Diusulkan, Pemusatan Mekanisme Penegakan Kode Etik Advokat
Utama

Diusulkan, Pemusatan Mekanisme Penegakan Kode Etik Advokat

Gagasan pemusatan mekanisme penegakan kode etik advokat dipandang sulit terwujud selama peleburan delapan organisasi advokat juga belum terealisir.

Rzk
Bacaan 2 Menit

 

Sugeng memandang penegakan kode etik akan lebih efektif apabila diserahkan ke PERADI mengingat kewenangan yang dimilikinya lebih besar dari organisasi advokat lainnya. Dewan Kehormatan organisasi advokat, lanjutnya, paling berat hanya dapat menjatuhkan sanksi berupa pencabutan keanggotaan pada organisasi advokat tersebut, sedangkan PERADI dapat mencabut izin advokat yang bersangkutan.

 

Melebur dulu

Gagasan yang dilontarkan Sugeng memancing komentar dari beberapa pengurus organisasi advokat. Zul Armain Aziz, Ketua Dewan Kehormatan DPC IKADIN Jakarta Barat, mengatakan wacana pemusatan mekanisme penegakan kode etik tidak relevan selama organisasi advokat belum melebur menjadi satu. Selama peleburan belum terjadi, Zul menduga organisasi advokat manapun tidak akan rela menyerahkan kewenangan pendisiplan anggotanya kepada PERADI.

 

Sebagai jalan tengah, Zul menawarkan solusi agar PERADI diposisikan sebagai wadah bagi advokat yang merasa tidak puas dengan keputusan dewan kehormatan organisasi advokat dimana ia bernaung. Dengan posisi tersebut maka PERADI akan berfungsi sebagai lembaga koreksi atas putusan dewan kehormatan pada level organisasi advokat. Jadi, menurut saya, harus tetap ada di organisasi advokat masing-masing. PERADI hanya menerima semacam kasasi saja, sambungnya.

 

Sementara itu, anggota Dewan Kehormatan DPP AAI Soeryadi WS berpendapat gagasan ini harus dikembalikan pada aturan-aturan yang berlaku. Soeryadi mengatakan sepengetahuannya tidak ada ketentuan yang menyatakan mekanisme penegakan kode etik pada level organisasi advokat memiliki keterkaitan dengan mekanisme yang ada di PERADI. Kalau memang dikehendaki seperti itu, harus dibuat aturannya dan disepakati oleh kedelapan organisasi advokat yang ada, ujar Soeryadi, mencoba menawarkan solusi.

 

Hukum acara masih dibahas

Ditemui pada kesempatan berbeda (16/2), Sugeng menginformasikan jajaran DKP masih intens merumuskan hukum acara. Dia mengatakan perumusan hukum acara sedikit ada kendala karena masing-masing anggota DKP sibuk sehingga sulit bertemu. Namun begitu, Sugeng meyakini kendala tersebut dapat segera diatasi sehingga hukum acara dapat dirampungkan sesuai target, yakni satu bulan.

 

Dalam dua minggu ini kita akan kompilasi usulan-usulan yang ada, lalu dua minggu berikutnya akan digodok. Seminggu kita bisa bertemu tiga kali, kata Sugeng.

 

Sedikit memberikan bocoran, hukum acara yang tengah digodok nantinya akan mengatur tentang saksi dan alat bukti, jenis hukuman, biaya perkara, dan akuntabilitas publik. Misalnya, ada usulan apabila advokat yang telah dijatuhi hukuman tetapi tidak menjalankannya atau justru melanggarnya maka hukumannya akan diperberat. Kalau advokat tersebut diskors tetapi diketahui tetap menjalankan praktek, maka akan diperberat sampai pencabutan sebagai advokat, ujarnya, memberi contoh.

 

Selain hukum acara, akan dirumuskan pula kode etik internal yang akan diberlakukan di kalangan DKP sendiri. Kode etik tersebut diantaranya mengatur bagaimana mekanisme yang berlaku apabila anggota DKP memiliki kepentingan dengan kasus pelanggaran etik yang ditangani.

 

Tags: