Divonis 5 Tahun, Terdakwa Korupsi TransJakarta Terima Putusan Hakim
Berita

Divonis 5 Tahun, Terdakwa Korupsi TransJakarta Terima Putusan Hakim

Pengacara terdakwa berharap kasus ini diusut sampai level atas.

NOV
Bacaan 2 Menit
Drajad Adhyaksa (kemeja motif bunga) dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Drajad Adhyaksa (kemeja motif bunga) dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Mantan Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi DKI Jakarta Drajad Adhyaksa divonis dengan pidana penjara selama lima tahun. "Ditambah denda Rp250 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Supriyono membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum'at (6/3).

Supriyono menyatakan Drajad terbukti bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan Busway (TransJakarta) Articulated, Busway Single, dan Bus Sedang tahun 2013 sebagaimana dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) UU Tipikpr jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Namun, sebelum menjatuhkan putusan, Supriyono mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan Drajad. Salah satu hal yang memberatkan adalah perbuatan Drajad dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.

Supriyono menguraikan, berdasarkan fakta-fakta dan alat bukti yang terungkap di persidangan, peristiwa ini bermula ketika Dishub melakukan kegiatan pengadaan lima paket Busway Articulated, lima paket Busway Single, lima paket Bus Sedang pada 2013 senilai Rp848,112 miliar.

Drajad ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dalam kegiatan perencanaan pengadaan Busway yang dilakukan secara swakelola itu, Drajad dan Kadishub Udar Pristono selaku Pengguna Anggaran (PA) melakukan penunjukan langsung.

"Terdakwa menunjuk langsung Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPPT Prawoto sebagai pelaksanaan perencanaan. Padahal, terdakwa seharusnya melalui panitia pengadaan memproses kegiatan perencanaan dengan metode pelelangan umum," ujar Supriyono.

Perbuatan melawan hukum ini kembali terjadi dalam proses pengadaan Busway Articulated paket I, IV, V, Busway Single paket II, dan kegiatan pengawasan. Ketua Panitia Pengadaan Setyo Tuhu menambah syarat administrasi setelah para peserta memasukan penawaran dan lolos kualifikasi.

Alhasil, PT Putriasi Utama Sari KSO PT Arimbi Jaya Agung sebagai penawaran terendah Rp96,39 miliar harus digugurkan, sedangkan penawar yang lebih tinggi, PT Korindo Motors muncul sebagai pemenang lelang dalam pengadaan Busway Articulated paket I dengan nilai penawaran Rp113 miliar.

Sementara, PT Mobilindo Armada Cemerlang menjadi pemenang lelang Busway Articulated paket IV dengan nilai penawaran Rp110,265 miliar, serta PT Ifani Dewi menjadi pemenang pengadaan Busway Articulated paket V dan Busway Single paket II dengan penawaran Rp110,52 miliar dan Rp67,658 miliar.

Padahal, menurut Supriyono, perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan dasar dan tidak memenuhi syarat. “"Tindakan-tindakan itu telah dilaporkan kepada terdakwa, tetapi terdakwa membiarkan, bahkan terdakwa mengusulkan penetapan pemenang lelang,"” tuturnya.

Kemudian, meski pekerjaan belum selesai 100 persen, Drajad menerbitkan surat perintah pencairan dana dengan total Rp390,379 miliar. Ditambah lagi pembayaran untuk kegiatan pengawasan sejumlah Rp3,104 miliar yang ditransferkan ke rekening Iwan Kuswandi.

Supriyono mengungkapkan, pembayaran riil untuk kegiatan pengawasan hanya Rp695,71 juta. Sisanya, Rp2,867 miliar masuk ke kocek Iwan yang peruntukannya empat persen untuk fee perusahaan pinjaman dan Rp1,069 miliar diserahkan ke BPPT sesuai arahan Prawoto.

Dengan demikian, lanjut Supriyono, terdapat selisih Rp2,409 miliar dari total uang yang dibayarkan untuk kegiatan pengawasan. Kelebihan pembayaran itu telah memperkaya Iwan, perusahaan-perusahaan konsultan pengawas, dan personil-personil pengawas dari BPPT.

Padahal, diketahui delapan perusahaan konsultan pengawas hanya dipinjam bendera oleh Iwan. Dalam pelaksanaan pengawasan pun, Iwan tidak melibatkan perusahaan-perusahaan tersebut, tetapi hanya menunjuk orang-orang tertentu  yang bekerja sama dengan beberapa personil BPPT yang ditunjuk Prawoto.

Oleh karena itu, Supriyono menyatakan, selain memperkaya orang lain dan korporasi, kemahalan harga pada kegiatan pengadaan Busway Articulated paket I, IV, V, Single paket II, dan pekerjaan jasa konsultasi pengawasan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp53,466 miliar.

Namun, mengingat Drajad tidak menikmati uang hasil korupsi, Supriyono tidak membebankan Drajad dengan uang pengganti. Supriyono juga menyebutkan telah ada pengembalian uang, termasuk dari pemenang lelang sejumlah Rp17,563 miliar yang kini disita dan dititipkan di rekening Kejaksaan Agung.

Penuntut umum menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding. Sementara, pengacara Drajad, Yanti Nurdin mengaku kliennya tidak akan mengajukan banding. "Kami menerima yang mulia. Kami sebetulnya mau fakta persidangan dikupas. Drajad ini hanya pelaksana di bawah. Kami maunya diusut sampai atas," tandasnya.

Dalam persidangan terpisah, Ketua Panitia Pengadaan Busway Articulated, Busway Single, dan Bus Sedang tahun 2013, Setyo Tuhu juga dinyatakan bersalah oleh majelis hakim. Setyo dihukum dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp250 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Tags:

Berita Terkait