DJP Gandeng Jampidsus dan Bareskrim Optimalkan Penerimaan Negara
Berita

DJP Gandeng Jampidsus dan Bareskrim Optimalkan Penerimaan Negara

DJP memerlukan kolaborasi dengan aparat penegak hukum lain supaya tujuan bersama dari penegakan hukum pajak dapat tercapai.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Jampidsus Kejagung RI) menandatangani perjanjian kerja sama tentang penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang perpajakan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hari ini dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penegakan Hukum Pajak Tahun 2021.

Pada acara yang sama, DJP juga melakukan perjanjian kerja sama dengan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) terkait penegakan hukum di bidang perpajakan. Acara ini diselenggarakan di Gedung Mar’ie Muhammad Kantor Pusat DJP.

“Penegakan hukum di negara kita tidak dapat dilakukan sendirian. Penegakan hukum yang dilakukan DJP merupakan sebagian dari aktivitas penegakan hukum yang ada, yakni di ranah hukum perpajakan saja. Oleh sebab itu, DJP memerlukan kolaborasi dengan aparat penegak hukum lain supaya tujuan bersama dari penegakan hukum dapat tercapai,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo.

DJP dan Jampidsus Kejagung RI sepakat untuk melakukan koordinasi dalam rangka penyelarasan kebijakan serta penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan TPPU yang asalnya dari tindak pidana di bidang perpajakan.

Selain itu, DJP dan Jampidsus Kejagung RI juga bersinergi dalam melakukan pertukaran data dan informasi, pengembangan kapasitas sumber daya manusia, serta koordinasi pencegahan tindak pidana yang menjadi kewenangan masing-masing pihak.

Selanjutnya, DJP dan Bareskrim Polri melakukan kerja sama dalam penegakan hukum meliputi pertukaran data dan informasi, penyelidikan dan penyidikan, koordinasi dan pengawasan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta pemanfaatan sarana dan prasarana.

“Dengan adanya penegakan hukum yang kolaboratif dan berintegrasi dengan berbagai aparat penegak hukum, DJP berharap dapat mencapai penerimaan pajak yang optimal,” kata Suryo. (Baca: Menkeu Ingatkan WP, Konsultan Pajak dan Kuasa Hukum Pajak Jaga Integritas)

Seperti diketahui, KPK tengah melakukan penyidikan terhadap pegawai DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atas dugaan kasus suap. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan apresiasi dan menghargai serta mendukung sepenuhnya langkah KPK yang juga disertai Unit Kepatuhan Internal (UKI) di lingkungan Kemenkeu yang telah bekerjasama untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat atas dugaan suap yang melibatkan pegawai DJP.

Sri Mulyani mengatakan bahwa pengaduan masyarakat atas dugaan suap tersebut terjadi pada awal tahun 2020 yang kemudian dilakukan tindakan oleh Unit Kepatuhan Internal Kemenkeu dan KPK dengan melakukan tindak lanjut dari pengaduan tersebut.

“Kami di Kementerian Keuangan menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK untuk dapat menuntaskan dugaan suap yang dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan tetap memegang azas praduga tidak bersalah,” ujar Menkeu dalam Konferensi Pers secara daring, Rabu (3/3) lalu.

Sri Mulyani menegaskan, Kemenkeu tidak menoleransi tindakan-tindakan koruptif serta pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seluruh atau oleh siapapun di lingkungan pegawai Kementerian Keuangan. Terhadap pegawai DJP yang oleh KPK diduga terlibat di dalam dugaan suap tersebut telah dilakukan pembebasan tugas dari jabatannya agar memudahkan proses penyidikan oleh KPK dan yang bersangkutan telah mengundurkan diri dan sedang diproses dari sisi administrasi Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Dugaan suap yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak ini jelas merupakan pengkhianatan dan telah melukai perasaan dari seluruh pegawai baik di Direktorat Jenderal Pajak maupun seluruh jajaran Kementerian Keuangan di seluruh Indonesia yang telah dan terus dan akan berpegang pada prinsip-prinsip integritas dan profesionalitas,” tegasnya.

Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati menyatakan, munculnya kasus dugaan suap di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, menjadi berita buruk dan rapor merah sekaligus pekerjaan besar bagi pemerintah.

Munculnya kasus ini, dinilainya menjadi ironi karena seharusnya antara otoritas pajak dan wajib pajak sama-sama memiliki kesadaran. Kesadaran yang dimaksud yaitu kesadaran bahwa pajak itu sudah memenuhi 4 prinsip. Dimulai dari prinsip keadilan (equity) yaitu pengenaan pajak secara umum serta sesuai dengan kemampuan wajib pajak. Kemudian, prinsip kepastian (certainty), di mana pemungutan pajak harus dilakukan dengan tegas, jelas, dan terdapat kepastian dan jaminan hukum. 

Prinsip kepastian tersebut, lanjut politisi PKS itu, seharusnya mampu memberikan kemudahan bagi wajib pajak mengenai objek pengenaan pajak, besaran pajak atau dasar pengenaan pajak. Selajutnya, prinsip kelayakan (convience) yakni pajak yang dipungut hendaknya tidak memberatkan wajib pajak serta hendaknya sejalan dengan sistem self assessment.

“Terakhir, prinsip ekonomi (economy) yaitu pada saat menetapkan dan memungut pajak harus mempertimbangkan biaya pemungutan pajak dan harus proporsional,” katanya.

Tags:

Berita Terkait