Divonis Hakim, Andi Tak Mau Pikul Tanggung Jawab Pidana Choel
Berita

Divonis Hakim, Andi Tak Mau Pikul Tanggung Jawab Pidana Choel

Andi menyesal tidak mampu mencegah penyimpangan yang terjadi di Kemenpora.

NOV
Bacaan 2 Menit
Mantan Menpora Andi Mallarangeng saat menghadiri sidang pembacaan putusan terhadap dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/7). Foto: RES.
Mantan Menpora Andi Mallarangeng saat menghadiri sidang pembacaan putusan terhadap dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/7). Foto: RES.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng tidak mau jika ia harus memikul tanggung jawab pidana adiknya, Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng. Pasalnya, Andi tidak pernah memerintahkan Choel untuk meminta fee dari proyek pengadaan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

Andi mengatakan apa yang dilakukan Choel tanpa sepengetahuannya. Ia juga tidak pernah menyalahgunakan kewenangan selaku Menpora, apalagi memberikan sarana dan kemudahan bagi Choel untuk melakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proyek P3SON Hambalang.

Sebagai orang nomor satu di Kemenpora, Andi mengaku ia tidak mau lari dari tanggung jawab. Faktanya, ketika belum ditetapkan sebagai tersangka dan KPK mengajukan pencegahan, Andi langsung mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menpora. Namun, Andi tidak terima jika harus memikul tanggung jawab pidana yang dilakukan pihak lain.

Sejauh ini, Andi mengaku telah melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin, termasuk pengawasan sesuai sistem yang ada di Kemenpora. Apabila kemudian terjadi penyimpangan, termasuk penyimpangan yang dilakukan adiknya, Choel, hal itu dilakukan di luar sepengetahuan Andi.

“Dalam perkara pidana, siapa yang berbuat dia yang bertanggung jawab. Tidak bisa adiknya berbuat, lalu dia bertanggung jawab. Ini juga bisa dilihat dari tuntutan jaksa yang merangkai cerita. Saya disebut menerima melalui ini itu, tapi nyatanya tidak terbukti,” katanya usai pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum'at (18/7).

Andi menyesal atas penyimpangan yang terjadi di Kemenpora. Andi meminta maaf kepada masyarakat karena selama menjadi Menpora ia tidak mampu mencegah penyimpangan itu. “Mudah-mudahan saya ingin ada mesin waktu yang bisa kembali ke sana dan saya bisa melakukan hal-hal yang bisa mencegah terjadinya penyimpangan,” imbuhnya.

Walau begitu, Andi menganggap pertimbangan majelis yang menyatakan ia tidak menikmati uang hasil tindak pidana korupsi sudah sesuai dengan fakta persidangan. Andi menilai majelis keliru jika ia disebut menyalahgunakan kewenangan, serta memberikan sarana dan kemudahan bagi Choel untuk mendapatkan fee proyek P3SON Hambalang.

Selama menjadi Menpora, Andi selalu mewanti-wanti staf dan bawahannya untuk bersikap profesional dan tidak perlu mencarikan tambahan dana. Ia juga mewanti-wanti agar staf-stafnya tidak mempedulikan sahabat, teman, dan keluarganya. Andi merasa sudah memiliki cukup harta, sehingga tidak perlu dicarikan tambahan harta.

Andi meyakini berdasarkan fakta-fakta dan keterangan para saksi di persidangan, telah terjadi sejumlah penyimpangan dalam proyek P3SON Hambalang. Namun, Andi menegaskan ia bukan bagian dari pelaku penyimpangan tersebut. Ia tidak pernah memerintahkan bawahannya untuk melakukan penyimpangan.

“Tapi, saya lihat majelis menilai saya sebagai pemimpin tertinggi di Kemenpora tidak menjalankan tugas, mengawasi dengan baik, sehingga memungkinkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan kemudian penyimpangan-penyimpangan itu haruslah tetap menjadi tanggung jawab saya,” ujarnya.

Oleh karena itu, Andi merasa putusan majelis tidak adil. Andi langsung menyatakan banding karena tidak terima dituduh melakukan tindak pidana korupsi hingga tahun 2012. Andi sendiri sudah mengundurkan diri sebagai Menpora dan sudah mendekam dalam tahanan selama sembilan bulan sejak proses penyidikan.

Majelis hakim menghukum Andi Alifian denganpidana empat tahun penjara dan denda Rp200 juta “Apabila denda tidak dibayar, diganti dengan kurungan selama dua bulan,” tutur Ketua Majelis Hakim Haswandi saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Haswandi mengatakan, Andi terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam proyek pengadaan P3SON Hambalang tahun anggaran 2010-2012 sebagaimana dakwaan alternatif kedua, Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Namun, sebelum menjatuhkan putusan, Haswandi mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan. Beberapa hal meringankan adalah Andi belum pernah dihukum, telah mengabdi kepada negara, mendapatkan penghargaan berupa bintang jasa utama dari pemerintah, dan belum menikmati hasil perbuatannya.

Dalam pertimbangannya, Haswandi menguraikan, berdasarkan fakta-fakta dan alat bukti di persidangan, Andi terbukti menyalahgunakan kewenangan, serta memberikan sarana dan kemudahan bagi adiknya, Andi Zulkarnain Anwar alias Choel untuk melakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proyek P3SON Hambalang.

“Sehingga, Choel meminta bagian fee proyek Hambalang tersebut melalui pejabat Kemenpora, Wafid Muharam dan Deddy Kusdinar yang dari fakta persidangan diketahui sebanyak AS$550 ribu sebagai imbalan diloloskannya PT Adhi Karya (AK) sebagai pemenang lelang proyek jasa konstruksi proyek P3SON Hambalang,” terangnya.

Selain itu, akibat perbuatan Andi, Choel mendapat kesempatan untuk meminta bagian fee sebanyak Rp2 miliar dari PT Global Daya Manunggal (GDM) yang diserahkan Herman Prananto dan Nani M Rusli karena berhasil mengarahkan PT GDM sebagai subkontraktor PT AK dalam proyek jasa konstruksi P3SON Hambalang.

Haswandi menganggap perbuatan yang dilakukan Andi bersikap koruptif. Perbuatan Andi juga bertentangan dengan UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dan menyimpang dari kewajiban terdakwa selaku Menpora yang merupakan penyelenggara negara.

Akibat perbuatan Andi yang menyerahkan hal-hal teknis kepada Deputi dan Sesmenpora mengakibatkan penandatangan penetapan pemenang lelang proyek Hambalang dilakukan oleh Sesmenpora Wafid Muharam. Padahal, Andi mengetahui penetapan pemenang lelang proyek dengan nilai di atas Rp50 miliar harus ditandatanggani Menpora.

Perbuatan Andi tersebut dianggap Haswandi bertentangan dengan Pasal 26 huruf b Kepres No.80 Tahun 2003 beserta seluruh perubahannya, serta mengakibatkan tidak terlaksana fungsi kontrol yang baik, dan fungsi pengawasan sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf i UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Begitu pula dengan proses evaluasi prakualifikasi, evaluasi teknis, dan penawaran lelang. Proses itu tidak dilakukan oleh panitia lelang, tapi oleh perusahan-perusahaan calon pemenang, yaitu PT Yodya Karya (YK), PT Ciriajasa Cipta Mandiri (CCM), dan KSO Adhi-Wika dengan biaya dari PT AK, termasuk untuk uang saku panitia lelang.

Akhirnya, Kemenpora menetapkan PT YK, PT CCM, dan KSO Adhi-Wika masing-masing sebagai pemenang lelang konsultan perencana, konsultan manajemen konstruksi, dan penyedia jasa konstruksi. Sementara, PT Methapora Solusi Global (MSG) yang dibawa M Arifin dijadikan sebagai subkontraktor dari PT YK.

“Hal itu memberikan fakta, proses pelelangan proyek P3SON Hambalang dilaksanakan dengan tidak sebagaimana mestinya yang bertentangan dengan prinsip terbuka, bersaing, transparan, adil, tidak diskriminatif, dan akuntabel sebagaiman diatur Pasal 3 dan 5 Kepres No.80 Tahun 2003 serta perubahannya,” kata Haswandi.

Selanjutnya, berdasarkan keterangan saksi dan terdakwa sendiri di persidangan, diketahui bahwa Andi ternyata tidak melarang stafnya menggunakan dana-dana yang berasal dari fee proyek di Kemenpora, termasuk fee proyek P3SON Hambalang yang disimpan dan dikelola Poniran yang bukan merupakan bendahara di Kemenpora.

