Disidang, Politikus PDIP Dibela Puluhan Advokat
Utama

Disidang, Politikus PDIP Dibela Puluhan Advokat

Penasehat hukum Max Moein keberatan dengan hadirnya dua hakim yang menangani kasus Dhudie Makmun Murod.

Fat
Bacaan 2 Menit
Lima terdakwa kasus Traveller Cheque dari PDIP dibela puluhan<br> advokat. Foto: Sgp
Lima terdakwa kasus Traveller Cheque dari PDIP dibela puluhan<br> advokat. Foto: Sgp

Lima politisi dari PDIP menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/4). Kelimanya adalah Agus Tjondro Prayitno, Max Moein, Rusman Lumbantoruan, Poltak Sitorus dan Willem Max Tutuarima. Kelimanya diduga telah menerima uang Rp500 juta terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004.

 

Jaksa Riyono menuturkan, perbuatan para terdakwa dilakukan secara bersama-sama dengan para tersangka politisi PDIP lain yang perkaranya disidangkan secara terpisah. Seluruh uang dalam bentuk Traveller Cheque Bank Internasional Indonesia (BII) yang diterima para politisi PDIP ini dari Nunun Nurbaeti melalui Arie Malangjudo senilai Rp9,8 miliar.

 

Cek pelawat senilai Rp9,8 miliar itu diterima Dhudie Makmun Murod dari Arie Malangjudo di Restoran Bebek Bali Senayan. Dhudie menemui Arie setelah diperintahkan Sekretaris Fraksi PDIP Panda Nababan untuk mengambil titipan dari Nunun berupa tas karton berwarna merah berisi Traveller Cheque.

 

Kemudian, lanjut Riyono, Panda memerintahkan Dhudie untuk memberikan cek tersebut ke anggota DPR dari PDIP lainnya. Jumlah penerimaan cek beragam, mulai dari Rp200 juta, Rp350 juta, Rp500 juta, Rp600 juta dan paling banyak Rp1,45 miliar.

 

"Untuk nilai Rp200 juta diberikan ke Sukardjo Hardjosoewirjo dan Izedrik Emir Moeis. Sedangkan Rp1,45 miliar diterima oleh Panda Nababan," kata Riyono membacakan dakwaan.

 

Atas perbuatan tersebut, kelima terdakwa dijerat dakwaan pertama Pasal 5 Ayat (2) jo. Pasal 5 Ayat (1) butir b UU Pemberantasan Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dan dakwaan kedua, Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan ancaman penjara paling lama lima tahun dan ancaman denda paling banyak Rp250 juta.

 

Dalam sidang ini, sekitar 22 advokat hadir membela para terdakwa. Agus Tjondro dibela oleh tiga pengacara dan yang hadir dalam sidang hanya dua orang. Sedangkan pengacara terdakwa Max Moein, Poltak Sitorus, Willem Max Tutuarima seluruhnya berjumlah 10 orang dan semuanya duduk di kursi penasehat hukum.

 

Yang paling banyak adalah pengacara dari terdakwa Rusman Lumbantoruan. Nama advokat yang diajukan ke majelis hakim sebanyak 19 orang tapi yang hadir hanya 10 orang.

 

Ragukan Kredibilitas Hakim

Pengacara Max Moein, C Suhadi mengirim surat keberatan dengan hadirnya dua hakim dalam persidangan kali ini. Dua anggota hakim tersebut merupakan hakim yang sama saat memutus perkara dengan terdakwa Dhudie Makmun Murod.

 

Selain mengirimkan surat keberatan kepada majelis hakim, pihaknya juga mengirimkan surat keberatan yang sama ke Ketua PN Jakarta Pusat. "Kami kirim surat keberatan, kami meragukan kredibilitas hakim di sini," katanya. Selain keberatan terhadap hakim, pihaknya juga keberatan dengan kehadiran jaksa yang sama-sama menuntut Dhudie.

 

Pengacara Max Moein yang lain, Petrus Selestinus meminta dua hakim tersebut mundur dari perkara. Ia khawatir keberadaan dua hakim itu di perkara ini malah merugikan kliennya. "Karena mereka terlibat pada putusan Dhudie, bisa jadi mereka terikat dengan putusan mereka saat memvonis Dhudie."

 

Berdasarkan catatan hukumonline, ada lima nama hakim yang menangani perkara Dhudie Makmun Murod. Mereka adalah Nani Indrawati, Herdi Agustein, Ahmad Linoh, Slamet Subagio dan Sofialdi. Sementara dua hakim yang dimaksud penasehat hukum Max Moein adalah Slamet Subagio dan Sofialdi.

 

Mengenai hal ini, Ketua Majelis Hakim Suhartoyo mengatakan, pihaknya menunggu keputusan dari Ketua PN Jakarta Pusat. Ia membenarkan ada dua hakim yang sama menangani perkara Dhudie dan menangani perkara Max.

 

Meski begitu, ia melihat masih ada tiga hakim lainnya yang tidak pernah menangani perkara Dhudie Makmun Murod. Maka itu sidang kali ini tetap dilanjutkan. "Beliau-beliau (Slamet Subagio dan Sofialdi) sedang tunggu penetapan ketua PN Pusat," katanya.

 

Jaksa Riyono bersikap dingin menanggapi keberatan para pengacara tersebut. Sebagai orang yang juga menuntut Dhudie, Riyono mengaku hanya menjalankan tugas dari KPK. "Kami wakili kepentingan umum. Dari sisi hukum kedudukan kami sebagai penuntut umum sah," tukasnya. Mengenai keberatan terhadap kehadiran dua hakim, ia menyerahkan sepenuhnya ke Ketua PN Jakarta Pusat.

 

Kehadiran Nunun

Pengacara Rusman, Arteria Dahlan meminta agar jaksa penuntut menghadirkan Nunun Nurbaeti. Menurutnya, kehadiran Nunun sangat penting mengingat dalam surat dakwaan disebutkan bahwa isteri dari politisi PKS Adang Daradjatun itulah yang memberikan Traveller Cheque. "Kami minta persidangan selanjutnya Nunun dihadirkan," katanya.

 

Terkait hal ini, Riyono mempertanyakan kemampuan beracara Arteria. Menurut dia, sidang selanjutnya mengagendakan pembacaan nota keberatan (eksepsi) dari sejumlah terdakwa. Karena itu kehadiran Nunun dengan kapasitas saksi dalam eksepsi tak diatur dalam KUHAP. "Yang dikatakan Arteria minta Nunun dihadirkan (saat eksepsi) tidak ada di KUHAP," katanya.

 

Hakim Suhartoyo menunda sidang hingga Kamis (21/4) dengan agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa Max Moein, Rusman Lumbantoruan dan Poltak Sitorus. Sedangkan dua terdakwa lainnya, Agus Tjondro dan Willem Max Tutuarima tak mengajukan eksepsi.

Tags: