Diwarnai Pencabutan Aduan, Anggota KPU Ini Diberhentikan
Berita

Diwarnai Pencabutan Aduan, Anggota KPU Ini Diberhentikan

DKPP menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir kepada Teradu I sampai VI yakni Arief Budiman, Pramono Ubaid Tanthowi, Wahyu Setiawan (sudah diberhentikan tetap sebelumnya), Ilham Saputra, Viryan, dan Hasyim Asy’ari.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Logo KPU: kpu.go.id
Logo KPU: kpu.go.id

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap Anggota KPU RI, Evi Novida Ginting Manik dalam perkara 317-PKE-DPP/X/2019 yang diadukan Hendri Makalausc, calon Anggota Legislatif DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan (dapil) Kalbar 6.

 

Sanksi tersebut dibacakan Pelaksana Tugas Ketua DKPP, Prof. Muhammad. “Menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku Anggota KPU RI sejak putusan ini dibacakan,” ujar Prof. Muhammad membacakan putusan Rabu (18/3), di ruang sidang DKPP.

 

Evi Novida duduk sebagai Teradu VII bersama enam Ketua dan Anggota KPU RI lainnya yakni Arief Budiman, Pramono Ubaid Tanthowi, Wahyu Setiawan (yang sudah diberhentikan), Ilham Saputra, Viryan, dan Hasyim Asy’ari. Ketua dan Anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat atas nama Ramdan, Erwin Irawan, Mujiyo, dan Zainab juga menjadi Teradu dalam perkara yang sama.

 

“Memperhatikan pokok aduan Pengadu dan alat bukti berdasarkan Pasal 19 Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, DKPP memandang perlu melanjutkan perkara a quo,” ujar Anggota DKPP, Dr Alfitra Salam.

 

Dalam pertimbangan putusan dijelaskan Teradu VII sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu KPU RI memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya.

 

Teradu VII yang menjabat sebagai Wakil Koordinator Wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Dengan demikian Evi Novida dinilai bertanggungjawab penuh untuk mengkoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, memantau, supervisi, dan evaluasi terkait penetapan dan pendokumentasian hasil pemilu.

 

“Teradu VII sebelumnya terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi Peringatan Keras serta pemberhentian sebagai Koordinator Divisi yang merupakan pelanggaran kode etik berat yang menunjukan kinerja Teradu VII tidak bisa dipertanggungjawabkan,” Anggota DKPP, Prof. Teguh Prasetyo saat membacakan salinan putusan.

 

Evi Novida sebagai penanggung jawab divisi dipandang terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf c dan d, Pasal 6 ayat 93) huruf a dan f, juncto Pasal 10 huruf a, Pasal 11 huruf a dan b, Pasal 15 huruf d, e dan f dan Pasal 16 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

 

Sementara Teradu I sampai VII (Ketua dan Anggota KPU RI) terbukti melakukan intervensi terkait perubahan perolehan suara Pengadu yang dilakukan dalam sejumlah tahapan. Antara lain dengan memerintahkan Teradu VIII sampai XI menggelar pleno untuk membatalkan hasil rekapitulasi pleno perhitungan terbuka.

 

(Baca: MK: Advokat Boleh Jadi Penasihat Hukum di Sidang DKPP)

 

Terungkap pula peran Teradu III (Wahyu Setiawan) dan Teradu V (Viryan) dengan memfasilitasi pleno kepada Teradu VIII sampai XI sehingga terjadi perubahan perolehan suara Pengadu serta caleg lainnya berubah.

 

“Tindakan Teradu I sampai VII terbukti ambivalen dalam menangani perkara ini. Satu sisi memerintahkan Teradu VIII sampai XI menyampaikan hasil putusan Bawaslu Kabupaten Sangggau kepada Mahkamah Konstitusi, namun setelah ada putusan Teradu I sampai VII mengambaikannya,” ujar Dr. Ida Budhiati.

 

Sementara itu, DKPP menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir kepada Teradu I sampai VI yakni Arief Budiman, Pramono Ubaid Tanthowi, Wahyu Setiawan (sudah diberhentikan tetap sebelumnya), Ilham Saputra, Viryan, dan Hasyim Asy’ari. Sedangkan Teradu VIII sampai XI dijatuhi sanksi Peringatan.

 

Diwarnai Pencabutan Aduan

Dalam persidangan perdana perkara 317-PKE-DKPP/X/2019, Rabu (13/11), sempat diwarnai dengan pencabutan aduan oleh pengadu kepada DKPP. Tak lama setelah sidang dimulai, alih-alih membacakan pokok aduannya, Hendri Makalausc justru menyatakan akan mencabut aduan atau perkara yang disidangkan.

 

Menanggapi pencabutan aduan ini, anggota DKPP, Dr. Ida Budhiati menanyakan alasan Hendri yang mencabut perkara. Ida bertanya kepada Hendri terkait alasan pencabutan perkara yang dilakukan olehnya dalam sidang. “Saya masih belum menangkap apa alasan Saudara mencabut perkara. Coba tolong jelaskan,” pinta Ida.

 

Melalui tim kuasanya, Hanif Fajri, Hendri menyatakan mencabut perkara tanpa mengungkapkan alasan yang jelas. “Kita putuskan untuk dihentikan saja tanpa perlu kami jelaskan alasannya di sini,” jawab Hendri.

 

Jawaban Hendri pun memancing reaksi dari Ida. Menurut Ida, pengaduan yang dilakukan Hendrik terkait dugaan pelanggaran KEPP sudah difasilitasi oleh negara melalui DKPP. “Kami ingin menuntut pertanggungjawaban saudara. Mengapa saudara mencabut perkara dan harus diungkapkan alasannya?” tegas Ida.

 

Ia menambahkan, berdasar Pasal 21 Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2013 tentang Hukum Acara DKPP, DKPP tidak terikat dengan pencabutan perkara yang dilakukan oleh Pengadu.

 

“Kalaupun Saudara mencabut, berdasar uraian pokok aduan dan bukti saudara, DKPP bisa tetap memeriksa perkara ini. Saya ingin mendengar alasan kenapa Saudara mencabut?” imbuhnya.

 

Mendengar ucapan Ida, Hendri pun melunak dan membuatnya sedikit mengungkapkan sudut pandangnya. Menurutnya, proses pencarian keadilan yang dilaluinya sudah cukup panjang, dimulai dari pengaduan di Bawaslu Kabupaten/Kota, Bawaslu RI hingga Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Selain itu, ia juga membawa perkara ini ke Mahkamah Partai Gerindra, yang menjadi partai tempat ia menginduk. “Mahkamah partai sudah membuat keputusan untuk saya. Jadi saya pikir itu alasan kenapa saya tidak buka di DKPP,” ungkap Hendri. Saya tidak punya hal lain yang dapat saya ungkapkan. Itu yang dapat saya ungkapkan terkait keinginan mencabut perkara ini dari saya sebagai pengadu,” terang Hendri.

 

Menanggapi keterangan Hendri, Ida menyatakan akan mencatat dan mempertimbangkan alasan Hendri. “Baik, alasan anda akan dicatat dan akan dipertimbangkan oleh DKPP,” kata Ida menanggapi.

 

Untuk diketahui, aduan Hendri ke DKPP ini berawal dari terjadinya perubahan perolehan suara pada Pileg DPRD Kalimantan Barat, April 2019 lalu. Pada Pileg tersebut Hendri merupakan caleg dengan nomor urut 1 Partai Gerindra Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 6. Perubahan perolehan suara diketahui setelah melakukan Penyandingan terhadap fotocopy salinan formulir Model C1-DPRD Provinsi dan Formulir Model DA1 DPRD Provinsi.

 

Dari hasil Penyandingan kedua formulir, diketahui total penambahan atau penggelembungan suara yang mengakibatkan pengurangan perolehan suara Hendri sebanyak 2.414 suara. Jumlah ini berpindah ke perolehan suara caleg nomor urut 7. Untuk itu, pada tanggal 18 Oktober 2019 silam, Hendri mengajukan aduan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) ke DKPP. 

 

Tags:

Berita Terkait