Dituduh Melecehkan Tamu, Karyawan Hotel Dipecat
Berita

Dituduh Melecehkan Tamu, Karyawan Hotel Dipecat

Pihak pekerja menyayangkan tindakan manajemen yang hanya mendasarkan pada testimoni tamu tanpa bukti lain.

CR-12
Bacaan 2 Menit

 

“Kenapa mereka tidak lakukan (gugatan PHK ke PHI,-red), dapat diduga niatnya membuat pekerja ini menderita. Sesudah dia menderita, kita nanti akhirnya menyerah, berapapun diberikan akan diterima. Inikan modus yang biasa dilakukan oleh pengusaha yang tidak punya moral. Sehingga kita berinisiatif melakukan gugatan dan meminta PHK melalui program pensiun dipercepat,” ujar Hamonangan Saragih selaku kuasa hukum pekerja ketika diwawancarai hukumonline di PHI Jakarta, Rabu (30/11).

 

Saragih menilai bahwa pihak manajemen tidak dapat membuktikan keberadaan surat laporan dari agen yang disebut sebagai mysteri guest itu. Sehingga tuduhan yang dijatuhkan pihak manajemen terhadap Kartini tidak berdasar. Selain itu pihak pekerja juga melaporkan manajemen atas tuduhan pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya.

 

Mengingat usia Kartini yang akan memasuki masa pensiun, menurut Saragih tuduhan manajemen itu sesungguhnya ingin memberhentikan pekerja dengan biaya murah. Ia setuju jika skorsing yang dilakukan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Baginya, skorsing adalah salah satu bentuk dari hukuman.

 

Pekerja menuntut agar manajemen membayar uang pensiun dan hak-hak lainnya. Selain itu mereka menginginkan agar pihak manajemen membayar ganti rugi lainnya. Misalnya uang kerugian moril sebesar Rp30 juta. Hal ini dilakukan karena pekerja merasa dirugikan atas tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen.

 

“Nah disitu di pasal 155 (UU Ketenagakerjaan,-red), itukan disebutkan skorsing itu boleh dilakukan oleh pengusaha. Tetapi tetap memberikan apa yang menjadi penghasilan atau pendapatan yang biasa diterima oleh pekerja, nah itukan hilang. Jadi hanya upah saja yang dia dapat. Karena di hotel itu ada uang service, ada tip, itu hilang ketika skorsing itu diberlakukan. Nah skorsing itu hukuman sebenarnya yang notabene skorsing itu adalah diberi kewenangan oleh UU kepada pengusaha. Pengusaha boleh skorsing tapi pekerja tetap dibayar. Semua hak-haknya dikasih,” tukasnya.

 

Kartini tidak menolak untuk di-PHK namun proses PHK yang diinginkan adalah pensiun dipercepat sebagaimana termaktub dalam PKB pasal 53 ayat (1) butir a. Serta UU Ketenagakerjaan pasal 169 ayat (1) butir a yang berbunyi, ‘pekerja dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut; menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja’.

 

Kuasa hukum perusahaan, Azimah Sulistyo mengatakan bahwa pihak manajemen mau memenuhi tuntutan pekerja atas pensiun dini. Oleh karena itu pihak manajemen tidak berkeberatan memberi uang kompensasi sebesar Rp39.920.985. Namun pihak pekerja menolaknya. Pasalnya, selain uang pensiun, pekerja juga menuntut diberikan uang kerugian moril sebesar Rp.30.000.000.

Halaman Selanjutnya:
Tags: