Dituntut 15 Tahun, Eks Dirut Pertamina: Ini Preseden Buruk untuk Akuisisi Migas
Berita

Dituntut 15 Tahun, Eks Dirut Pertamina: Ini Preseden Buruk untuk Akuisisi Migas

​​​​​​​Selain pidana penjara dan denda, Karen Agustiawan juga dituntut membayar uang pengganti Rp284 miliar.

RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Karen G Agustiawan saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Karen G Agustiawan saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Direktur Utama PT Pertamina 2009-2014 Karen Galaila Agustiawan dituntut 15 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Karen juga dituntut membayar uang pengganti Rp284 miliar karena dinilai terbukti mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam Participating Interest (PI) atas blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

 

"Menyatakan terdakwa Karen Galaila Agustiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat TM Pakpahan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, sebagaiman dikutip dari Antara, Jumat (24/5).

 

Jaksa menilai, Karen bersalah melanggar dakwaan pertama yakni Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menurut jaksa, pembayaran uang pengganti sebesar Rp284 miliar tersebut merupakan keuntungan yang dinikmati Karen. Atas dasar itu, jika dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap belum ada pembayaran uang pengganti, maka seluruh harta benda Karen disita. Jika tak mencukupi Karen dipidana penjara selama 5 tahun.

 

Dalam pertimbangannya, jaksa menilai bahwa Karen selaku Direktur Hulu PT Pertamina periode 2008-2009 dan Dirut PT Pertamina periode 2009-2014 bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT Pertamina Ferederick ST Siahaan; Manager Merger dan Akusisi PT Pertamina 2008-2010 Bayu Kristanto dan Legal Consul and Compliance Genades Panjaitan telah memutuskan untuk melakukan perbuatan melawan hukum.

 

Perbuatan tersebut tercermin pada saat dilakukannya investasi PI di blok BMG Australia tanpa adanya due dilligence dan analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatangan Sale Purchase Agreement (SPA) tanpa adanya persetujuan bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina sehingga memperkaya diri sendiri atau orang lain yaitu ROC Oil Company (ROC) Limited Australia dan merugikan keuangan negara sebesar Rp568,066 miliar.

 

Dalam Rencana Kerja dan Anggaran tahun 2009, PT Pertamina memang menganggarkan kebutuhan dana akusisi blok migas 2009 sebesar AS$161 juta atau Rp1,772 triliun. Pertamina lalu membentuk Tim Pengembangan dan Pengelolaan Portofolio Usaha Hulu Migas (TP3UH) yang diketuai Senior Vice President Upstream Business Development PT Pertamina R Gunung Sardjono Hadi sedangkan Karen selaku Direktur Hulu melakukan akusisi dan divestasi dan dikendalikan fungsi Merger dan Akusisi (M&A) yang membuat tim kerja sendiri dengan diketuai oleh Manager M&A, Bayu Kristanto.

 

Pada 29 Januari 2009, Bayu Kristanto tanpa berpedoman pada Sistem Tata Kelola Investasi dan Kajian internal Pertamina langsung menerima penawaran confidential participation in project pihak Citibank Indonesia dan membuat surat expression of interest yang ditandatangani R Gunung Sardjono Hadi yang mengatakan bahwa PT Pertamina tertarik dengan penawaran ROC Ltd, selanjutnya Citi Group menyatakan PT Pertamina sebagai short listed (memenuhi syarat) dan mengirimkan jadwal penawaran.

 

Selanjutnya Bayu Kristanto membentuk tim kerja internal akusisi Project Diamond untuk melakukan kajian kelayakan dan membuat proposal akusisi blok BMG di Australia. Dibentuk juga tim internal yaitu PT Delloite Konsultan Indonesia sebagai financial advosior project diamond dan Baker McKenzie Sydney sebagai legal advisor project diamond.

 

Namun hasil due dilligence tim teknis hanya menyadur hasil penilaian yang dikeluarkan resource Investment Strategy Consultans atas permintaan ROC pada Januari 2009 dan tidak pernah melakukan penilaian sendiri terkait rencana investasi itu. Tim teknis lalu menyarankan diperlukan waktu due dilligence yang lebih lama," ungkap jaksa.

 

Sedangkan hasil due dilligence tim eksternal yang selesai pada 23 April 2009 datanya tidak lengkap karena ada data yang tidak diserahkan oleh ROC meski sudah diminta Pertamina. Selain itu, rencana pengembangan lapangan gas belum didukung oleh perjanjian penjualan gas yang final dan fasilitas produksi, penyimpanan dan pengangkutan terapung sehingga skenario akusisi ditambah upside potensial tidak dapat dilakukan bila tidak dipenuhinya syarat dan kondisi yang menjadi temuan Delloite.

 

Pada 6 Maret 2009, R Gunung Sardjono juga menandatangani confidentiality agreement (CA) yaitu perjanjian rahasia dan memberikan access data room kepada PT Pertamina untuk mengakses dan mendapatkan seluruh dokumen meski belum ada pembahasan dan persetujuan dari direksi dan komisaris PT Pertamina.

 

Pada 19 Maret, Bayu Kristanto memaparkan fungsi renbang bisnis dan transformasi korporat dan tim Komite Investasi Risiko Usaha (KIRU) padahal presentasi itu belum dilengkapi proposal usulan yang ditandatangani Direktur Hulu PT Pertamina serta belum dilengkapi hasil due dilligence dari tim kerja internal dan eksternal.

 

Tujuan pemaparan Bayu Kristanto itu hanya untuk memenuhi syarat formalitas belaka dan tidak dilengkapi hasil kajian akhir dan proposal usulan investasi juga belum ada kajian aspek hukum.

 

Baca:

 

Rapat direksi Pertamina pada 17 April 2009 yang dihadiri Karen Agustiawan selaku Dirut Pertamina sekaligus Plt Direktur Hulu, Frederick ST Siahaan selaku Direktur Keuangan dan Komisaris PT Pertamina Hulu Energi, Oemar S Anwar selaku Wakil Dirut, Waluyo selaku Direktur SDM dan Umum, Rukmini Hadiharti selaku Direktur Pengolahan, Faisal selaku Direktur Pemasaran dan Genades Panjaitan selaku Legal and Compliance serta Bayu Kristanto memutuskan menyetujui melakukan akusisi blok BMG.

 

Humayun Bosha selaku anggota Komisaris Pertamina dan juga Ketua Komite Bidang Hulu menghubungi Umar Said selaku anggota Komisaris dan menyatakan tidak menyetujui usulan Direksi dengan pertimbangan bahwa pengoperasian blok BMG Australia tidak optimal sehingga investasi PT Pertamina di sana tidak akan menguntungkan dan tidak menambah cadangan minyak.

 

Pada 30 April, Humayun Bosha dan Umar Said mengundang Karen Agustiawan untuk mempertimbangkan kembali usulan karena ada masalah dalam pengoperasian produksi blok BMG Australia. Terhadap saran itu terdakwa mengatakan "Ini hanya kecil, hanya 10 persen, kita hanya ikut-ikutan saja di sana untuk melatih orang-orang saya ikut bidding dan bukan untuk menang".

 

Humayun dan Umar Said lalu mendukung rencana tersebut sepanjang untuk melatih tim Pertamina ikut bidding di Australia dan bukan untuk mengakusisi PI blok BMG Australia dengan mengatakan "bukan untuk menang ya".

 

Dewan Komisaris Pertamina pada 30 April 2009 yang terdiri atas Sutanto, Umar Said, Maizar Rahman, Sumarsono, Gita Irawan Wirjawan dan Humayun Bosha melakukan rapat Komisaris yang berisi rekomendasi usulan investasi non-rutin project Diamond hanya untuk melatih tim Pertamina ikut bidding di Australia dan bukan untuk mengakusisi blok BMG.

 

Karen dan Bayu Kristanto lalu menentukan nilai pembelian saham blok BMG sebesar AS$30 juta untuk pembelian PI 10 persen dan menandatangani surat penawaran kepada pihak ROC meski mengabaikan hasil due dilligence Delloite yang menyatakan berisiko bila Pertamina mengakusisi PI sebesar 10 persen.

 

Penentuan nilai penawaran dilakukan Karen bersama Bayu Kristanto hanya mendasarkan atas perhitungan skenario upside potensial sebagaimana permintaan Bayu Kristanto kepada Delloite padahal berdasarkan perhitungan Delloite, cadangan minyak atas blok BMG Australia untuk PI memiliki Net Present Value Negative.

 

Frederick ST Siahaan, Bayu Kristanto, Direktur Pertamina Hulu Energi (PHE) Bagus Setiardja, Dwi Martono dan Zulkha Arfa berangkat ke Australia pada 26 Mei 2009 untuk menandatangani surat kesepakatan jual beli (SPA) tanpa menunggu persetujuan Dewan Komisaris.

 

Penandatanganan SPA dilakukan pada 27 Mei 2009 oleh Frederick ST Siahaan mewakili PT Pertamina dan Bruce Clement serta Anthony Neilson mewakili Anzon Australia Pty Ltd disaksikan David Ryan dan Bagus Setiardja mewakili PHE. Setelah SPA ditandatangani, Dewan Komisaris mengirimkan memorandum berisi kekecewaan karena SPA ditandatangani tanpa persetujuan Dewan Komisaris sehingga melanggar anggaran dasar Pertamina serta meminta agar direksi tidak meneruskan rencana transaksinya.

 

Namun Karen Agustiawan dalam tuntutan disebut tidak menghiraukan Dewan Komisaris dan tetap melanjutkan PI di blok BMG sekaligus meminta maaf bila proses permohonan persetujuan dari direksi ke Dewan Komisaris ada miskomunikasi.

 

Pembayaran dilakukan secara bertahap yaitu pada 22 Juni 2009 sebesar AS$3 juta, pada 18 Agustus 2009 sebesar AS$28.492.851 d dan pada 6 Oktober 2009 sebesar AS$1.994.280.

 

Sejak 20 Agustus 2010, ROC selaku operator di blok BMG menghentikan produksi dengan alasan lapangan itu tidak ekonomis lagi sehingga sejak pembelian sampai penghentian produksi Pertamina tidak memperoleh keuntungan secara ekonomis. Meski ROC sudah berhenti beroperasi di Blok BMG namun PHE tetap wajib membayar kewajiban biaya operasional (cash call) sampai 2012 yaitu AS$35.189.996.

 

Investasi di blok BMG itu pun sudah tidak ada nilainya karena manajemen PT PHE Australia sudah melakukan penurunan nilai sebesar 66.298.933 (nilai penuh) atau setara Rp568,066 miliar karena adanya penurunan jumlah cadangan pada proyek tersebut.

 

Nilai Rp568,066 miliar merupakan akumulasi nilai yang tercatat dalam aset yaitu nilai pembelian, nilai cash call dan aset retirement obligation. Selanjutnya pada 26 Agustus 2013, Pertamina menarik diri dari blok BMG untuk menghindari kerugian lebih lanjut. "Sedangkan kerugian Rp175,45 miliar dibebankan kepada Bayu Kristanto, Ferederick ST Siahaan dan kawan-kawan," tambah jaksa.

 

Atas tuntutan itu Karen akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 29 Mei 2019. Ia menilai, ada beberapa yang diungkapkan jaksa tidak sesuai fakta persidangan. "Kami sudah mendengarkan tuntutan dari penuntut umum. Terkait tuntutan, ada beberapa yang tidak sesuai fakta persidangan yang beberapa kali disampaikan namun tetap dimasukkan ke dalam tuntutan. Kami akan sampaikan ke pledoi kami mohon diberikan waktu yang cukup karena kami akan menjawab yang disampaikan penuntut umum," tukasnya.

 

Usai persidangan, Karen menilai kasus yang menjerat dirinya dapat menjadi preseden buruk untuk akusisi minyak dan gas (migas) yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia. "Ini terus terang akan membuat preseden buruk. Nanti setiap ada sumur yang gagal eksplorasi atau yang tidak berhasil bisa dipidanakan. Ini bola salju sebenarnya, apa ini sengaja Indonesia dibuat pengimpor minyak? Saya tidak tahu," katanya.

 

Apa yang diutarakan jaksa dalam pertimbangan tuntutan, menurut Karen, sama dnegan yang didakwakan kepadanya. Sehingga, rangkaian sidang dan saksi yang sudah dihadirkan seperti tidak mengubah fakta persidangan. "Kalau kita secara teknis pengeboran eksplorasi di-challange oleh pihak-pihak yang tidak mengerti ini jadi preseden buruk. Saya merasa 25 kali sidang dihadirkan saksi dari Pertamina maupun eksternal tidak mengubah dakwaan awal hingga fakta persidangan," kata Karen. (ANT)

Tags:

Berita Terkait