Disposisi Hotasi Guna Percepat Pembayaran
Berita

Disposisi Hotasi Guna Percepat Pembayaran

Direksi MNA yakin tak ada kerugian negara dalam perkara ini.

fat
Bacaan 2 Menit
Terdakwa mantan Dirut Merpati, Hotasi Nababan usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp
Terdakwa mantan Dirut Merpati, Hotasi Nababan usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp

Mantan tim Hotasi Nababan dalam jajaran direksi PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) atau MNA menjadi saksi fakta di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (2/8). Dia adalah Guntur Aradea yang dihadirkan penuntut umum sebagai saksi terdakwa dugaan korupsi sewa pesawat untuk BUMN aviasi itu.


Guntur mengatakan, terdakwa selaku direktur utama pernah mengeluarkan disposisi agar pembayaran sewa dua pesawat oleh Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) segera dilakukan. "Ada di dalam nota dinas aircraft procurement itu ada disposisi dari dirut agar segera dilaksanakan, jumlahnya AS$1 juta," ucapnya.


Guntur pun langsung mengeluarkan uang sejumlah yang diminta. Dia juga menyatakan disposisi ini sekaligus keterangan bahwa harga yang ditawarkan TALG dianggap wajar, dan pengecekan fisik pesawat sudah dilakukan.


Namun, lanjut Guntur, program pengadaan dua pesawat ini secara spesifik tidak masuk ke dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT MNA tahun 2006. Meski begitu, pengadaan tetap dilanjutkan lantaran adanya arahan dari dewan pemegang saham yang meminta direksi untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan.


Rencana pencarian penyewaan pesawat atau pembelian oleh PT MNA sudah diinginkan sejak awal tahun 2006. Selain itu juga, dilanjutkannya pengadaan untuk menjaga adanya ancaman eksodus dari para pilot Merpati dan menanggulangi krisis yang tengah dialami Merpati.


"Ada tim pengadaan pesawat. Ketua pengadaan, pejabatnya adalah GM Tony Sudjiarto," ujar Guntur. 


Namun, lanjut Guntur, uang yang sudah ditransfer ke TALG hingga kini belum juga kembali. Karena dua pesawat yang dimaksud tak kunjung mendarat di hangar MNA.


Karena itu, manajemen MNA dibuat repot. Setiap minggu rapat direksi selalu membahas bagaimana cara mengembalikan uang tersebut. Hingga akhirnya, direksi menunjuk advokat untuk menuntut TALG di Amerika.


"Ada juga orang dari Kejaksaan yang ikut membantu,” tambahnya.


Direksi, lanjut Guntur, yakin  sikap TALG masuk kategori tindakan wanprestasi. Saat dirinya masih menjabat dirkeu, di buku perusahaan, uang tersebut masih tertulis sebagai uang perusahaan yang belum kembali, alias security deposit.


"Informasi yang saya dapat sekarang statusnya menjadi piutang," ujar Guntur yang kini menjabat Dirut PT Kartu Semesta Indonesia. 


Setelah MNA menang dalam gugatan pengadilan di Amerika, terdapat cicilan angsuran dari TALG. Namun, Guntur tak tahu persis berapa uang yang dicicil. Ia juga mengetahui, Kepolisian dan KPK pernah menyelidiki kasus ini. Tapi akhirnya disimpulkan tak ada cukup bukti yang mengarah ke perkara korupsi.


"Setahu saya tidak ada penyimpangan dalam prosedur pengeluaran uang," katanya.


Sebelumnya, jaksa pada Kejaksaan Agung mendakwa Hotasi telah merugikan negara sebesar AS$1 juta terkait penyewaaan dua unit pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada tahun 2006. Menurut jaksa, terdakwa Hotasi bersama General Manager Craft Procurement MNA, Tony Sudjiarto telah melakukan kerjasama dengan perusahaan leasing di Amerika Serikat, TALG untuk penyewaan dua unit pesawat jenis Boeing.

Tags: