Divonis 2 Tahun 8 Bulan Bui, Johannes Kotjo Terima Putusan
Berita

Divonis 2 Tahun 8 Bulan Bui, Johannes Kotjo Terima Putusan

Kotjo menerima putusan, sedangkan penuntut umum masih pikir-pikir.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo saat menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/12). Foto: RES
Terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo saat menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/12). Foto: RES

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akhirnya menghukum Johannes Budisutrisno Kotjo dengan pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan dan denda Rp150 juta subsidair 3 bulan kurungan. Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa KPK yakni 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan proyek PLTU Riau-1.

 

“Menyatakan Johanes Budisutrisno Kotjo bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan alternatif pertama,” kata Ketua Majelis Hakim Lukas Prakoso, Kamis (13/12). . Baca Juga: Dakwaan Johanes Kotjo Ungkap Peran Setya Novanto dan Sofyan Basir

 

Dalam pertimbangan memberatkan diantaranya perbuatan Kotjo bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan meringankan berlaku sopan, terus terang, belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga, mengaku bersalah dan sangat menyesali dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan.

 

Menurut majelis, Kotjo ingin mempercepat mendapatkan proyek PLTU Riau-1 karena mempunyai dua kapasitas, pertama sebagai pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, dan kedua sebagai agen dari China Huadian. Ia memberi suap kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham dengan total sebesar 4,7 miliar.

 

“Pemberian uang dari terdakwa kepada Eni adalah untuk berbuat bertentangan kewajibannya sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI,” kata majelis.

 

Atas putusan ini Kotjo menerimanya. “Seperti yang sudah saya sampaikan dalam pembelaan, saya akan menerima apapun putusan hakim,” ujar Kotjo. Sementara penuntut umum KPK menyatakan pikir-pikir.

 

Eni memang tidak mempunyai kewenangan menentukan pelaksanaan proyek-proyek PLN. Tetapi selaku Wakil Ketua Komisi VII yang menangani bidang energi, Kotjo menyadari Eni bisa membantu memperlancar untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1.

 

Dalam perkara ini terungkap Eni beberapa kali memfasilitasi pertemuan antara Kotjo dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Kotjo berusaha keras mendapatkan proyek ini karena ia bisa mengambil keuntungan sebesar 2,5 persen atau sekitar US$25 juta dari total anggaran sebesar US$900 juta dimana keuntungan tersebut rencananya akan dibagi-bagi sejumlah pihak.

 

Kotjo akan mengambil bagian sebesar 24 persen atau US$6 juta; Setya Novanto akan mendapat fee yang sama yaitu US$6 juta; Andreas Rinaldi dapat jumlah yang sama; Rickard Philip Cecile selaku CEO PT Blackgold Natural Resources, Ltd sebesar 12 persen atau US$3,125 juta.

 

Pertemuan itu antara lain sekitar awal tahun 2017, Eni memperkenalkan Kotjo dengan Sofyan Basir di Kantor Pusat PLN dan menyampaikan Kotjo adalah pengusaha tambang yang tertarik menjadi investor dalam proyek PLTU MT RIAU-1. Selanjutnya, Sofyan Basir meminta agar penawaran diserahkan dan dikoordinasikan dengan Supangkat.

 

Pada 29 Maret 2017, Independent Power Producer (IPP) PLTU MT 2 X 300 MW di Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau masuk dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2017 s.d. 2026. Dan telah disetujui masuk dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Pembangkit Jawa Bali (PT PJB).

 

Berdasarkan Perpres No. 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan, PT PLN menunjuk anak perusahaannya melaksanakan 9 proyek IPP termasuk diantaranya proyek PLTU MT. RIAU-1, dengan ketentuan anak perusahaan PT PLN wajib memiliki 51 persen saham.  

 

Pada Juli 2017, Kotjo dan Eni kembali menemui Sofyan Basir di ruang kerjanya yang dihadiri Supangkat. Dalam pertemuan itu, Sofyan memerintahkan Supangkat menjelaskan mekanisme pembangunan IPP berdasarkan Perpres No. 4 Tahun 2016, dimana PT PLN dapat bermitra dengan perusahaan swasta dengan syarat kepemilikan saham anak perusahaan PT PLN minimal 51 persen.

 

Supangkat juga menyampaikan agar mitra yang nantinya bekerja sama dapat menyediakan pendanaan modal untuk anak perusahaan PT PLN. Atas penjelasan tersebut, Kotjo menyatakan siap untuk bekerja sama dengan anak perusahaan PT PLN (Persero) dan ia akan bekerja sama dengan CHEC, Ltd. sebagai penyedia modal dalam pelaksanaan proyek PLTU MT RIAU-1.

 

Tak hanya itu, Kotjo dan Eni berkali-kali menemui Sofyan. Seperti yang terjadi di Lounge Bank Rakyat Indonesia (BRI), Sofyan diketahui merupakan mantan Direktur Utama BRI. Dalam pertemuan itu, Sofyan Basir menyampaikan bahwa Terdakwa akan mendapatkan proyek PLTU MT RIAU-1 dengan skema penunjukkan langsung, tetapi PT PJB harus memiliki saham perusahaan konsorsium minimal sebesar 51 persen. 

Tags:

Berita Terkait