Ditunggu Aspirasi Publik Terkait Aturan Turunan UU Cipta Kerja
Utama

Ditunggu Aspirasi Publik Terkait Aturan Turunan UU Cipta Kerja

KSP menyatakan setidaknya akan ada 35 Peraturan Pemerintah dan lima Peraturan Presiden yang disiapkan sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja.

M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit
Sidang paripurna saat persetujuan RUU Cipta Kerja menjadi UU, Senin (5/10). Foto: RES
Sidang paripurna saat persetujuan RUU Cipta Kerja menjadi UU, Senin (5/10). Foto: RES

Disetujuinya Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang masih menjadi perhatian masyarakat. Untuk itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyampaikan aspirasi publik terkait UU Cipta Kerja masih terbuka untuk diakomodasi melalui Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres).

"Masih terbuka (untuk diakomodasi). Setidaknya akan ada 35 Peraturan Pemerintah dan lima Peraturan Presiden yang disiapkan sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja," ujar Moeldoko seperti dikutip dari Antara, Sabtu (17/10).

Dia mengatakan pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan masih memberikan kesempatan dan akses kepada teman-teman pekerja dan buruh untuk ikut memikirkan bagaimana mereka menanggapi isi UU Cipta Kerja.

Dia menekankan UU Cipta Kerja merupakan sarana mengangkat martabat bangsa dalam kompetisi global. Eksistensi Indonesia sebagai bangsa yang maju harus ditunjukkan pada dunia. "Tenaga kerja kita, buruh, petani, nelayan tidak boleh kalah dalam persaingan. Berlakunya undang-undang ini akan menandai berakhirnya masa kemarau bahagia," jelas dia. (Baca Juga: Pentingnya Keterbukaan Akses bagi Publik dalam Proses Legislasi)

Lebih jauh, dia menjelaskan di seluruh kawasan Asia Tenggara saat ini terjadi sebuah angin perubahan. Sehingga seluruh pihak harus sepakat untuk membuat bangsa Indonesia sebagai sebuah himpunan yang lebih sempurna. "Kita harus menjadi bangsa yang bisa mengantisipasi perkembangan lingkungan yang sangat dinamis," jelasnya.

Terlebih, kata dia, dari sisi logistik Indonesia masih menjadi negara Asia dengan biaya logistik paling mahal, di mana angkanya mencapai 24 persen dari produk domestik bruto (PDB). Hal ini membuat Indonesia kalah bersaing dibandingkan negara Asia lainnya. "Sebut saja vietnam dengan biaya logistik 20 persen, Thailand 15 persen, Malaysia 13 persen, Jepang dan Singapura biaya logistiknya hanya delapan persen," ujar dia.

Efisiensi dalam UU Cipta Kerja menurutnya akan memangkas ekonomi biaya tinggi. Maka itulah banyak perizinan panjang yang dipotong sehingga menutup peluang korupsi. "Akibatnya UU Cipta Kerja membuat banyak pihak yang 'kursinya panas' karena kehilangan kesempatan," nilainya.

Adapun terkait unjuk rasa yang dilakukan sejumlah elemen terkait UU Cipta Kerja, Meoldoko menekankan pemerintah tidak melarang penyampaian aspirasi atau pendapat. Namun dia menegaskan apabila penyampaiannya sudah mengarah pada perusakan, anarki, atau menyebar fitnah, maka hal ini akan mengganggu hak orang lain, mengusik rasa aman khalayak, juga merusak harmoni bangsa. "Ini yang perlu ditertibkan," tegas dia.

Dia juga menegaskan bahwa UU Cipta Kerja sudah didiskusikan di DPR, dan para wakil rakyat sudah mengesahkannya. "Menurut saya, biarkan 1.000 tunas baru bermekaran. Biarkan 1000 pemikiran bermunculan. Tapi jangan dirusak tangkainya. Maknanya, setiap orang boleh berpendapat tapi jangan sampai merusak tujuan utamanya," terangnya.

Libatkan Semua Pihak

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa proses penyusunan dan pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan secara transparan dengan melibatkan seluruh stakeholder (pemangku kepentingan), mulai dari kementerian dan lembaga, akademisi, pengusaha, hingga serikat pekerja atau buruh.

"Pembahasan itu tidak hanya di kalangan pemerintahan, baik dengan kementerian dan lembaga tetapi juga dengan kalangan akademisi," ujar Widyaiswara Utama Kementerian Hukum dan HAM, Nasrudin, seperti dilansir Antara dalam jumpa pers secara daring bertajuk "Transparasi Pembahasan UU Cipta Kerja", Jumat (16/10).

"Dan karena substansi dari rancangan undang-undang tentang cipta kerja ini juga terkait dengan ketenagakerjaan maka pembahasan substansi ini juga melibatkan para serikat pekerja dan juga para pengusaha dalam sesi atau bentuk tripartit pembahasan," sambung dia.

Nasrudin menjelaskan, penyusunan RUU Cipta Kerja telah mengikuti ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Selain itu, katanya, penyusunan RUU Cipta Kerja juga telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden nomor 87 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dalam penyusunan awal, telah dilakukan pembahasan yang melibatkan para stakeholder dan juga masyarakat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto juga telah beberapa kali melaporkan kepada Presiden Joko Widodo tentang perkembangan penyusunan RUU tersebut

Pada 22 Januari 2020, DPR menetapkan RUU Cipta Lapangan Kerja masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas). Selanjutnya Menko Bidang Perekonomian pada 27 Januari 2020 melalui surat Nomor: PH.2.1/15/M.EKON/01/020 menyampaikan draf RUU Cipta Lapangan Kerja dan naskah akademik yang menyertainya kepada Jokowi.

Presiden melalui surat Nomor: R-06/Pres/02/2020 tertanggal 7 Februari 2020 menyampaikan secara resmi RUU Cipta Kerja kepada DPR. "Ini memang prosedur yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," ucap Nasrudin.

Lebih lanjut, Nasrudin mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja terbagi dalam 11 klaster, salah satunya adalah klaster ketenagakerjaan. Dia menyebut bahwa sesuai instruksi Presiden, klaster ketenagakerjaan harus dibahas tersendiri karena melibatkan buruh dan pengusaha.

Oleh karena itu, Menko Bidang Perekonomian kemudian membentuk tim koordinasi pembahasan dan konsultasi publik substansi ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja. Tim tersebut dipimpin oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan wakil oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan serta beranggotakan unsur pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha.

"Sehingga substansi dari RUU tentang cipta kerja ini sudah melibatkan berbagai macam stakeholder dan tidak ada yang disembunyikan dari masyarakat umum maupun dari para stakeholder," kata dia.

Lebih lanjut, Nasrudin menilai bahwa pembahasan RUU Cipta Kerja di Gedung DPR juga dilakukan secara transparan karena dilaksanakan secara terbuka dan diliput oleh media parlemen. "Saya sebagai yang terlibat di dalam pembahasan RUU ini di DPR, saya tahu sekali bahwa memang ini dilakukan secara terbuka, bahkan masyarakat bisa hadir untuk menyaksikan jalannya sidang," kata dia.

Tags:

Berita Terkait