Ditemukan Lagi Uang Rp850 Juta di Ruang Kerja Sanusi
Berita

Ditemukan Lagi Uang Rp850 Juta di Ruang Kerja Sanusi

KPK masih mendalami sumber uang Rp850 juta itu.

NOV
Bacaan 2 Menit
Eks Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa (5/4). Politisi Partai Gerindra itu menjalani pemeriksaan perdana sebagai saksi kasus dugaan suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan tersangka Ariesman Widjaja.
Eks Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa (5/4). Politisi Partai Gerindra itu menjalani pemeriksaan perdana sebagai saksi kasus dugaan suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan tersangka Ariesman Widjaja.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan penyidik menemukan uang lain berjumlah sekitar Rp850 juta di ruang kerja Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi (MSn). Uang itu ditemukan saat penggeledahan kasus dugaan suap Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja.

"Saat penyidik melakukan penggeledahan di ruang kerja MSn, penyidik menemukan uang dalam pecahan Rp100 ribu sebanyak 85 bundel. Telah dilakukan penyitaan terhadap uang tersebut. Uang itu ditemukan saat melakukan penggeledahan di ruang kerja MSn di DPRD DKI Jakarta," katanya di KPK, Kamis (7/4).

Namun, Priharsa belum mengetahui dari mana asal-muasal uang itu. Penyidik masih mendalami apakah uang yang ditemukan di ruang kerja Sanusi masih berasal dari tersangka pemberi yang sama, yaitu Ariesman atau pihak lain. Hingga kini, penyidik masih mendalami semua informasi yang didapat dari saksi-saksi maupun tersangka.

KPK juga mulai memeriksa sejumlah saksi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seperti Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati, dan Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Gamal Sinurat.

Selain itu, KPK mengagendakan pemeriksaan Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad, serta dua orang swasta, Hardy Halim dari PT APL dan Budi Nurwoto dari PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu Group). Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ariesman.

Priharsa mengungkapkan, pemeriksaan para saksi itu ditujukan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kronologi penerbitan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Di samping itu, pemeriksaan saksi-saksi dari pihak pengembang bertujuan untuk melihat bagaimana swasta yang diduga terlibat dalam pemanfaatan proyek reklamasi tersebut. Untuk diketahui, selain anak usaha APL, PT Muara Wisesa Samudera, anak usaha Agung Sedayu Group, PT Kapuk Naga Indah juga mendapatkan izin reklamasi.

Terkait dengan izin pelaksanaan reklamasi beberapa pulau, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melalui Keputusan Gubernur meminta kontribusi lahan reklamasi sebesar lima persen. Dalam Raperda yang tengah dibahas di DPRD DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga meminta tambahan kontribusi sebesar 15 persen.

Namun, Heru Budi Hartono, usai diperiksa penyidik KPK, mengaku tidak tahu-menau mengenai hitung-hitungan kontribusi dan tambahan kontribusi itu. Ia juga tidak mengetahui pembahasan Raperda di DPRD DKI Jakarta. Ia beralasan ketika pembahasan dirinya sedang mengikuti pendidikan, yaitu sejak Februari 2015 hingga Juni 2016 mendatang.

Selaku Kepala BPKAD, Heru hanya mengetahui mengenai status tanah yang nantinya akan direklamasi. "Jadi, nanti kalau semua hasil reklamasi itu status tanahnya, HPL (Hak Pengelolaan Lahan) nya atas nama Pemda DKI Jakarta. Di atas HPL itu baru boleh dibangun (aset-aset Pemda DKI Jakarta)," tuturnya.

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Sanusi, Ariesman, dan  Trinanda Prihantoro sebagai tersangka kasus suap pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Ariesman melalui Trinanda diduga memberikan uang sejumlah Rp2 miliar kepada Sanusi yang juga politisi Partai Gerindra untuk mempengaruhi pembahasan Raperda di DPRD DKI Jakarta. Dari penangkapan Sanusi, KPK menyita uang sejumlah Rp1,14 miliar. KPK kembali menyita uang sekitar Rp850 juta dari ruang kerja Sanusi.
Tags:

Berita Terkait