebijakan lain soal pembatasan usia kendaraan roda empat mesti berani diambil Pemprov DKI.

 

“Jadi jangan sekedar ada upaya, Gubernur harus punya keberanian. Bukan cuma membatasi pengguna jalan pada jam tertentu, tapi juga membatasi usia kendaraan. Itu yang progresif,” ujarnya.

 

Pergub 155/2018 memuat 10 pasal, antara lain soal sejumlah ruas jalan sebagai kawasan pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil-genap yakni Jalan Medan Merdeka Barat; Jalan MH Thamrin; Jalan Jenderal Sudirman. Kemudian, sebagian Jalan Jenderal S. Parman (mulai dari simpang Jalan Tomang Raya sampai dengan simpang Jalan KS. Tubun);  Jalan Gatot Subroto; Jalan Jenderal MT Haryono; Jalan Jenderal DI Panjaitan; Jalan Jenderal Ahmad Yani; dan Jalan HR Rasuna Said-Kuningan.

 

Namun, pembatasan lalu lintas melalui sistem ganjil dan genap  di sejumlah ruas jalan tidak diberlakukan pada segmen persimpangan terdekat, hingga pintu masuk tol. Begitu pula segmen pintu keluar tol sampai dengan persimpangan terdekat. Sementara terhadap pengendara kendaraan bermotor roda empat atau lebih dengan nomor plat ganjil, dilarang melintasi ruas jalan yang bertatus pembatasan lalu lintas di tanggal genap.

 

Sebaliknya, kendaraan roda empat dengan nomor genap dilarang melintas di sejumlah ruas jalan berstatus pembatasan lalu lintas di tanggal ganjil. Penggunaan ganjil genap dilihat dari angka terakhir dari nomor plat kendaraan bermotor roda empat atau lebih. Pemberlakuan sistem ganjil genap pun hanya berlaku mulai Senin hingga Jumat setiap pekannya. Itu pun dimulai sejak pukul 06.00 WIB sampai dengan 10.00 WIB. Berlanjut pada pukul 16.00 WIB sampai dengan 20.00 WIB.

 

Pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil dan genap tidak diberlakukan pada Sabtu dan Minggu, serta hari libur nasional yang ditetapkan melalui keputusan presiden (Keppres). Pergub tersebut mengecualikan sejumlah jenis kendaraan atas pemberlakuan pembatasan sistem ganjil genap ini.

 

Seperti, kendaraan pimpinan lembaga tinggi negara Republik Indonesia. Mulai Presiden/Wakil Presiden, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat/ Dewan Pewakilan Daerah. Kemudian, Ketua Mahkamah Agung/Mahkamah Konstitusi/ Komisi Yudisial/Badan Pemeriksa Keuangan. Tak hanya itu, kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara.

 

Begitu pula dengan kendaraan dinas operasional berplat dinas, TNI dan Polri. Kendaraan pemadam kebakaran, ambulan, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan angkutan umum (plat kuning). Bahkan kendaraan angkutan barang bahan bakar minyak dan bahan bakar gas. 

 

Sementara sepeda motor pun menjadi jenis kendaraan yang dikecualikan terhadap pembatasan  sistem ganjil genap. Kendaraan yang membawa masyarakat disabilitas dan kendaraan dalam rangka kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri. Seperti kendaraan pengangkut uang (Bank Indonesia, antar bank, pengisian ATM) dengan pengawasan dari Polri.

 

Pelaksanaan pembatasan lalu lintas sistem ganjil-genap tidak berlaku sepanjang terdapat kejadian atau keadaan tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Begitu pula dengan keadaan kahar (force majeur). Antara lain bencana alam, huru hara, pemberontakan, dan pemogokan, serta keadaan yang dapat mengakibatkan hubungan sebab akibat secara langsung dengan kerugian. “Pelaksanaan pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil-genap dapat tidak diberlakukan,” demikian bunyi Pasal 5 ayat (2).

 

Dalam rangka penerapan kebijakan Pergub 155/2018 bakal terus dilakukan monitoring dan evaluasi secara periodik setiap 3 bulan oleh Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta. Pengaturan monitoring dan evaluasi per tiga bulanan ini yang membedakan dengan Pergub 106/2018 dan Pergub 164/2016 di era Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Di kedua Pergub tersebut tidak mengatur perihal monitoring dan evaluasi per tiga bulanan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut.

Tags:

Berita Terkait