DJSN Sebut Tiga Alasan Penyesuaian Iuran BPJS Kesehatan
Utama

DJSN Sebut Tiga Alasan Penyesuaian Iuran BPJS Kesehatan

Penyesuaian iuran JKN untuk peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) pun dengan mempertimbangkan tingkat kewajaran, kemampuan bayar peserta, pendanaan pemerintah.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: Hol
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: Hol

Pemerintah mengklaim telah menindaklanjuti putusan MA No.7P/HUM/2020 melalui Perpres No.64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres 64/2020 ini antara lain mengubah besaran iuran JKN bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang diatur Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres No.75 Tahun 2019 tentang Perubahan Perpres No.82 Tahun 2018.

Sejumlah kalangan mengkritik pemerintah karena besaran iuran yang ditetapkan dalam Perpres No.64 Tahun 2020 tidak sejalan dengan putusan MA tersebut karena besaran iuran yang ditetapkan tergolong masih tinggi. Namun, pemerintah mengklaim Perpres 64/2002 sejatinya tidak ada kenaikan iuran karena pemerintah telah memberikan subsidi kepada peserta mandiri kelas III tetap sebesar Rp25.500.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni mengatakan Perpres No.64 Tahun 2020 merupakan salah satu upaya mendasar untuk mencapai keberlanjutan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan mempertimbangkan prinsip gotong royong oleh seluruh pemangku kepentingan JKN. DJSN bersama pemerintah merumuskan dan mengusulkan besaran iuran JKN dengan mempertimbangkan tingkat kewajaran dan kemampuan bayar peserta serta pendanaan pemerintah.

Mengingat segmen peserta JKN ada 3 jenis, Choesni menjelaskan penyesuaian iuran untuk peserta pekerja penerima upah (PPU) dilakukan secara komprehensif mencakup batas atas dan bawah upah, struktur upah, dan subsidi silang atau proporsionalitas iuran terhadap upah. Bagi peserta PBPU penyesuaian iuran mencakup besaran nominal dengan mempertimbangkan kemampuan bayar peserta.

“Untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) penyesuaian meliputi besaran nominal dan jumlah peserta,” kata Tubagus dalam diskusi secara daring, Selasa (19/5/2020). (Baca Juga: Pemerintah: Kenaikan BPJS Masih dalam Koridor Putusan MA)

DJSN menilai penyesuaian iuran PBPU sebagaimana diatur Perpres No.64 Tahun 2020 masih dalam batas kemampuan bayar atau terjangkau. Untuk ruang rawat inap kelas I, ditujukan bagi peserta PBPU dengan pendapatan kategori sedang-tinggi. Semakin tinggi pendapatan, proporsi iuran terhadap pendapatan semakin kecil (regresif). Kelas II, untuk peserta dengan pendapatan menengah dengan besaran iuran yang dibayar per keluarga (5 orang) masih berkisar 5 persen pendapatan.

Ruang perawatan kelas III, untuk peserta dengan pendapatan rendah dan iurannya disubsidi pemerintah. Kendati besaran iuran untuk setiap segmen/kelas peserta berbeda, tapi Choesni menegaskan tidak ada perbedaan manfaat pelayanan medis yang diperoleh peserta. Perbedaan hanya terletak pada akomodasi rawat inap. “Kami setuju pemerintah memberikan subsidi untuk iuran PBPU kelas III,” kata dia.    

Hasil monitoring, evaluasi, dan pengawasan yang dilakukan DJSN terhadap penyelenggaraan JKN selama 5 tahun ini menunjukan tren pemanfaatan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi. Peningkatan manfaat pelayanan itu dibarengi dengan peningkatan biaya yang melampaui kemampuan pendanaan program JKN. Akibatnya terjadi defisit struktural dan gagal bayar terhadap fasilitas kesehatan terus berlanjut dengan jumlah yang meningkat setiap tahun.

DJSN menyimpulkan sedikitnya tiga hal alasan iuran JKN perlu penyesuaian. Pertama, penyesuaian iuran dibutuhkan untuk menjaga kualitas dan keberlangsungan program JKN. Kedua, penyesuaian iuran merupakan bagian tidak terpisahkan dari upaya perbaikan sistemik program JKN. Ketiga, penyesuaian iuran perlu dukungan publik sebagai bentuk gotong royong dan tanggung jawab bersama dalam penyelenggaraan JKN.

Anggota DJSN unsur pemerintah, Mohamad Subuh, mengatakan pemerintah telah menyiapkan potensi peserta PBPU turun kelas perawatan ke kelas III. Pada prinsipnya fasilitas kesehatan tidak boleh menolak pasien, jika ruang rawat inap kelas III penuh, maka ditempatkan sementara pada kelas di atasnya. Dalam hal ini, Perpres No.64 Tahun 2020 menjaga program JKN agar lebih bermutu dan berkelanjutan.

Jika jumlah peserta PBPU kelas III bertambah, Subuh mengatakan pemerintah akan meningkatkan subsidi sesuai jumlah peserta yang ditanggung. Dia menegaskan subsidi untuk kelas III peserta PBPU ini merupakan mandat putusan MA. “Kebijakan pemerintah sebagamana diatur dalam Perpres No.64 Tahun 2020 ini sesuai putusan MA,” katanya.

Dia menjelaskan sampai saat ini pemerintah masih membahas ruang rawat inap kelas standar. Hal ini sesuai amanat UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). “Ke depan pelayanan dilakukan berdasarkan kebutuhan dasar kesehatan dan kelas standar,” urainya.

Anggota DJSN unsur Tokoh/Ahli, Asih Eka Putri mengatakan JKN merupakan asuransi sosial yang menjalankan prinsip subsidi silang. Kelas standar yang saat ini dibahas pemerintah merupakan pelaksanaan dari prinsip gotong royong. “Untuk kelas standar sampai saat ini ada 2 opsi yaitu kelas PBI dan bukan PBI,” katanya. (Baca Juga: Alasan MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan)

Sebelumnya, sejumlah pihak menganggap pemerintah tidak mengindahkan Putusan MA bernomor 7P/HUM/2020 yang membatalkan Pasal 34 Perpres No.75 Tahun 2019 tentang iuran peserta BPJS mandiri untuk seluruh kelas perawatan. Sebab, skema kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagaimana diatur Pasal 34 Perpres 64/2020 tak berbeda jauh dengan besaran iuran BPJS sebagaimana diatur Perpres 75/2019.

Perpres 64 Tahun 2020 itu mengatur skema iuran BPJS Kesehatan pasca MA membatalkan Pasal 34 Perpres No.75 Tahun 2019. Beleid itu menyebutkan besaran iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) sesuai manfaat (kelas) pelayanan ruang perawatan. Untuk Januari-Maret 2020 besar iuran mengikuti Perpres No.75 Tahun 2019 yaitu Rp160.000 (Kelas I); Rp110.000 (Kelas II); dan Rp42.000 (Kelas III). 

Untuk April-Juni 2020 besaran iuran mengikuti amanat putusan MA yakni kembali ke tarif iuran sesuai Perpres No. 82 Tahun 2018 yakni Rp80.000 (Kelas I); Rp51.000 (Kelas II); dan Rp25.500 (Kelas III). Tapi, mulai Per 1 Juli 2020, iuran JKN-KIS bagi peserta PBPU dan BP disesuaikan menjadi Rp 150.000 untuk kelas I; Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III.

Namun, khusus kelas III, pemerintah memberi bantuan iuran (subsidi) sebesar Rp16.500 pada 2020 dan menurun menjadi Rp7.000 per bulan pada 2021 mendatang. Dengan begitu, setiap peserta mandiri kelas III sepanjang Juli-Desember 2020 cukup membayar Rp25.500 dan pada 2021 membayar Rp35.000 per bulan.

Tags:

Berita Terkait