Diskualifikasi Pelamar Pro-Palestina, Firma Hukum Ini Dinilai Kekang Kebebasan Berekspresi
Mengadili Israel

Diskualifikasi Pelamar Pro-Palestina, Firma Hukum Ini Dinilai Kekang Kebebasan Berekspresi

Syarat yang mendelegitimasi pelamar kerja dengan alasan itu dinilai tidak tepat. Sebab, setiap orang telah dijaminkan ICCPR memiliki hak atas kebebasan berpikir, keyakinan, dan beragama, sampai dengan mempunyai hak berpendapat tanpa campur tangan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

Ia menilai fenomena diskriminasi yang dilakukan firma hukum seperti ini yang ditujukan pada kandidat pelamar kerja sebetulnya menjadi tantangan bagi negeri Paman Sam itu. Apabila mereka menjunjung hak atas kebebasan yang dijaminkan ICCPR itu, maka seyogyanya memperhatikan isu ini dengan serius. Jangan sampai kebijakan yang berbeda bisa menjadi dasar untuk mengekang kebebasan itu sendiri.

“Kebebasan berpendapat, berpikir, berekspresi, beragama dan mempunyai kepercayaan. Itu harus dihormati secara utuh baik oleh negara-negara lain, termasuk Indonesia sekalipun. Pembatasan itu hanya bisa dilakukan berdasarkan Pasal 19 ICCPR untuk menghormati hak atau nama baik orang lain atau melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral umum. Itu semua harus didasarkan pada hukum yang berlaku, negara yang tentukan.”

Dengan kata lain, negara dapat membatasi (HAM) selama masih bersinggungan dengan hak-hak orang atau kelompok lain, bukan didasari kepentingan pribadi dan kepentingan sesaat. “Itu harus dipahami oleh Indonesia maupun AS sebagai negara demokratis. Karena salah satu pilar negara hukum adalah kehormatan, pemenuhan, dan juga pengaturan terhadap HAM. Itu menjadi dasar dari sebuah negara hukum yang demokratis,” imbuhnya.

Ketua Eksekutif Board Sentra Hak Asasi Manusia (Pusat Studi HAM) dan Ketua Lembaga Kajian Hukum Internasional (LPHI) FHUI yang sempat berkuliah di Washington College of Law American University itu berpesan agar mahasiswa hukum yang menuntut ilmu di AS, khususnya yang hendak mendalami hukum internasional dan HAM agar lebih berhati-hati dan mengetahui siapa yang dihadapi di kelas sekalipun. Sebab, terdapat perbedaan mendasar antara Yahudi dengan pendukung Zionist. Mengingat perdebatan mengenai konflik Israel-Palestina nyatanya sangat panjang dan tidak berkesudahan.

“Sebagai pendiri Juniver Girsang & Partners, saya tidak melihat calon lawyer dari perspektif politiknya. Sepanjang yang bersangkutan mempunyai kemampuan dan kemauan, lalu bisa bekerja sama dengan baik, itu yang menjadi syarat-syarat utama. Saya sangat tidak suka dalam profesi ada syarat SARA,” ujar Founder Law Offices Juniver Girsang & Partners (JGP) Juniver Girsang dalam kesempatan terpisah.

Hukumonline.com

Founder Law Offices Juniver Girsang & Partners (JGP) Juniver Girsang.

Juniver mengaku syarat perekrutan staf di kantornya biasanya mempertimbangkan latar belakang pendidikan dan kampus asal kandidat dengan melihat rekam jejak alumni-alumninya. “Kebebasan berpendapat dan berekspresi di kampus itu hal wajar. Sehingga syarat mendelegitimasi pelamar kerja sebab (alasan, red) itu menurut saya tidak tepat. Justru kalau saya melihat mahasiswa kritis kemudian hendak menjadi advokat, dia sudah mempunyai modal yakni kritis dan punya nyali,” ungkapnya.

Seperti dikabarkan New York Post, menurut seorang Mitra di firma berusia 145 tahun itu, pelamar kerja dapat didiskualifikasi jika mereka telah mengambil bagian dalam demonstrasi di mana para pengunjuk rasa mengucapkan frasa yang terkategori “memicu” bagi orang Yahudi. Dengan demikian, firma tersebut akan meninjau rekaman berita, umpan media sosial, dan video viral untuk menentukan semua itu.

Firma yang telah menjadi pemberi kerja bagi lebih dari 900 pengacara di 13 kantor yang tersebar di empat benua itu, dikatakan mendiskualifikasi seorang kandidat meskipun mereka tidak mengucapkan frasa yang dianggap kontroversial. Middle East Eye melansir beberapa firma hukum di Wall Street telah mempertimbangkan untuk mengadopsi aturan serupa. Beberapa bulan terakhir ini, banyak laporan bermunculan tentang beberapa karyawan yang kehilangan pekerjaan atau tawaran pekerjaan akibat tindakan atau pernyataan mereka terkait perang di Gaza.

Sebagai informasi, isu ini sebetulnya sudah mencuat sejak November 2023 lalu seperti yang sudah dikabarkan dalam pemberitaan Hukumonline sebelumnya. Sempat ramai diberitakan firma hukum Sidley Austin LLP memecat salah satu Associate kantornya di kota New York diduga karena sikap pro-Palestina. Bahkan sejumlah Partner dari firma hukum ternama AS lainnya mengkonfirmasi karier mereka bisa saja terancam apabila angkat suara yang bersifat pro-Palestina di ruang publik.

Tags:

Berita Terkait