Haswandi mengungkapkan, dana-dana dari fee proyek P3SON Hambalang digunakan untuk keperluan operasional Andi, pembayaran THR, pembayaran biaya perjalanan dan tiket menonton piala AFF di Malaysia, keperluan pengobatan keluarga Andi, kunjungan kerja anggota Komisi X DPR, dan Rapat Dengar Pendapat di Komisi X.

Sementara, Andi memiliki dana operasional menteri/DOM, yang mana hal itu, menurut Haswandi, membuktikan pengelolaan keuangan negara tidak dilaksanakan secara tertib, taat, tidak efisien, ekonomis, efektif, dan bertanggung jawab, sehingga bertentangan dengan Pasal 3 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Akibat penyimpangan-penyimpangan tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung kerugian negara mencapai Rp463,39 miliar. Kerugian negara ini dihitung dari total uang yang telah dikeluarkan Kemenpora, yaitu Rp471,707 miliar dikurangi sisa saldo kas KSO Adhi-Wika, yaitu Rp7,170 M dan Rp146,101 juta.

Haswandi menilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat penyimpangan dalam proyek P3SON Hambalang sebagai kerugian keuangan negara secara keseluruhan atau total loss. Ia menolak keterangan Andi yang menyatakan masih terdapat engineering solution untuk meneruskan bangunan, sehingga kerugian negara tidak bersifat total loss.

Pasalnya, merujuk keterangan ahli struktur, ahli bioteknik, dan ahli geologi di persidangan, engineering solution itu baru bisa dilakukan setelah ada evaluasi secara detail mengenai sistem fondasi bangunan yang mengindikasikan kelabilan tanah Hambalang, sehingga pada saat ini bangunan P3SON Hambalang sama sekali tidak dapat dipergunakan.

Dengan demikian, Haswandi mengatakan bantahan Andi tidak beralasan menurut hukum dan sudah sepatutnya dikesampingkan. Selain itu, mengingat tidak adanya alasan yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban terdakwa, Haswandi menolak semua pembelaan yang disampaikan terdakwa dan tim penasihat hukumnya.

Bebas uang pengganti
Walau sepakat menyatakan Andi terbukti bersalah, Haswandi tidak sepakat dengan pidana tambahan uang pengganti Rp2,5 miliar yang dimintakan penuntut umum. Hal ini dikarenakan, selama persidangan, majelis tidak menemukan adanya fakta bahwa Andi memperoleh atau menikmati uang hasil tindak pidana korupsi.

“Uang AS$550 ribu yang disita KPK dari Choel adalah terkait dengan perbuatan saksi Choel sendiri. Sama halnya dengan uang Rp2 miliar yang disita dari PT GDM. Kemudian, uang Rp2 juta adalah terkait Andi Farid Akbar. Uang Rp99,334 juta, AS$128,284 ribu, Euro3765, dan Aus$170 ribu adalah terkait saksi Poniran,” kata Haswandi.

Adapun uang tunai Rp15 juta dan Rp Rp52,5 juta yang juga terungkap di persidangan, masing-masing terkait dengan Toni Poniman dan Ilham Mendrofa. Sementara, uang-uang lain yang berasal dari bagian fee proyek di Kemenpora yang dikumpulkan Wafid kepada Poniran, bukan digunakan untuk kepentingan Andi.

Melainkan dipergunakan untuk kepentingan jamuan makan tamu-tamu Kemenpora, kiriman karangan bunga, pembayaran akomodasi dan pembelian tiket pertandingan piala AFG di Senayan dan Malaysia, pemberian uang saku dan transportasi staf Sekretariat Komisi X DPR pada saat rapat dengar pendapat (RDP) dan rapat kerja.

Ada pula yang dipergunakan untuk pembayaran tiket dan akomodasi kunjungan kerja ke luar negeri pimpian dan anggota Komisi X, pembayaran THR untuk protokoler dari Menpora, pembantu, sopir, dan petugas keamanan, serta biaya berobat ibu Andi yang dibayarkan oleh Poniran melalui Iim Rohimah.

“Sehingga, terdakwa tidak perlu dijatuhkan hukuman pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1) hrf b UU Tipikor. Namun, perbuatan terdakwa telah memenuhi semua unsur dalam Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” ujar Haswandi.
Tags:

Berita Terkait