DJP Sosialisasi Rencana Kebijakan Pengenaan Pajak Produk Digital
Berita

DJP Sosialisasi Rencana Kebijakan Pengenaan Pajak Produk Digital

Pemerintah diminta berhati-hati dalam menerapkan pajak digital.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Di tengah bencana pandemic virus Corona atau Covid-19, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengambil kebijakan baru di sektor perpajakan. Pemerintah telah menetapkan pemungutan PPN atas penjualan barang dan jasa digital oleh penjual yang dilakukan oleh pedagang atau penyedia jasa luar negeri baik secara langsung maupun melalui platform marketplace.

Dengan berlakunya ketentuan ini maka produk digital seperti langganan streaming music, streaming film, aplikasi dan games digital, serta jasa online dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN, serta produk digital yang dijual oleh pelaku usaha dalam negeri.

Agar regulasi ini tersampaikan secara baik kepada seluruh stakeholder terutama pelaku usaha, maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan sosialisasi. Sosialisasi secara daring ini dilakukan bersama dengan 290 perwakilan usaha dan konsultan pajak pada seminar online (webinar) dalam rangka persiapan implementasi pajak pertambahan nilai bagi barang dan jasa digital yang dijual oleh pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce luar negeri.

Menurut Direktur P2Humas DJP Hestu Yoga Saksama, selain konsultan dan pelaku usaha yang telah memiliki perwakilan di Indonesia, webinar ini juga diikuti oleh perwakilan pelaku usaha dari sepuluh yurisdiksi lainnya yaitu Amerika Serikat, Australia, China, Hong Kong, India, Inggris, Jepang, Singapura, Swedia, dan Thailand. (Baca: Produk Digital dari Luar Negeri Dikenai PPN Mulai 1 Juli, DJP Siapkan Regulasi Turunan)

“DJP juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerja sama dari asosiasi usaha dan

konsultan yang telah membantu menyampaikan undangan kepada para anggota dan klien mereka. Secara khusus DJP menyampaikan apresiasi atas kerja sama dari American Chamber of Commerce in Indonesia, European Business Chamber of Commerce in Indonesia, serta US-Asean Business Council,” kata Yoga dalam press rilis yang diterima oleh hukumonline, Minggu (31/5).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, aturan ini mulai berlaku pada 1 Juli 2020, Direktur Jenderal Pajak akan menetapkan kriteria pelaku usaha yang wajib menjadi pemungut PPN produk digital, serta daftar pelaku usaha yang ditunjuk untuk menjadi pemungut. Dengan demikian, maka pemungutan PPN paling cepat akan dimulai pada bulan Agustus sehingga diharapkan memberi cukup waktu baik bagi para pelaku usaha produk digital luar negeri maupun DJP agar dapat mempersiapkan sistem pemungutan, pembayaran, dan pelaporan yang mudah, sederhana, dan efisien.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan pungutan Pajak Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau pajak digital, baik dalam skema pungutan dan nominal yang dipakai.

"Pemerintah harus berhati-hati dalam menerapkan pungutan pajak digital, termasuk mengenai skema pungutan dan nominal yang dipakai. Sebab, kebijakan ini merupakan langkah sepihak,” ujar Puteri dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Puteri menjelaskan bahwa apabila pajak digital diterapkan, Indonesia sudah dipastikan bisa menambah sengketa perpajakan internasional. Pihak yang bersengketa menggunakan dasar hukum yang berbeda yaitu ketentuan hukum domestik dan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Politisi Muda Fraksi Partai Golkar ini mengungkap permasalahan utama penerapan pajak digital yaitu tingkat anonimitas yang tinggi dari pelaku perdagangan elektronik.

Tidak hanya itu, kata dia, beberapa raksasa digital besar yang beroperasi secara lintas batas negara di Indonesia tidak dikenakan pajak, karena belum ada aturan pajak digital. Kesulitan penerapan pajak digital juga merupakan permasalahan global, tidak hanya di Indonesia.

Berdasarkan data Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII), Indonesia merupakan negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia dengan pengakses internet mencapai 132,7 juta orang. Hasil studi PWC memperkirakan tingkat pertumbuhan pendapatan industri hiburan dan media di Indonesia mencapai 10 persen pada 2021 mendatang atau senilai 8.168 juta dolar AS.

Jika dianalisa lebih lanjut, industri hiburan dan media akan semakin banyak bergerak melalui internet. Namun dari sisi infrastruktur, Indonesia masih tertinggal dari sejumlah negara tetangga.

Pengenaan pajak entitas digital akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan diteruskan dalam bentuk tata cara pelaksanaan di level Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang sampai saat ini masih dalam proses penyusunan.

“Pengaturan pajak PMSE diharapkan dapat berjalan sesuai mandatnya yaitu dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pada situasi seperti saat ini, di mana proses bisnis terdampak wabah Covid-19 dan bisnis yang tetap dapat bertahan salah satunya adalah bisnis berbasis digital, seperti layanan streaming film atau fasilitas video conference,” kata Puteri. (ANT)

Tags:

Berita Terkait