Dituntut 16 Tahun, Setnov Juga Dicabut Hak Politiknya
Utama

Dituntut 16 Tahun, Setnov Juga Dicabut Hak Politiknya

Setnov dinilai terbukti telah menguntungkan diri sendiri senilai 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari total kerugian negara sebesar Rp2,314 triliun.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Setya Novanto saat mengikuti persidangan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto RES
Terdakwa Setya Novanto saat mengikuti persidangan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto RES

Mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012.

 

"Agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Setya Novanto secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Setya Novanto dengan pidana penjara selama 16 tahun dan pidana denda Rp1 miliar dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti kurungan 6 bulan," kata jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (29/3/2018) seperti dikutip Antara.

 

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan kedua dari Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. JPU KPK juga meminta agar Setya Novanto wajib membayar uang pengganti sesuai dengan uang yang ia terima sebesar 7,435 dolar AS dikurangi Rp5 miliar. Baca Juga: Pramono Anung-Puan Maharani dan Nama Lain Disebut Novanto Terima Uang e-KTP.

 

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Setya Novanto untuk membayar uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp5 miliar seperti yang sudah dikembalikan terdakwa kepada KPK selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 3 tahun," ucap jaksa Abdul Basir.

 

"Terdakwa telah memperoleh harta benda seluruhnya 7 juta dolar AS dan satu jam tangan merek Richard Mille RM-011 seharga 135 ribu dolar meski jam tangan tersebut telah dikembalikan terdakwa pada 2016. Tapi pengembalian tersebut dilatarbelakangi kekhawatiran terdakwa karena KPK sedang melakukan penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Irman dan Sugiharto," lanjut jaksa Basir.

 

Sebab, sejak November 2012-Desember 2016 Setnov dinilai telah memperoleh manfaat dari jam tangan tersebut sehingga patut dimintai uang pengganti. "Pada 13 Maret 2018 terdakwa sudah mengembalikan sebagian uang yang diterima sejumlah Rp5 miliar. Karena itu pengembalian uang harus diperhitungkan sebagai unsur pengurang uang pengganti," ungkap jaksa Basir.

 

Tidak ketinggalan JPU KPK juga meminta pencabutan hak politik Setnov selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman penjara. "Untuk menghindari negara dipimpin oleh orang-orang menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi, keluarga, kolega dan kelompoknya serta melindungi publik atau masyarakat dari fakta, informasi persepsi yang salah dari pelaku korupsi patut untuk mencabut hak terdakwa untuk dipilih atau menduduki dalam jabatan publik sesuai dengan fungsi hukum penjeraan dapat dipenuhi," tuturnya.

 

Hal-hal yang memberatkan Setnov dalam tuntutan tersebut. "Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Akibat perbuatan terdakwa yang bersifat masif dan menyangkut kedaulatan pengelolaan data kependudukan nasional dan dampak perbuatan para terdakwa masih dirasakan sampai saat ini dan menimbulkan kerugian keuangan yang besar."

 

Tolak justice collaborator

Dalam tuntutannya, KPK juga menolak permohonan Setya Novanto sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator). "Terdakwa belum memenuhi kualifikasi sebagai justice collaborator, sehingga penuntut umum belum dapat menerima permohonan terdakwa. Namun bila di kemudian hari dapat memenuhi, maka penuntut umum bisa mempertimbangkan kembali," kata dia.

 

Parameter yang digunakan JPU terdiri dari tiga syarat dalam undang-undang dan Peraturan Mahkamah Agung No. 11 Tahun 2011. Yakni, memberikan keterangan yang signifikan mengenai tindak pidana yang diperbuatnya, mengungkap pelaku lain yang lebih besar, dan mengembalikan seluruh hasil kejahatannya. Baca Juga: Berstatus Justice Collaborator, Andi Narogong Divonis 8 Tahun Bui

 

Usai sidang, penasihat hukum Setya Novanto, Firman Wijaya menyebut KPK tak menguraikan alasan spesifik menolak permohonan Setnov menjadi justice collaborator. Karena itu, kliennya yakin masih punya kesempatan permohonan ini dikabulkan.

 

"Tuntutan tidak melihat alasan yang signifikan bahwa JC itu ditolak. Sudah saya sampaikan JC Pak Nov (Novanto) masih bisa diberikan kesempatan. Artinya dinyatakan syarat belum dipenuhi, ada syarat yang kurang saja, itu KPK yang tahu," kata Firman.

Menurut Firman, alasan kliennya mengajukan permohonan ini karena sudah siap mengungkap kasus proyek pengadaan e-KTP. Bahkan, Novanto siap memberi kesaksian keterlibatan pihak lain. "Yang jelas kami berusaha semaksimal mungkin dengan permohonan ini dan Pak Nov siap saja diperlukan untuk memberi kesaksian kaitan dengan pihak lain yang tentunya ditetapkan tersangka setelah perkara ini. Karena itu penasihat hukum sedang persiapkan pledoi untuk disampaikan (secara) pribadi dan tim penasihat hukum," katanya.

 

Bernuansa TPPU

Jaksa KPK melanjutkan perkara dugaan tindak pidana korupsi e-KTP elektronik yang menjerat Setya Novanto bercita rasa pencucian uang (tindak pidana pencucian uang/TPPU) "Di persidangan ini juga dibeberkan fakta metode baru dalam mengalirkan uang hasil kejahatan dari luar negeri tanpa melalui sistem perbankan nasional, sehingga akan terhindar dari deteksi otoritas pengawas keuangan di Indonesia. Untuk itu, tidak berlebihan rasanya kalau penuntut umum menyimpulkan inilah perkara korupsi yang bercita rasa tindak pidana pencucian uang," lanjutnya.

 

Aliran uang itu dalam persidangan terungkap berasal dari berbagai tempat penukaran mata uang asing (money changer). Menurut jaksa, perkara tersebut menarik perhatian publik karena kepribadian Setnov. "Penuntut umum juga menyadari perkara ini begitu menarik perhatian tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri karena pelaku yang diajukan ke muka persidangan adalah seorang politisi yang punya pengaruh kuat, pelobi ulung," lanjut Jaksa KPK Irene.

 

Meski nama Setnov kerap disebut-sebut dalam berbagai skandal korupsi sebelumnya, ia selalu lolos. "Serta santun meski dilihat dari pendekatan kriminologi karakterisktik pelaku 'white collar crime' kebanyakan mereka dikenal sebagai orang baik, supel, pintar bersosiasliasi, sehingga tidak mengherankan perjalanan uang haram dalam perkara ini harus demikian berliku melintasi 6 negara yakni Indonesia, Amerika Serikat, Mauritius, India, Singapura dan Hong Kong," tegas Irene.

 

Jaksa KPK juga memaparkan skema penyamaran uang sebesar 7,3 juta dolar AS yang dilakukan mantan Ketua DPR ini.

 

"Untuk menyamarkan pengiriman uang kepada terdakwa pada 19 Januari - 19 Februari 2012, Johannes Marliem melakukan pengiriman kepada beberapa perusahaan uang dan money changer dengan menggunakan sarana barter atau set off atau pertemuan-pertemuan utang dengan memanfaatkan pihak lain yang legal yang seluruhnya berjumlah 3,55 juta dolar AS," lanjut Jaksa KPK lain Wawan Yunarwanto.

 

Uang itu diterima melalui keponakan Setya Novanto yaitu Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang juga rekan Setnov yaitu Made Oka Masagung yang ditransfer oleh Direktur Utama PT Biomorf Lone Indonesia Johanes Marliem selaku penyedia Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merk L1 dan Anang Sugiana Sudiharsa sebagai Direktur Utama PT Quadra Solutions sebagai anggota konsorsium PNRI sebagai pemenang pengadaan e-KTP.

 

Karena itu dalam perkara ini, Setnov dinilai terbukti telah menguntungkan diri sendiri senilai 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari total kerugian negara sebesar Rp2,314 triliun yang berasal dari total jumlah anggaran sebesar Rp5,9 triliun.

 

Setya Novanto akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada 13 April 2018 mendatang.

 

Seperti diketahui, terkait perkara ini, sudah ada tiga orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan; mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto divonis 5 tahun dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan serta pengusaha Andi Narogong divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. (ANT)

Tags:

Berita Terkait